Mohon tunggu...
Merah Delima
Merah Delima Mohon Tunggu... -

Mengasah tulisan dengan ujung pena

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Green Peace, Mainan LEGO, Minyak SHELL : Perseteruan Segitiga?

13 Oktober 2014   04:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:17 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gara-gara memperoleh tekanan dari kelompok pembela lingkungan tingkat global yakni Green Peace, maka produsen mainan anak terkenal asal Denmark, LEGO, ogah mempanjang kontrak bisnisnya dengan produsen minyak ternama, Royal Dutch SHELL. Padahal hubungan kerja sama yang telah mereka bina selama ini bersifat jangka panjang (long-term) dan telah terbukti memperlihatkan hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) secara profesional.

Lego dituduh berkolaborasi dengan perusahaan yang ‘keji’ dan menzalimi lingkungan Arctic (Kutub Utara), yakni perusahaan minyak dan gas bertaraf internasional Shell.

Apa masalahnya?

Sebenarnya hubungan kerja sama tersebut sesaat jika ditilik, tampaknya normal-normal saja, misalnya:

1.Membagi-bagikan mainan LEGO gratis kepada para konsumen yang mengisi BBM di pompa bensin milik Shell. Kebijakan pemberian suvenis ini berlaku di 30 negara, tapi tampaknya tidak di negara kita.

2.Salah satu produk keluarannya adalah sebuah set permainan rangkaian LEGO, yang terdiri dari pompa bensin (petrol station) dan bangunan beserta peralatan pengeboran (drilling rigs) dengan logo Shell, tentunya.

Secara terang-terangan Green Peace menghakimi Shell, atas pilihannya mengontrak Lego adalah demi membangun dan memelihara brand image agar di masa mendatang jutaan anak bahkan dewasa - pecinta produk Lego - akan menjadi pelanggan setia Shell juga. Istilah kerennya adalah membangun brand loyalty. Yah, namanya juga ‘iklan’.

Tak ayal lagi, CEO Lego menolak untuk terus-menerus dilibatkan dalam pertentangkan antara Shell dan Green Peace. Alasannya, Lego hanya terseret kasus, seharusnya Green Peace menyatakan keberatannya langsung kepada pihak Shell.

Lego jelas sangat tak berkenan dengan taktik/politik Green Peace di dalam memanfatkan kerjasama ini, karena hanya akan menciptakan kesalahpahaman dengan pihak stakeholders terkait, dan tentunya memberi imej buruk pada konsumennya, termasuk orang tua dari anak-anak penggemar mainan tersebut.

Sebaliknya, pihak Shell sendiri sebenarnya sangat merasa puas dengan kerjasama bisnisnya dengan Lego. Perusahaan tersebut tadinya ingin melanjutkan kerjasamanya, bahkan ingin merambah dan menjangkau ke lebih banyak negara.  Apa daya Green Peace lebih dahulu telah mengendus bahaya laten atas ekosistem Arctic di masa depan..

Shell ditengarai telah lama beroperasi di Arctic, yakni semenjak tahun 1918. Dikabarkan kegiatan mengeksploitasi energi fosil tersebut masih hendak berlanjut setidaknya satu dekade ke depan, dan diprediksi menghabiskan milyaran dollar. Inilah yang jadi biang keladi kerusuhan bisnis segi tiga tersebut, yakni tuduhan akan perusakan lingkungan hidup sekaligus pemanasan global dari kegiatan eksplorasi minyak di area Kutub Utara tersebut.

Tambahan lagi, sangat dikhawatirkan terjadinya kasus tumpahan minyak, yang tentuya akan berakibat sangat kompleks dan rumit, bahkan hampir-hampir tak mungkin membersihkannya, mengingat kondisi alamnya yang sangat ekstrim. Ancaman akan iceberg terapung berukuran raksasa, stormy seas/ badai, membuat kegiatan pengeboran lepas pantai (offshore drilling) sendiri sedemikian beresiko dan rumitnya.

Menindaklanjuti dan dalam rangka menyosialisasikan masalah ini, Green Peace bahkan tak ragu mengunduh video kreasinya di You Tube, misalnya 1 dan 2 yang setidaknya sudah mencapai 6 juta hits.

Hebatnya, slogan-slogan di dalamnya sangat menyentuh nurani seperti:

-Jangan membuat polusi (mengotori) atas imajinasi anak-anak kita

-Dukung anak-anak kita untuk menyelamatkan Arctic

Green Peace sebelumnya juga pernah melakukan aktivitas pencegahan eksploitasi minyak, walau harus berhadapan dengan Gazprom Arctic Oil Platform - sebuah perusahaan minyak negara Russia - dan berakhir dengan penangkapan aktivis-aktivisnya.

Illustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun