Mohon tunggu...
Merry ,
Merry , Mohon Tunggu... -

♥ Dreamer ♥ Learner | English Dept - Sampoerna School of Education | Internal Commission BPM SSE | Finance Director Garuda Youth Community

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kartini, Saksi Tradisi Emansipasi

7 September 2011   08:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:10 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata "Emansipasi" belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi di kala itu telah hidup di dalam hati sanubari saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri.
(Surat Kartini kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899)

Sudah lebih dari satu abad silam, sudah menjadi sejarah nama Raden Ajeng (RA) Kartini terkenang. Perempuan pelopor bagi para perempuan yang lahir pada tanggal 21 April 1879 telah melahirkan dogma baru, pemikiran mengenai kebutuhan kesetaraan dan emansipasi yang belum dirasakan oleh setiap perempuan di masa itu. Suara hati mengantar dirinya untuk berbagi segala yang terjadi lewat surat-surat yang tak biasa diungkap oleh para perempuan seusianya. Rasanya nasib telah menjadikan perempuan zaman itu ikhlas dengan apa yang ada, tetapi berbeda bagi dia, R.A. Kartini.

Keprihatinan dan keteguhan hati membuatnya belajar banyak hal agar tak menjadi perempuan biasa. Adat Jawa kental yang mengalir di dalam dirinya bukan penghalang baginya untuk berhenti menjadi perempuan pribumi yang dibatas-batasi. Pemikirannya yang maju ditambah bagaimana ia belajar dari Belanda membuatnya meyakini ia ingin memajukan para perempuan pribumi. Sebuah pelajaran berharga yang terus dikagumi oleh setiap orang (tak hanya perempuan) hingga masa kini.

Mendekati hari Kartini, berbagai media, sekolah, pemerintah, bahkan hampir semua ikut serta memperingati hari pejuang emansipasi ini. Pembahasan yang diusut akan menciptakan kontradiksi baru dari peringatan yang sama setiap tahunnya. Berbagai lomba dan kegiatan turut diselenggarakan dalam rangka menghormati karya dan keberaniannya. Maka tak heran hari Kartini akan selalu menjadi tonggak warna-warni penuh arti.

Perempuan Indonesia kini tak lagi terbelenggu seperti halnya Kartini. Kesetaraannya dengan lelaki telah diakui. Siapa lebih baik, dia yang dihargai. Bukan melulu hanya laki-laki. Hal ini telah terbukti melalui prestasi dan suksesnya pribadi perempuan masa kini. Megawati Soekarnoputri boleh jadi satu contoh di antara banyaknya jutaan perempuan berprestasi. Mantan Presiden Indonesia kelima ini menjadi kisah nyata bagaimana perempuan memimpin.

Selain itu, dalam dunia pemerintahan menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tercatat partisipasi perempuan dalam parlemen pada periode 1992–1997, proporsi perempuan di DPR adalah 12 persen. Pada periode keanggotaan 1999-2004, dari seluruh anggota DPR yang berjumlah 500 orang, 45 orang di antaranya atau 9,9 persen adalah perempuan. Namun terdapat 82 persen anggota DPR perempuan yang lulus perguruan tinggi. Ini lebih banyak dibandingkan anggota DPR laki laki dengan tingkat pendidikan yang sama, yaitu 75 persen.

Tak hanya itu, contoh sederhana lainnya bahwa perempuan sudah mulai mendominasi akibat emansipasi adalah keikutsertaan perempuan dalam mengenyam pendidikan. Terlihat dari perbandingan murid perempuan yang tak kalah dibanding murid laki-laki dalam suatu kelas di banyak sekolah. Impian Kartini tak lagi bagai menegakkan benang basah. Berkatnya, diskriminasi tak lagi berarti, tak lagi mengakar seperti pada zamannya. Hak-hak telah diberikan dan disahkan oleh pemerintah dalam rangka perlindungan dan keikutsertaan bagi perempuan. Perempuan kini boleh bersuara.

Meskipun demikian, masih perlu diakui bahwa emansipasi yang dimiliki perempuan tak sepenuhnya bekerja. Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia yang telah menghasilkan devisa tidak sedikit bagi negara, tidak mendapatkan suatu timbal balik yang setimpal dengan keringat mereka. Perlindungan yang mereka butuhkan tak dapat dikendalikan ketika mereka bekerja di negeri orang. Adakah Kartini hanya memberi dampak di negeri sendiri? Jawabannya tentu tidak. Diskriminasi gender telah menjadi perhatian berbagai kalangan umum, namun belum tentu halnya bagi kalangan pribadi. Maka penghargaan seseorang kepada perempuan tak dapat dipungkiri masih banyak yang belum terdoktrinasi.

Berbanding terbalik, keberadaan diakuinya perempuan juga tak seutuhnya memberikan nilai menyenangkan yang diinginkan. Perkembangan zaman dan kesempatan yang meluas memberikan beberapa dampak keberhasilan yang gagal. Kartini yang telah berjuang hingga sepeninggalnya di waktu tak terduga ketika melahirkan anak pertama dan terakhirnya, akan terasa sia-sia ketika mendengar bagaimana sikap dan perilaku perempuan kini yang tidak menghormati dirinya sendiri. Itu semua tampak dari tata berbusana, kekasaran kata, tindak kriminal, dan budaya timur yang tak lagi banyak dihargai.

Era modern benar adanya perlu disikapi dengan keterbukaan. Menerima bagaimana budaya negeri orang akan menjadi pengetahuan baru tiada habisnya. Tidak lupa akan kekayaan budaya negeri sendiri pun tentu bijaksana. Emansipasi telah menjadi gerakan baru bagi terciptanya kesetaraan gender. Segala yang terjadi kini pada para perempuan tak akan ada tanpa emansipasi. Keberadaan ini baiknya patut disadari dan disyukuri oleh setiap perempuan untuk selalu berkarya demi menghargai yang disebut ‘emansipasi’.

Bias gender yang terjadi tak akan menjadi masalah ketika setiap pribadi dari kita berhasil menjadi berani. Berani menghadapi perbedaan nyata yang tak pasti. Sebagaimana yang pernah disampaikan ibu kita Kartini,“Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang, itulah semboyanku! Maju! Semua harus dimulai dengan berani! Pemberani pemberani memenangkan tiga perempat dunia!". Selamat hari Kartini.



Tulisan ini dimuat di media Jurnal Nasional, 21 April 2011


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun