Mohon tunggu...
Dicky Aulia Nugraha
Dicky Aulia Nugraha Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah

Penikmat Sejarah dan Penulis Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah yang Belum Naik Kasta

23 Mei 2023   11:36 Diperbarui: 23 Mei 2023   12:26 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam usaha pembumian sejarah di kalangan muda, seringkali kita menemui kondisi dimana sejarah termarginalkan dengan alasan kurang menjamin bagi masa depan mereka. Sejarah dianggap sebagai bagian dari ilmu kelas dua setingkat dibawah ilmu exact sebagai ilmu utama.

Sejarah, dulu bahkan hingga kini selalu dianggap sebagai masa lalu yang tidak relevan untuk diajukan sisi ilmiahnya. Mungkin kita sering mendengar " Yang sudah terjadi biarlah terjadi " ,sebuah metafora yang mengaharamkan untuk mempersoalkan masa lampau. Ungkapan ini seolah-olah menjustifikasi bahwa sejarah hanya sebuah bagian masa lampau yang setelah dilalui maka harus ditinggalkan bukan untuk direnungkan. Sebuah ironi, khususnya bagi Indonesia, sebuah bangsa besar yang perjalanan hidupnya tak bisa dilepaskan dari sejarah yang hitam dan putih.

Bagi bangsa yang besar, sejarah merupakan suatu komoditi utama yang harus dijaga keutuhan hegemoni dan orisinalitasnya kemudian dijadikan bahan rujukan bagi setiap generasi penerus bangsa untuk merefleksikan setiap peristiwa yang telah sedang dan akan dihadapi. Dalam hal ini, penulis memfokuskan tentang kondisi dan situasi dunia akademik sejarah di Indonesia dalam aspek penghargaan dan kecintaan. Dalam pemikiran penulis, sejarah di Indonesia belum mendapat tempat yang layak sebagai sebuah komoditas ilmu yang menjanjikan dan mencerahkan. Sejarah masih dianggap sebagai ilmu sosial yang kurang menjanjikan. Ironi memang, tapi hal ini memang sebuah realita yang tidak bisa kita tampik. Realita berbicara bahwa di negeri yang besar ini sejarah menduduki posisi kelas dua. Sejarah selalu dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat menjemukan dan bersifat hafalan, bukan hanya itu, lapangan pekerjaan yang berkaitan dengan sejarah juga sangat sedikit.

Lalu, timbul pertanyaan dalam benak kita ( saya tulis " KITA " karena essay ini saya persembahkan untuk semua manusia sejarah ) " apa penyebab semua permasalahan diatas ? ". Setidaknya ada dua faktor yang dapat kita kaji mengenai penyebab termarginalkannya sejarah di bumi Indonesia, faktor utama dari semuanya berasal dari masalah pendidikan. Pendidikan memainkan peran penting dalam usaha pembumian sejarah di bumi Indonesia, dalam upaya pengenalan arti penting sejarah, pendidikan memainkan peran sebagai aktor yang bertugas memperkenalkan, mengajarkan dan menanamkan arti penting sejarah kepada seluruh manusia Indonesia.

Faktor kedua setelah pendidikan adalah mindset publik, dalam hal ini penulis artikan sebagai pola dan cara pikir tentang sejarah. Faktor ini saya anggap sebagai salah satu bentuk pengkerdilan esensi sejarah, hal ini tentunya tak dapat dipisahkan dari faktor pertama, pendidikan. Mindset manusia Indonesia tentang sejarah yang kurang menyenangkan adalah bentuk integral dari bentuk pendidikan sejarah di bangku sekolah yang hanya menekankan pada aspek materi dan dilakukan secara frontal, pemaksaan input materi dalam otak manusia Indonesia dan hal ini mengakibatkan terjadinya hegemoni materi diatas pemahaman komprehensif. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran saya, pendidikan tentang sejarah yang kurang tepat menjadikan masyarakat Indonesia memiliki pemahaman tentang sejarah yang terjungkir balik. Anda pernah bayangkan bahwa ternyata ada jurang pemisah yang begitu nampak antara ilmu exact dan ilmu sosial, dalam hal ini sejarah. Antara ilmu exact dan ilmu sosial terdapat suatu perbedaan yang sangat mencolok dalam benak manusia Indonesia, tapi sepertinya manusia Indonesia memang buta, fakta membuktikan bahwa dalam kehidupan nyata ilmu sosial khususnya sejarah memegang peranan yang sangat penting dalam perjalanan hidup bangsa ini. Dengan sejarah seharusnya bangsa ini menyadari segala kerusakan dan kekhilafan.

Kemudian setelah kita mengetahui penyebab termarginalkannya sejarah dalam benak manusia Indonesia, maka pertanyaan yang seharusnya muncul dalam pemikiran kita adalah tentang bagaimana cara mnyelesaikan problematika tentang sejarah yang telah saya ajukan. Ada 3 solusi atas dua permasalahan yang saya ajukan. Pertama dan yang paling utama adalah melakukan pembenahan dalam sisi pendidikan ilmu sejarah di semua jenjang pendidikan. Saya mengajukan pendidikan sebagai main solution karena pendidikan adalah suatu sistem komunal yang bersifat universal dan dapat mengakomodir seluruh elemen bangsa. Dalam kaitannya dengan operasi penyelamatan sejarah, pendidikan adalah sarana utama penyebarluasan gagasan mengenai ilmu, hakikat, definisi, fungsi dan cara menggunakan sejarah secara arif dan bijak. Pendidikan sejarah seharusnya menggunakan prinsip FUN LEARNING TO BE BETTER. Prinsip pendidikan sejarah ini menitikberatkan pada proses pembelajaran sejarah yang menyenangkan dengan sasaran peserta didik dapat mengambil nilai dan hikmah atas peristiwa sejarah yang dipelajari. Anda tahu, saya seorang mahasiswa sejarah. Tapi apa yang saya dapat di bangku perkuliahan ternyata jauh dari prinsip pembelajaran sejarah yang saya ajukan. Apa yang saya dapatkan di bangku perkuliahan hanyalah sebatas sejarah sebagai ilmu bukan sejarah sebagai VITAE MAGISTRA. Menurut saya, hal ini adalah salah satu penyebab keadaan dimana setiap elemen bangsa setelah mengenyam pendidikan sejarah lalu berhenti pada aspek teori dan kondisi ini diperparah dengan kebiasaan untuk tidak kembali mengulas apa yang telah mereka dapat, atau sekali lagi saya katakan " Yang sudah biarlah berlalu ". Fun Learning To Be Better adalah solusi yang saya tawarkan atas permasalahan pola pembelajaran sejarah yang selama ini bisa dikatakan sangat monoton dan hanya bertumpu pada sisi penguasaan materi tanpa melihat aspek nilai secara komprehensif.

Solusi kedua atas permasalahan dunia sejarah adalah melakukan sedikit perubahan pola pembangunan manusia Indonesia. Selama ini yang kita lihat hanyalah pembangunan yang bertumpu pada aspek fisik saja, atau dengan kata lain pembangunan di negara kita tercinta ini selalu mengagungkan pembangunan secara material dan sengaja melupakan pembangunan aspek kemanusian ( aspek ruhaniah dan batiniah manusia Indonesia, red ). Tanpa kita sadari kondisi semacam inilah yang pada akhirnya jika terus berlangsung akan berdampak secara sistemik. Pendidikan dalam hal ini saya tawarkan sebagai alat yang dapat merubah paradigma berpikir . sejarah dapat digunakan untuk melakukan suatu langkah progressive dengan memperkenalkan khazanah masa lampau. Perubahan yang penulis maksud adalah bahwa pendidikan sejarah mampu menyentuh aspek ruhaniah agar tercipta suatu pola dimana sejarah selalu memberikan arahan untuk melangkah dan arahan dalam tujuan pembangunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun