Apa kabar pujaan hatiku! Sudah makan siang!!!
Aku sebut saja si Tanda Seru. Apa disekolah dulu dia tidak pernah diajarkan tanda baca? Masa tidak bisa membedakan kapan tanda seru (!) atau tanda tanya (?) dipakai. Kalimat yang harusnya cukup di akhiri dengan titik saja, kenapa harus diakhiri dengan tanda seru?
Aku ingin jadi penulis!. Karena mencintaimu adalah sumber inspirasiku! Begitu isi sms yang baru kuterima beberapa menit yang lalu dari laki-laki si Tanda Seru.
Terserah saja, dia mau jadi penulis atau jadi apapun, bukan urusanku!. Aku tak perduli. Aku tegaskan sekali lagi karena aku bukanlah “siapa-siapa” nya dia. Secuilpun aku tidak ada rasa padanya.
Tentang sms-sms nya, masa sih dia tidak ‘peka?. Sejak dia nyatakan cinta, sejak itu pula aku muak untuk membalas smsnya. Bahasa tubuhku sudah mengatakan tapi dia tetap saja bebal terus mencintaiku. Cinta itu buta, seperti katanya. Tapi buatku, dia bukan hanya buta tapi juga tuli dan bisu. Rasanya mau muntah atas segala perhatiannya padaku.
“Sabarlah, Ruth.” Kata Jo padaku,”kenapa kamu tidak terus terang saja Ruth? Jelaskan yang sebenarnya bagaimana perasaanmu padanya.”
Aneh! Sama sekali Jo tidak gusar dengan kegalauanku. Mengapa Jo malah memojokkanku dan malah membela laki-laki itu?
“Jo … “
“Ya, Ruth.” Sahut Jo sambil matanya tidak lepas dari monitor PC nya. “Sorry ya Ruth, aku sambil kerja, banyak laporan yang harus ku buat awal bulan ini.”
Kenapa Jo mengalihkan topik pembicaraan?. Apa masalahku tidak penting?. Ah, Jo, kau sama saja. Apakah semua laki-laki memang tidak peka terhadap bahasa cinta dari seorang wanita? Huh, egois!
Jo adalah teman sekerjaku cuma beda divisi. Jo di divisi IT sedangkan aku di Accounting. Kalau ada trouble pada PC kantor, Jo selalu sigap memperbaiki pekerjaan kami yang hang. Aku suka sama Jo, selain handsome, Jo juga smart. Tidak pernah mengeluh kalau kami bawel minta bantuannya. Tidak sombong dan murah senyum, senyum yang cool, senyum yang diam-diam aku kangenin.
*****
Sayang, lagi apa! Nanti sore kita ketemu yuk!. Akan aku tunjukkan draft cerpen yang baru saja ku tulis, semoga kamu suka!
Sms dia lagi! Buru-buru aku matikan HP ku. Mengapa dia terus saja sms padahal semua smsnya tak pernah kubalas. Telepon berkali-kali pun, tak pernah kuangkat. Rasanya ingin ku buang saja HP ini tapi nomor ku sudah terlanjur dikenal oleh teman-teman.
Akhirnya, setiap bunyi sms atau dering telpon, membuatku bergidik ngeri, aku takut si Tanda Seru itu yang sms atau telpon. Aku berharap Jo yang sms atau telpon. Tapi Jo cuma sms atau telpon ngomongin masalah pekerjaan saja. Jo yang dingin, Jo yang tidak punya rasa kepadaku.
*****
Aku menunggu Jo mengambilkan pesanan vanilla late’ with ice-ku sementara Jo memesangreen tea dan rogut hangat. Jo suka sekali rogut, ada sensasi tersendiri katanya, keju cairnya yang meleleh pada waktu di gigit ditambah dengan saus sambal, hmm maknyuss! menambah nikmat rasa rogut itu. Tahukah kamu, Jo… apapun yang kamu suka, aku pun akan ikut suka.
“Hai, Ruth!.” Teriak seorang laki-laki dari pintu masuk.
“Hah!.” Baru saja satu suapan rogut yang masuk ke mulutku, suapan yang kedua tercekat di kerongkonganku, "The trouble maker!" bisikku lirih.
“Pujaan hatiku, kok kamu disini? Tadi aku ke kantormu tapi kamu gak ada.”
Lelaki ‘tak diundang’ itu, cuek saja duduk diantara kami berdua. Seolah tak perduli dengan keberadaan aku dan Joe. Dia terus saja ‘nyerocos. Dari mana dia tahu kalau aku ada disini?. Apakah ini cuma suatu kebetulan saja? Atau … Sebuah kebetulan yang aku benci!.
“Kenapa gak balas sms dan kalau ditelpon gak diangkat? HP kamu rusak? Nanti aku belikanBlackberry untuk ganti HP-mu yang jadul itu! Oh, iya kenalkan … saya calonnya Ruth!” kata laki-laki itu dengan pe de nya.
“Jo, teman kantor Ruth?” jawab Jolow profile.
“Saya dan Ruth adalah teman sejak kanak-kanak dulu. Keakraban kami berlanjut sampai kami duduk di sekolah menengah….”
Memangnya aku akrab dengannya?. Dasar Ge er!. Bisik Ruth kesal.
“Setelah berpisah karena kami kuliah ditempat yang berbeda. Akhirnya Tuhan jua yang merestui hubungan kami berdua dengan mempertemukan kami di kota ini.”
“Oh ya? Wow! Sebuah persahabatan yang indah.” Sahut Jo berusaha mencairkan suasana.
“Bukan sekedar persahabatan, Mas Bro, tapi lebih dari itu… “
“Oooohhh? Kenapa kamu tidak cerita Ruth?” Tanya Jo polos.
“Jo!” Ruth mendelikkan matanya ke arah Jo, “cukup!”.
“Ruth adalah pujaan hatiku, mawar indah di taman hatiku.”
“Hmm… puitis sekali. Anda pandai sekali, akan banyak wanita yang tergila-gila pada puisi anda. Hehehe… .”
“Cukup! Aku muak dengan basa-basimu, Jo!” Marah yang dipendam akhirnya meledak juga. Ruth membanting garpunya ke piring lalu bergegas meninggalkan Jo dan lelaki itu.
“Ruth!” Teriak Jo.
Ruth terus saja berlalu pergi sambil menumpahkan isak tangisnya.
“Ah, sayang sekali Ruth pergi. Sebenarnya aku mau menunjukkan draft cerpen terbaruku padanya.” Lelaki itu mengeluarkan lembaran kertas dari tasnya. Kemudian diserahkan pada Jo.
“Bacalah, MasBro. Dan tolong kritisi aku!.” Kata Lelaki itu pada Jo.
Jo membaca sambil mengernyitkan keningnya. Mengapa setiap kalimat selalu diberi tanda seru (!) ?. Bisik Jo dalam hati.
“Bagaimana?” Tanya Lelaki itu,
“Hmm… Ok! Oke juga sih!” sahut Jo kikuk.
*****
“Selamat siang, Ada kiriman bunga buat mba.”
“Eh iya, Pak. Taruh saja diatas meja!" perintah Ruth pada seorang security.
Ruth pun mengambil amplop surat berwarna pink, lalu membacanya. Seketika saja Ruth menjadi kesal. Dibuangnya bunga mawar dan robekan surat itu ke tempat sampah dikolong mejanya.
Keesokan paginya terjadi lagi, security mengantarkan kiriman yang sama. Hari ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Sampai hari kesepuluh setangkai bunga mawar merah dan amplop surat berwarna pink, nasibnya berakhir di tempat sampah.
Hari kesebelas, kedua belas dan seterusnya tidak ada kiriman apapun untuk Ruth. Akhirnya Ruth bisa bernapas lega.
Sampai suatu hari. Security datang kembali membawa setangkai mawar putih beserta amplop berwarna putih glossy ke arah meja Ruth.
Ruth langsung marah. “Bukankah saya pernah bilang pada bapak, kenapa tidak langsung dibuang saja!”
“Tapi, mba. Dulu mba bilangnya kan mawar merah. Kalau yang ini kan mawarnya putih jadi saya tidak berani buang.”
Ruth mengernyitkan keningnya, berfikir sebentar. “Ya sudah, taruh saja di meja Pak.”
Ruth penasaran. Hmm, siapa lagi yang ngirim?. Kalau dia lagi yang ngirim, aku akan laporkan ke polisi karena privacy ku sudah terganggu. Bisik Ruth dalam hati.
Ruth pun mulai membuka amplop putih itu lalu membaca suratnya : kapan kita makan rogut lagi?. Tentu saja dengan saos sambalnya yang banyak …
Joooo. Pekik Ruth gembira. Diliriknya ke arah ruang kerja Jo yang hanya dibatasi sekat panel. Jo pun membalas senyum Ruth sambil tangannya mengisyaratkan kalau Jo minta di telpon.
*****
“Ting nong, ting nong.” Bunyi suara bel pagar rumah Ruth.
“Pos kilat, mba!.” Sahut tukang Pos saat Ruth menghampirinya. Ruth menerima sebuah bungkusan beramplop coklat kemudian ia membubuhkan tanda tangan di secarik kertads.
Di ruang tengah, Ruth mulai merobek kertas pembungkusnya. Novel?. Pikir Ruth heran. Ruthpun membaca judulnya : Sepuluh Tangkai Mawar Yang Berakhir Di Tong Sampah.
Hmm, judul yang aneh. Pikir Ruth lagi. Hah!. Ruth kaget ketika membaca nama si penulis novel itu.
*****
Sepulang dari kantor, Jo mendapati istrinya, Ruth duduk di sofa.
“Novel?” Tanya Jo bingung, “sejak kapan Mama suka baca novel?”
“Penulisnya sendiri yang kirim. Katanya ini novel pertamanya, Pa.” Jelas Ruth. “Coba Papa lihat!”
Jo memandang cover depan novel itu. Lalu membolak-balikkan isinya,"jadi dia penulisnya?"
“Ceritanya bagus, Pa… aku saja sampai larut.”
“Sudah tidak banyak tanda seru (!) nya kan?, hehehe…”
“Ih, Papa begitu banget sih, setiap orang kan bisa berubah."
“Oh, jadi sekarang Mama ngefans sama penulisnya?”
"Ih,Papa kok cemburu?" Ejek Ruth sambil mencubit perut Jo dengan manja. Candaan mereka terganggu dengan suara bunyi sms di Hp Ruth, "bip… bip."
“Met Ulang Tahun, Pujaan hatiku! Always love U!” Lutut Ruth langsung lemas setelah membaca sms itu.
“Dari siapa, Ma?”
“Dia lagi! ‘Ngucapin ulang tahun!” jawab Ruth jutek.
“Lah, memangnya ulang tahun Mama bulan September ini?”
“Ya gak lah, Pa! Sok pe de banget dia!”
“Bip .. bip.” Bunyi sms lagi. Ruth membacanya.
“Ma’af salah kirim! Maksud sms-ku bukan untuk kamu, Ruth… tapi untuk pujaan hatiku yang lain.”
“Alhamdulillah… “ Seketika wajah Ruth berubah ceria.
“Kenapa, Ma?”
“Akhirnya… penderitaanku berakhir juga. Si Tanda Seru itu sudah punya pujaan hatinya yang lain.”
“Alhamdulillah… “ Jo mngelus-elus dadanya, kemudian membuang napas lega, “apa perlu dirayakan, Ma? Potong tumpeng atau potong kambing?”
“Hihihi… sekalian dangdutan, Pa… kita panggil organ tunggal! Hihihi…”
Aku dan Jo pun tertawa cekikikan sampai perutku mulas.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H