Sebuah tepukan di bahunya mengembalikannya dari angan-angannya.
"Jadi, siapa kali ini?" tanpa tedeng aling-aling, Ka bertanya sambil menyamankan posisi duduknya di sebelah Do.
Cih, kenapa dia tak bertanya "kenapa?", kenapa harus "siapa?" keluh Do dalam hati.
Do cuma diam dan menyesap minumannya lagi, dia perlu tenang menghadapi Ka, terutama pandangannya yang menguliti setiap ari-ari hatinya.
"Kau tak kan cemberut begitu padaku hanya karena sesuatu, ini pasti seseorang!" Ka mensejajarkan pandangannya dengan mata Do.
"Berkali-kali kita bertemu, dan setiap pertemuan aku merasa seperti baru melihat kamu, Ka. Aneh!" bukannya menjawab, Do mengoceh saja. Ka tertawa keras sekali. Tawanya tidak lucu, tapi Ka terlihat sangat menikmatinya.
"Ya...ya.., bukankah sudah selalu kukatakan, tak baik kau akrab denganku. Caci makimu waktu kita pertama bertemu juga kau sudah lupa bukan? Konon pula kau mau ingat rasanya terakhir ketemu aku?" senyum Ka sambil mengusap air mata sisa tawanya tadi.
Do terpana, berusaha keras mengingat kapan pertama kali bertemu Ka. 10 tahun lalu? Sepertinya lebih. 20 tahun lalu? 30 tahun lalu? Tak mungkin 40 tahun lalu kan! Usianya saja masih 34 tahun depan. Disesapnya lagi minumannya.
"Atau, daripada bertanya siapa, mungkin kau bisa menjawab kenapa kau memutuskan akrab dengan ku yang selalu asing setiap bertemu?" tangan Ka meraup dan menahan wajah Do menghadapnya, menunggu jawaban pertanyaan dari Do.
Do sempat diam beberapa saat.
"Setiap setelah bertemu denganmu aku memang rusak. Setelah aku rusak, aku jadi tahu, kalau aku tidak cuma satu, aku tidak cuma santun. Aku itu juga hancur, aku itu juga buruk. Ka, kau membuatku mengerti diriku sendiri," jawab Do.