Mohon tunggu...
Merah Delima
Merah Delima Mohon Tunggu... -

Mengasah tulisan dengan ujung pena

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kemarau dan Pohon Kertas

7 Oktober 2014   03:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:07 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14126032131467116998



*

Petani-petani ranah  ini menanti tetes hujan,

Kekeringan mencekik rezeki amat sengit,

Irigasi, sumur berisi, adalah barang mewah kini ,

Padi cabai mati berhari-hari bergilir jeriken tirta,

Ancaman gagalnya panen bulir-bulir kosong ,

agar harga komoditi tak jadi penyumbang inflasi,

170 desa NTT perlu 15 miliar untuk cukupi debit air,

Sementara Dana Desa berputar menyamir bimbang,

Tanya mumpuni alokasi, swakelola, Undang-undang Desa

Sedang bencana kemarau nyata sedang mendera..

*

Anak-anak bumi sini menulis di lembaran buku,

Buku tulis, toh bukan batu tulis lagi,

Khawatir akan gulung tikar industrinya,

Sebab terjegal jerit bea masuk kertas,

Tatkala harga produk di negeri sendiri amat menjulang,

Walau konon mentari tropis tak henti menerangi pohon,

Meski pekerja berbiaya tak setinggi di luar tapal batas,

Punggawa berceratuk menghitung masa depan bangsa..

*

Catatan:

NTT: Nusa TenggaraTimur

me·nya·mir : menutup (mengalasi) dng samir (selampai sutra kuning, atau daun pisang yg digunting berbentuk bulat dengan aneka ukuran, biasa digunakan sbg alas nasi untuk selamatan)

Mumpuni: mampu melaksanakan

Berceratuk :  duduk dengan kepala menunduk sedikit

Illustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun