Mohon tunggu...
merisadeanova
merisadeanova Mohon Tunggu... Mahasiswa - merisadeanova

whatever you are, be a good one.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Liberalisme Pasca Perang Dunia 1 dan Kritik Realisme Atas Liberalisme

13 Maret 2020   20:25 Diperbarui: 10 April 2020   20:54 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

NAMA: MERISA DEANOVA NIM: 07041381924118 

Di dalam tulisan ini saya akan membahas mengenai kelahiran ilmu HI dan paradigma “liberalisme” dan “realisme” di dalam ilmunya. Fokus utama studi HI adalah perang dan perdamaian dengan cara menganalisis negara dan interaksi antar negara lain di dalam sistem internasional. Sedangkan pada perkembangannya, studi HI bukan hanya berfokus pada fokus utama tetapi ada subjek lain yang ditambahkan dalam kajiannya seperti interdepedensi ekonomi, hak azasi manusia, perusahaan transnasional, organisasi internasional, lingkungan hidup, dll. 

Terdapat empat paradigma penting di dalam keilmuan HI secara garis besar, yaitu realisme, liberalisme, masyarakat internasional, dan ekonomi politik internasional. Namun pada perkembangannya terdapat pendekatan-pendekatan alternatif yang membuat paradigma HI semakin beragam. Pemikiran HI tidak berdiri sendiri, melainkan dibangun berdasarkan subjek-subjek akademik lain, subjek akademik tersebut antara lain filsafat, hukum, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. 

Selain itu perkembangan historis dan kontemporer dalam dunia nyata juga dijawab dalam pemikiran HI. Fenomena yang dikaji HI yaitu perang, perdamaian, dan ekonomi yang telah menggerakkan keilmuan HI di abad keduapuluh. Di akhir Perang Dunia I Terdapat tiga perdebatan besar dalam HI sejak pembentukannya, dan sekarang berada dalam tahap keempat; bahkan kelima. Yang pertama antara liberalisme dan realisme; kedua antara pendekatan tradisional dan behavioralisme; ketiga antara neorealisme, neoliberalisme dan neomarxisme; keempat antara paradigma yang telah mapan dan paradigma alternatif pasca positivisme. 

Tetapi didalam tulisan ini hanya berfokus pada liberalisme pasca Perang Dunia I dan kritik realisme atas liberalisme. Munculnya Perang Dunia I (1914-1918) menjadi dorongan awal dari pembentukan HI, yang mempunyai tujuan untuk mencegah perang dunia (war to end all wars) terulang kembali. Memerlukan usaha dalam mengatasi masalah peperangan total (total war) antara pasukan dan penggunaan senjata modern yang dapat mengakibatkan kehancuran total, agar cita-cita tidak terulang nya perang dunia dapat tercapai. Teori HI pasca Perang Dunia I bertujuan untuk menjawab pertanyaan utama yaitu “mengapa perang?” Di setiap paradigma dalam HI memiliki jawaban yang berbeda dalam menjawab pertanyaan tersebut. 

Menurut paradigma liberal, Perang Dunia I merupakan akibat dari perhitungan yang salah, egois, dan tanpa pikir panjang dari pemimpin otokrasi, misalnya Prusia (sekarang Jerman) dan Austria. Perang Dunia I membuat pemikir liberal berkesimpulan bahwa perdamaian bukan merupakan kondisi natural, melainkan harus dikonstruksi. Kaum liberal melihat bahwa pemimpin yang tidak demokratis cenderung mengambil keputusan yang fatal, sehingga menyeret negara ke dalam kondisi perang.

Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah mengapa awal studi HI identik dengan liberalisme? Karena Pada periode Perang Dunia I, pada tahun 1917 Amerika Serikat terlibat perang dan sedang didalam dipimpin Presiden Woodrow Wilson yang memiliki misi utama yaitu membawa nilai-nilai demokratis liberal ke Eropa dan seluruh dunia, dimana menurut Wilson nilai-nilai tersebut dapat mencegah terjadinya perang. Sehingga cara berpikir liberal memiliki dukungan kuat dalam sistem internasional pasca Perang Dunia I. Presiden Wilson memiliki visi atas dunia yang aman bagi demokrasi. Berbagai macam program telah dibuat oleh Wilson pada saat itu sehingga menjadi dasar terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa tahun 1919 sebagai wadah untuk menjaga perdamaian. 

Dengan pernyataan Wilson tentang pembentukan organisasi internasional antar negara yang diatur dalam hukum internasional dapat menciptakan perdamaian, kaum liberal mendukung dan menyakini hal tersebut, dimana kaum liberal berpikiran bahwa melalui organisasi internasional setidaknya sifat negara dapat “dijinakkan. Sementara dengan pembentukan LBB adalah sebagai kandang untuk pengendalian organisasi internasional.Optimisme kaum liberal atas dunia yang lebih damai merupakan kekuatan dari paradigma liberal. Akan tetapi paradigma tersebut justru diserang oleh paradigma lain yaitu realisme. 

Setelah gagalnya pemikiran kaum liberal di tahun 1930an dalam mencegah perang, akademisi HI mulai merujuk pemikiran kaum realis klasik. Pemikir realis klasik antara lain Thucydides, Machiavelli, dan Hobbes memiliki inti kata di dalam karya mereka yaitu power. Seperti yang kita ketahui, dalam pandangan realisme, semua negara harus menciptakan balance of power, baik melalui pengelompokan bersama untuk melawan hegemon, atau hegemon melawan hegemon lainnya. Tujuan negara- negara menciptakan balance of power, menurut kaum realis, adalah untuk bertahan hidup (survival) dalam sistem internasional. 

Hubungan internasional secara garis besar adalah mengenai perjuangan negara untuk mencapai kepentingan yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Menurut E.H Carr didalam bukunya The Twenty Year’s Crisis (1939) para pemikir liberal HI telah salah menilai fakta dan salah memahami sifat dasar dari hubungan internasional, dimana kaum liberal menilai bahwa hubungan semacam itu dapat didasarkan pada persamaan kepentingan antar negara-negara. 

Carr menamakan bahwa paradigma liberal adalah ‘utopia’ atau sebagai lawan dari‘realis’. Carr melihat bahwa realisme merupakan sebuah koreksi yang diperlukan atas maraknya utopianisme yang telah mengabaikan power dalam politik internasional.Carr menilai kaum liberal terlalu memaksa untuk berupaya menghapuskan perang, sehingga alasan-alasan yang mendasarinya terabaikan. Kesalahan fatal kaum liberal adalah kesalahan saat memasukkan kepentingan umum ke dalam kepentingan negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun