BELAJAR DARI SEBATANG PENSIL
Pensil. Sebuah benda yang begitu dekat dengan kehidupan manusia, khususnya anak-anak. Pada pensilah mereka mengenal coretan, garis, bentuk, gambar maupun tulisan yang terangkai dengan rapidan indah. Pensil dari masa kemasa terus berbenah hingga berbagai varian guna memenuhi selera bagi penggunanya. Hiruk pikuk kehidupan manusia yang terus bergulir tidak menggeserkan pensil sebagai alat bantu manusia sebagai penyampai ide, penyalin maksud serta simbol maupun ikon
Pensil adalah personifikasi dari bahasa ‘gerak tangan’ sebagai bentuk komunikasi awal anak manusia dalam mencari makna dan pelampiasan isi hatinya. Pensil, bukanlah benda yang pertama kali digunakan manusia untuk membuat kata dan kalimat serta bentuk yang lain. Namun sebagai manusia yang pertama kali mengenal dunia coret- mengcoret, garis – menggaris, serta gambar – menggambar. Sudilah kiranya Saya bertutur betapa pensil merupakan benda yang sangat memiliki arti dalam hidup ini. Bila lilin dengan segala bentuk kepasrahannya rela leleh terbakar demi menerangi gelap yang menerpa dunia pada suatu waktu. Begitupun pensil dengan segala bentuk keikhlasannya rela untuk terus diraut, diruncingkan dan ditajamkan ujungnya guna memberikan kejelasan, ketajaman agar bisa disantap oleh mata dengan jelas dan terang.
Pensil. Dari sinilah episode hidup bermula. Bermula dengan bagaimana bisa untuk ‘menaklukkan pensil’ hingga menjadikannya sebagai sahabat walau tanpa suaranamun cakap dalam tulisan. Butuh waktu, energy serta usaha maksimal dan yang terpenting butuh GURU. Dengan pensil kita berkenalan dengan manusia yang bersahaja yakni guru yang senantiasa membimbing dan melatih agar bisa menggunakan pensil dengan baik dan terampil. Dalam pensil, sukma guru terisi dalam bulir- bulir batang pensil pada tiap goresan. Maka patutlah rasa terima kasih yang tak terhingga itu, kita haturkan pada guru-guru kita ata jasa-jasanya mendidik kita yang berawal dari bagaimana menggunakan pensil.
Pensil yang kian hari pupus hingga tangan-tangan ini susah untuk menggenggamnya, menyimpan banyak cerita, kisah –kisah hebat padanya. Sisihkan senyum sebab pensil pupus itu telah melalui fase hidupnya dalam bertutur. Lewat pensil,mata ini terbuka tentang dunia yang menjadi jendela dari jembatan ilmu. sebagaimana manusia-manusia terdahulu sebelum menemukan pensil juga melakukan aktifitas yang tidak kalah hebatnya dalam beraksi dengan menuangkan idenya pada daun, tulang, kanvas hingga kertas. Tak jarang dari aktifitas itu menuai duka karena harus berbenturan dengan ketidakrelaan dari manusia-manusia yang merasa tergugat oleh bahasa sunyi tanpa bunyi. Namun show must go on. Demi tegaknya Dien dan sebuah peradaban mereka terus berkarya hingga karya itu bisa dibaca oleh generasi selanjutnya. Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nawawi serta cendekian muslim yang namanya mulai asing ditelinga – telinga kita hingga menyebut namanya lidah ini serasa keleseo. Merekalah para penulis-penulis yang tidak mencari nama dilubuk hati manusia namun mencari nama disisi Rabnya yang Agung. Allah Subhanahu wataala sang mencipta kalam. Pensil lahir setelahnya sebagai estafet dalam berkisah lewat tulisan.
Pensil yang walaupun kini tergolong menjadi alat tulis yang telah tertelan zaman. Tetap menjadi sarana latihan bagi generasi dalam memulai episode hidupnya. Pensil banyak memberikan kita inspirasi serta pelajaran yang sangat berarti. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada engkau yang telah men’cipta’kan pensil sebagai alat tulis yang tentunya berawal dari ide kreatif serta riset hingga pensil hadir di dunia untuk diwarnai.
Tulisan inidibuat bukan dengan pensil tetapi langsung dengan memainkan tangan pada tuts-tuts komputer. Walaupun dengan menggunakan media yang lebih mutakhir dari pensil, namun inspirasi untuk berkata-kata lewat tulisan berawal dari pensil. Ku mulai mengenal tulisan huruf demi huruf dengan menggunakan pensil.
Pensil bukanlah pulpen. Pensil bila salah dalam menggoreskan ataupun menuliskannya dapat dikoreksi dengan menghapusnya lalu menuliskannya kembali. Salah satu pelajaran yang bisa kita petik dari pensil adalah dengan kesadaran serta kerendahan hati kita rela mengakui kesalahan dengan berbuat lebih baik lagi, entah itu tidak mengulanginya lagi ataupun bersikap lebih hati-hati dalam melangkah. Pensil selalu setia didampingi rautan dan penghapus dalam segala aktifitasnya. Begitulah dalam hidup ini,kita selalu butuh manusia-manusia yang setia dalam berbuat kebaikan demi kebaikan untuk sebuah perubahan atas peradaban manusia menuju kepada kemuliaan bukan kenistaan.
Pensil ujungnya runcing,siap patah namun siap untuk runcing kembali hingga menjadikannya kenangan manis tak terelakkan.
Abukhairah,Minasa Upa, pukul 01.55 AM. 01-10-2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H