WAG adalah sarana silahturahim tanpa harus bertemu secara langsung Cukup menyapa lewat aplikasi WhatsApp. Â Kehadirannya begitu menyedot perhatian manusia dan menjejakkan identitasnya sebagai warga dunia yang aktifitasnya melalui 'dunia antar gelombang'. Selanjutnya disebut Netizen. Tanpa harus bertemu, cukup jari yang bergoyang maka tersebarlah kisah dan berita. Meski tanpa harus bertemu langsung namun penampakan berupa gambar dan video dapat ditampilkan.
Dalam sehari beberapa chat berdering dalam notifikasi sebagai penanda. Dari situlah interaksi berlangsung. Bincang-bincang, canda tawa, serius dan rapat. Â Larut dalam chat membuat suasana hening tak bergeming. Asyik masyuk mengarungi gadget di tengah hiruk pikuk manusia yang ternyata pun bergiat dalam kegiatan yang sama.Â
WAG, menyatukan yang lama berpisah atau tak berjumpa dalam kurun waktu yang lama. Maka menjadi ajang reuni keluarga, sekolah, maupun komunitas.Â
Hal yang sangat positif dan penuh manfaat. Saling bertegur  sapa, memberi nasihat dan peluang kerja dan usaha. Inilah yang menjadi tujuan utama terbentuknya WAG tersebut.Â
Seiring waktu berjalan, kendala pun selalu hadir tak sesuai rencana. Ketika penghuni grup larut dalam debat yang panjang maka hadirlah sekat-sekat ide, wawasan yang sebenarnya bisa menjadi nuansa yang mewarnai sebatas perdebatan yang wajar.Â
Ego, salah paham, melanggar kode etik  yang telah disepakati dan hal sifatnya privat yang tidak seharusnya ditampilkan sebagai trend topik dalam chat. Akhirnya keretakan yang tak dapat dielakkan yang berujung left (keluar) dari grup dan bahkan grup terancam bubar. Dan yang lebih miris lagi perselisihan di dunia maya berlanjut di dunia nyata.
WAG yang seharusnya menjadi pemersatu berubah menjadi pemisah. Retaklah silaturahim yang dijalin  pada kurun waktu  yang lama sebelum adanya aplikasi chatting tersebut.
 Ibarat jembatan yang dibangun dengan susah payah hancur dengan sekejap. Meski grupnya tetap eksis namun penghuninya hadir sebagai 'grup dalam grup' seakan mencari pendukung untuk debat yang tidak berguna dan mencederai persatuan.
"Mulut harimaumu". Pepatah lama yang menjadi nasihat para pendahulu kita. Mereka tidak pernah membayangkan akan kehadiran teknologi yang mampu memutus birokrasi ruang dan waktu. Akan  tetapi sangat memperhatikan etika lisan dan perbuatan,Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H