Tata cara pendistribusian zakat fitrah di Desa Mattirobulu yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Distribusi langsung masyarakat terhadap zakat fitrahnya kepada orang-orang yang mereka anggap berhak menerimanya.
2. Distribusi zakat fitrah kepada mustahik oleh amil zakat dalam hal ini imam masjid dan panitia pembangunan masjid.
Untuk lebih memahami mengenai kedua bentuk pendistribusian zakat di atas, maka berikut ini akan dipaparkan tinjauan hukum Islam terhadap tata cara tersebut.
- Distribusi langsung masyarakat terhadap zakat fitrahnya kepada orang-orang yang mereka anggap berhak menerimanya. Masyarakat mendistribusikan langsung zakat fitrahnya kepada tetangga yang fakir miskin, guru ngaji, dukun anak, imam masjid, pegawai syara`.
Distribusi zakat fitrah di desa Mattirobulu erat kaitannya dengan keberadaan masjid di wilayah ini. Setiap masjid memiliki imam dan pegawai syara' tersendiri. Â
Mengenai masjid-masjid yang menjadi pusat pendataan, pengumpulan dan pendistribusian zakat fitrah di desa Mattirobulu, ada satu masjid yang menjadi pusat pengelolaan zakat fitrah yaitu masjid Al- Inarah.
Masjid Al-Inarah merupakan salah satu masjid yang ada di wilayah Lingkungan Kec Tiwu. Masjid ini memiliki cakupan jama'ah yang cukup luas. Masjid ini memiliki seorang imam dan dua orang pegawai syara'. Mereka adalah: Ust. Mansur (Imam Masjid), fulan (pegawai syara`) mereka inilah yang membantu pendistribusian zakat fitrah di desa Mattirobulu.Â
Di desa Mattirobulu, mengenai tata cara pelaksanaan pengumpulan zakat fitrah masyarakat di bulan Ramadhan di masjid Al-Inarah, imam masjid dan pegawai syara' menginformasikan pada malam salat sunnah tarwih dilaksanakan agar masyarakat membayar zakat fitrah pada satu minggu terakhir bulan Ramadhan di masjid. Hal ini untuk memudahkan pengelolaan dan pendataan zakat fitrah sebelum didistribusikan.Â
Sekalipun imam dan pegawai syara' masjid telah menginformasikan bahwa pengumpulan zakat fitrah berpusat di masjid, namun beberapa masyarakat memilih untuk membayar zakat fitrahnya sebagaimana kebiasaan-kebiasaan mereka dahulu. Mereka membayar zakat fitrahnya dengan mendistribusikan sendiri zakat fitrah tersebut kepada orang-orang yang mereka anggap lebih berhak menerimanya. Ini tidak dapat dipungkiri dan sangat sulit berubah di dalam tatanan masyarakat karena ini sudah menjadi kebiasaan turun temurun.Â
Hal ini disebabkan karena dulu, pengelolaan zakat fitrah tidak ada yang mengorganisir. Jadi sepenuhnya dibebaskan kepada masyarakat, kepada siapa zakat fitrahnya akan didistribusikan. Menanggapi hal ini, imam masjid hanya memaklumi cara pembayaran zakat fitrah masyarakat tersebut.Â