Mohon tunggu...
Suara Merdesa
Suara Merdesa Mohon Tunggu... -

Mengabdi desa, Menyuarakan yang tak terungkap.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

PBNU Sesalkan Tarawih Superkilat di Blitar, Jawa Timur

11 Juni 2016   11:04 Diperbarui: 11 Juni 2016   11:11 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="KH. Miftahul Achyar, Wakil Rois Am Syuriyah PBNU"][/caption]

Praktik shalat tarawih superkilat yang dilaksanakan oleh salah satu pondok pesantren di Kabupaten Blitar, Jawa Timur disesalkan PBNU. Pasalnya, praktik tersebut dianggap telah mengabaikan substansi dari tarawih itu sendiri.

Melalui rilisnya, Wakil Rois Am Syuriyah PBNU, KH Miftahul Achyar, meminta agar PWNU Jatim melakukan pendekatan kepada pengasuh pondok pesantren tersebut. Hal ini mengingat praktik tersebut sudah menjadi perbincangan yang cukup mengganggu.

Kyai Miftah juga meluruskan bahwa tarawih super kilat tersebut jauh dari substansi. Menurutnya, secara bahasa, kata "tarawih" merupakan bentuk plural (jamak) dari kata "tarwihah". Artinya, "istirahat". Dalam praktik yang dicontohkan oleh salafus shalih, generasi terdahulu umat Islam, para jamaah mengambil jeda istirahat setiap empat rakaat dengan dua kali salam.

"Waktu jeda istirahat itu diambil setelah mereka melakukan shalat yang cukup panjang dalam empat rakaat" tulis Kyai Miftah dalam rilisnya, Jum'at (10/06).

Selain itu, Kyai Miftah mengingatkan bahwa tujuan shalat, adalah untuk mengingat Alloh, seraya mensitir Qur'an Surah Thaha ayat 14.

"Jadi, shalat yang baik seharusnya tidak menghilangkan tuma'ninah dalam setiap gerakannya. Tidak tergesa-gesa, apalagi dilakukan dengan gerakan superkilat" tambahnya.

Kyai Miftah mendasarkan kewajiban tuma'ninah itu dengan hadits yang dikeluarkah oleh At-Tirmidzi dan An-Nasâ'i dari Al-Fadl bin Abbas yang artinya “Shalat itu haruslah engkau (dalam keadaan) tenang, merendahkan diri, mendekatkan diri, meratap, menyesali dosa-dosa, dan engkau letakkan kedua tanganmu lalu kau ucapkan 'Wahai Allah, Wahai Allah' . Barang siapa yang tidak melalukan (hal itu), maka shalatnya itu kurang”.

Kyai Miftah menyimpulkan, berdasarkan rekaman video tarawih superkilat yang beredar, tampak bahwa tidak ada ketenangan, tuma'ninah sama sekali. Menurutnya mereka telah salah memahami kitab rujukannya yang jauh dari makna tarawih secara definisi.

"Ulama Syafi'iyah sepakat bahwa tuma'ninah dalam ruku' dan sujud, merupakan rukun yang bersifat wajib, baik dalam shalat fardlu maupun shalat sunnah. Apalagi ini adalah shalat tarawih yang makna dasarnya adalah istirahat. Jadi, menurut fiqih Syafi'iyah, hal itu tidak dibenarkan karena tanpa tuma'ninah dan menghilangkan makna tarawih"tandasnya.

Kyai Miftah juga mengingatkan, Tarawih dalam Ramadlan adalah anugerah AlloH sebagai kesempatan kita ber-munajat, berlama-lama menyambungkan diri dengan Dzat Yang Maha Segalanya. Hendaknya bisa kita manfaatkan secara optimal dan sebaik-baiknya.

"Banyaknya jamaah shalat memang bagus. Namun, bila sampai merusak nilai shalat, jadinya ya tidak bagus" pungkasnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun