Mohon tunggu...
Merkyana Nancy Sitorus
Merkyana Nancy Sitorus Mohon Tunggu... Administrasi - Pejalan Pemerhati

Pejalan dan pemerhati apapun yang menarik mata dan telinga. Menyalurkan hobby jalan melalui www.fb.com/gerakpetualang

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Eli dan Rahasianya

22 Juli 2016   17:00 Diperbarui: 22 Juli 2016   17:11 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumen pribadi.

Tubuhnya basah kuyup dan letih. Meskipun hujan deras sekali, nalurinya tetap memaksanya memacu kakinya berlari. Kemana? Entahlah, asalkan menjauh dari tempat itu. Sejauh-jauhnya, secepatnya. Jika bisa dia ingin terbang menyeberangi sungai besar yang disusurinya itu.

 Apa? Sungai? Kakinya terhenti seketika. Dengan panik dia menatap jalan yang  telah dilaluinya. Yaa, dia harus secepatnya menghilangkan jejaknya. Mereka tak boleh menemukannya.

Sesaat kemudian, tubuh kurus itu telah terjun ke dalam derasnya aliran sungai. Sekilas wajah gadis kecil itu terlintas lagi diantara kecipak air malam itu.

Eli…

******

“Kak, kamu udah ke pasar beluum?” suara cempreng dari kamar depan menghentikan gerakan tangan Eli menyiangi sayur kangkung pagi itu.

“Sudah, Bu, ini lagi masak” teriaknya.

“Cepat sekali kau ke pasar hari ini.  Oh ya, nanti ada temen Ibu yang datang, kamu tidur rumah Bude sebelah  saja ya,” Ibu cuma melongok dari pintu kamarnya, dia bisa melihat Eli yang duduk di pintu dapur dengan tampahnya.

Eli cuma diam, menganggukkan kepala dan melanjutkan menyiangi sayuran kangkungnya. Ibu sudah sibuk lagi beraktifitas di kamarnya. Sambil memasak, Eli bersenandung pelan. Dia selalu senang jika menginap di rumah Bude. Bude tinggal sendirian, putrinya sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di luar kota. Jadi Bude sayang sekali dengan Eli. Setiap “teman Ibunya” berkunjung Ibu tak pernah mau Eli ada di rumah.

Tumis kangkung dan tempe goreng sudah selesai. Eli meletakkan makanan itu di atas meja dan ditutup dengan tudung saji. Ikan mas yang sudah diberi jeruk nipis dan garam baru dicemplungkan ke dalam minyak panas sewaktu pintu depan digedor keras sekali. Eli melihat Ibu tergopoh-gopoh menutup pintu dapur dari tempat dia berdiri sebelum membuka pintu depan. Eli segera mematikan api kompor dan bergegas meringkuk di sebelah lemari. Menunggu dengan jantung berdebar kencang.

“Mana!! Mana laki-laki itu?” suara perempuan asing itu terdengar kasar sesaat setelah pintu dibukakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun