Mohon tunggu...
Merah Jambu
Merah Jambu Mohon Tunggu... -

Gembala yg di Gembalakan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

lanturan lapar dan jiwa yang datar

4 Agustus 2011   06:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:06 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tepatnya tahun 1987, ketika itu saya masih berusia 7 tahun. Kampung saya terletak 40 km jaraknya arah tenggara dari kota Sukabumi, berbatasan langsung dengan daerah Cianjur. Suasana kampung yang tenang, dengan sungai Cigeger yang mengalir di pinggirnya, rumah-rumahnya berdiri mewah (mepet sawah), sawahnya subur karena sepanjang tahun tak pernah kekurangan air. Waktu itu hidup seperti di Surga, yang mengambil ikan langsung dari sungai atau kolam juga lindung yang berlimpah dari sawah-sawah, yang mengambil buah-buahan tinggal metik langsung dari pohonnya. Disekeliling rumah keluarga besar saya, ada berpuluh-puluh pohon mangga dengan jenis yang berbeda, ada 4 pohon jambu air (dikampung saya populer dengan sebutan jambu bool), 2 pohon sirsak, 2 pohon durian setinggi 20 meter yang tongkrongannya sebesar 3 rumah tipe 46 dan  ketika berbuah membuat orang sekampung berburu untuk memungut buah yang jatuh. Buah nanas, buah jambu batu dan rambutan entah berapa jumlahnya, ya rumah saya serasa ada di tengah Kebun Raya Bogor.

Entah karena saya masih kecil atau karena suasana seperti itu, yang jelas kampung itu membuat saya kerasan walaupun PLN waktu itu belum menyapanya. Penerangan yang paling mewah adalah lampu petromak dan itu hanya dinyalakan ketika waktu-waktu tertentu saja. Penerangan yang biasa adalah lampu tempel juga lampu cempor yang jika kegedean apinya bisa membuat lubang hidung keluarga kami hitam-hitam. Dalam setahun, bulan puasa  adalah salah satu bulan favorit  saya selain bulan Agustus (karena selalu ada keramaian pada bulan-bulan tersebut). Rasanya gimana gitu, bulan yang penuh kesenangan buat anak seumuran saya waktu itu. Ketika puasa tiba; Ada shalat tarawih dimana orang-orang sekampung bisa saling bertemu di sebuah mesjid, melaksanakan ritual shalat diakhiri dengan hidangan kue yang dibawa para ibu dari rumahnya masing-masing. Ada suara petasan juga ramainya musim layangan. Ada juga repotnya ibu saya dalam hal masak memasak, coba bayangkan dalam memasak nasi saja dibutuhkan 2 tahap pemasakan. Penderitaan bertambah dengan asap kayu bakar yang kayunya selalu minta ditiup dengan selongsong, maklum musim penghujan sehingga kayu susah kering. Jauh sekali dengan sekarang yang tinggal colok dan tekan, tunggu sebentar dan beres. Ada juga suasana shaur yang ramainya minta ampun, bayangkan saja sejak pukul 2 dinihari, suara toa dimesjid kampung saya sudah sahut-sahutan dengan toa mesjid kampung sebelah, ramai mengingatkan penduduk kampung agar bangun dan bershaur. Biasanya sejak pukul 2 itu ibu saya sudah mulai memasak, dan pukul 3 kami sudah siap untuk bersantap. Juga yang paling seru adalah suasana berbuka, yang 10menit waktu terakhir menjelang buka seakan-akan terasa seabad. Segala jenis makanan sekonyong-konyong ada dihadapan saya, sampai segala jenis buah-buahan yang berbuah pada musim itu ada di list menu buka puasa.

Dulu, motivasi saya puasa adalah uang (selain pahala) 10rb rupiah jika puasa saya tamat 30 hari, jika tidak ya jumlah uangnya berkurang. katanya dulu, orang puasa pun tidurnya mendapat pahala. Sehingga, ketika lebaran tiba, saya  merasa bahwa saya kembali menjadi orang suci karena dosa-dosa telah terhapus ketika bulan ramadhan. itu pandangan sejak saya kecil yang terbawa sampai saya menginjak sekolah SMP.

Pandangan itupun berubah sedikit demi sedikit  seiring bertambah usia saya. ketika sadar, bahwa manusia itu terbagi dalam tiga bagian; Jasad (badan), Ruh (nyawa) dan Jiwa (rasa). Ibarat kendaraan, Jasad adalah Bodi sasis roda, Ruh adalah Mesin dan BBM sedangkan Jiwa adalah pengemudinya. Mobil bisa hidup dan berjalan karena ada mesin, mau di bawa kemana mobil tersebut tergantung si pengemudi, jikalau terjadi kecelakaan atau tabrakan tentunya yang bertanggung jawab adalah pengemudinya. Sering saya dengar suara-suara dari semesta, yang menyuruh jiwa saya untuk mandiri. diam dalam hening, tidak ikut campur dengan segala urusan yang jasad dan ruh lakukan. "masukanlah yang baik juga keluarkanlah yang baik" begitulah suara itu terdengar, "gantilah keinginan dengan kebutuhan, karena sesungguhnya setan itu adalah keinginan" suara semesta menambahkan, "ganti makanan dari geutih (sunda, artinya darah) menjadi dari geutah (sunda, artinya getah atau tumbuhan)".

Saya akhirnya beruntung, ditahun 2007 dapat bertemu dan belajar agama kepada seseorang yang mendapat pelajaran agama bukan dari manusia (entah via setan atau malaikat). Saya tidak pernah diceramahi, saya hanya bertanya dan beliau menerangkan masalah agama hanya dari Al-quran. Pernah beliau menerangkan, bahwa Al-quran hanya akan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang taqwa. Dan apa itu taqwa, itu adalah tingkat tertinggi dalam beragama islam. Orang kebanyakan hanya menerangkan Al-quran seperi menerangkan Red Light pada lampu lalu lintas menjadi Lampu Merah. Padahal arti sebenarnya adalah tindakan menginjak rem dan berhenti sebelum lampu hijau nyala. Tidak heran agama (islam) bukan lagi pembawa kedamaian, kemajuan secara ilmu pengetahuan, juga kebajikan melainkan menjadi topeng kebusukan dikarenakan para ulamanya belum mendapat petunjuk karena belum mengerti isi Al-quran itu sendiri.

Suatu ketika saya pernah ditegur, jiwa saya menyuruh saya shalat. Shalatlah yang 5 waktu juga shalat malam dan mudah-mudahan jiwa saya terbawa oleh shalat badan tersebut. Karena Shalat itu ada 3 tahap, Shalat tingkat pertama adalah shalat yg menjadi syiar umat Islam yaitu shalat 5 waktu, dilakukan oleh badan, hukum yang digunakan adalah hukum fiqih, motto nya asal mau maka saya bisa melakukan itu shalat. Keterangan ayat didalam Al-quran tidak ada, pada shalat tersebut terdapat simbol yang harus diejawantahkan dalam perilaku. misalnya, berdiri tegap setelah takbir dan bacaan wajibnya adalah surah al-fatihah. posisi ruku yang berarti hormat kepada semua mahluk, dll. orang-orang yang bisa melakukan shalat ini biasanya di sebut Muslim.

Shalat tingkat dua adalah shalat tingkah laku, hukumnya yang dipakai adalah hukum tasawuf, Ayat di Al-quran ada yaitu yang terjemahan dalam bahasa indonesia seperti ini; "dan yang sebenar-benarnya shalat adalah menghindarkan perbuatan keji dan mungkar" . Mungkin buat kebanyakan orang menghindarkan perbuatan keji adalah mudah, tetapi mungkar? ini sangat lembut... saya sendiri susah untuk menghilangkannya. misalnya, ketika disuruh nunggu ngedumel. Perasaan-perasaan seperti inilah sumber-sumber kemungkaran. Marah, kesal, dongkol, uh, ah, alaaahhh, aduuhh, khawatir, takut, bahkan pada suatu titik, jangankan perasaan sedih, perasaan bahagia pun harus hilang. semua terganti dengan rasa syukur yang datar. Biar orang berkata dan berlaku apa, toh itu perilaku orang lain, dan rasa benci akan membuat saya termasuk kedalam orang yang merugi. Ada tips dalam melakukan shalat ini, biasanya saya disuruh bertafakur di pantai selatan ujung genteng, ketika musim kemarau dan bulan purnama. disuruh membaca kebesarah dan ayat-ayat Tuhan yang tersirat (Ayat alam). orang-orang yang sudah bisa melakukan shalat ini adalah Mu'min, akan ada cahaya dalam jiwanya berupa iman. (kadang ada penafsiran bahwa iman adalah mempercayai, jadi iman kepada Tuhan adalah mempercayai Tuhan, dan iman yang saya maksud adalah bukan yang seperti itu)

Selanjutnya, shalat yang terakhir adalah shalat dzikir, dalam Al-quran di terangkan; Assolatu lii dzikri, dzikir yang tidak ada bacaannya dan perbuatannya. Shalat rasa, seolah-olah manusia berhadap-hadapan dengan Tuhannya. Hukum yang dipakai adalah hukum tauhid, dan orang yang bisa melakukannya disebut Muttaqin.

bersambung.................

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun