[caption caption="Sumber: inilahjambi.com"][/caption]
Edan, demikian kata yang paling tepat untuk menggambarkan langkah Menteri Desa, Marwan Jafar yang tanpa perhitungan tega memecat 12 ribu pendamping desa berpengalaman. Mungkin tidak banyak yang tahu karena Kemenses begitu piawai memutarbalikkan fakta atas pemecatan ini.
Pemecatan dibungkusnya dengan jargon "semua punya hak menjadi pendamping desa". Diskriminasi dikemasnya dengan kalimat "kita tidak mau mengistimewakan", "kita sudah berbaik hati mengontrak mereka" dan sederet fitnah yang menyakitkan.
Pemecatan 12 ribu pendamping dari Eks PNPM ini dilakukan Kemendes agar memiliki alasan menggelar seleksi pendamping desa tahap II. Karena tanpa pemecatan tentu tidak ada kebutuhan 12 ribu pendamping desa yang tersebar merata diseluruh kecamatan di Indonesia. Tanpa memecat 12 ribu pendamping desa, tentu yang ada hanya kebutuhan Pendamping Lokal Desa di beberapa Propinsi saja.
Tak peduli meski 12 ribu pendamping desa mengutuk keras sikap Marwan Jafar yang anti terhadap pendamping desa berpengalaman, yang penting seleksi harus jalan. Yang penting oknum-okmun bisa kembali bermain memasukkan para pengurus partai dan memberi tambahan job bagi kader.
Tak peduli Seleksi pendamping tahap II dianggap menjadi bukti sikap Menteri Desa yang mengedepankan ambisi dan jauh dari visi profesionalisme, tak peduli bagaimana capaian kinerja program pendampingan desa dengan SDM yang beluk terlatih, persetan juga dengan apa kata gubernur, bupati hingga kades.
Sebelumnya, banyak kepala daerah yang mengadu kepada Menteri Dalam Negeri, Cahyo Kumolo. Mereka mengeluhkan kualitas pendamping hasil seleksi 2015. Atas dasar itu, 13 gubernur juga berkirim surat kepada Menteri desa agar pendamping Desa dari Eks PNPM dapat dipertahankan.
Menurut data yang dimiliki BNPD, 13 provinsi yang bersurat ke Kemendes itu antara lain pemerintah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, Sumatra Barat, Lampung, Jambi, Aceh, Riau, Banten, Maluku, Sumatra Selatan dan Sumatra Utara.
Bahkan saat Rakornas Kemendes dengan sakter Provinsi pada Senin, 11 April 2016, Mayoritas provinsi se Indonesia mengusulkan agar Kemendes tidak menseleksi ulang pendamping desa dari PNPM Mandiri Perdesaan. Pertimbangannya, karena Eks PNPM MPd selama ini sudah terlatih dan memiliki pengalaman dalam pendampingan desa.
Terakhir, Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) juga melayangkan syrat ke Menteri Narwan. Melalui surat tersebut, Komite I DPD RI meminta Kemendes mencabut surat no 749 Dirjen PPMD Tanggal 31 Maret 2016 dan meminta Kemendes menerbitkan surat baru yang tidak diskriminasi dan dikotomi. Selain itu, terkaut rencana seleksi ulang Eks PNPM, DPD RI meminta Kemendes memperhatikan suratnya tanggal 31 Desember 2015 yang telah mengalihstatus Eks PNPM menjadi pendamping desa.
Atas surat tersebut, Ketua Komute I DPD RI yang juga mantan Ketua Pansus RUU Desa, Ahmad Muqowan menegaskan bahwa keputusan Komite I DPD RI mendukung aspirasi pendamping desa itu telah melalui kajian dan pencermatan dengan memperhatikan pendapat pemerintah daerah dan masyarakat. “Komite ingin Hubungan pusat dan daerah berjalan secara sinergis sehingga implementasi UU Desa benar-benar dirasakan manfaatnya oleh rakyat” tandasnya.