Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyikapi Besan Yang Kolot-Pemarah dan Pendek Tongkeng

4 April 2025   07:11 Diperbarui: 29 Mei 2025   07:54 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.tiktok.com/@gagak.lembayung18/video/7376652422984355077

Ketika Arif menikahi Lestari, ia tahu bahwa pernikahan bukan sekadar menyatukan dua hati, tetapi juga dua keluarga, dua budaya, dua dunia. Tapi ia tidak pernah menyangka bahwa yang paling sulit bukanlah menjalin hubungan dengan istrinya, melainkan menghadapi mertuanya, terutama yaitu Pak Darmo.

Pak Darmo adalah sosok lelaki tua yang terhormat di desanya, dikenal sebagai sesepuh dan penjaga tradisi. Dia disegani, bukan karena kekuasaan, tetapi karena wibawa dan pendiriannya yang teguh pada nilai-nilai lama. Baginya, apa yang diwariskan leluhur adalah kebenaran mutlak yang tak boleh diganggu gugat.

Masalahnya, Arif berasal dari keluarga modern perkotaan. Ia dibesarkan dalam lingkungan liberal, terbuka pada berbagai gaya hidup dan kepercayaan. Ia makan apa pun yang halal dan enak, tidak mempermasalahkan rempah atau jenis ikan.

Ia mencium anaknya untuk menunjukkan kasih sayang, bahkan di depan umum. Tapi semua itu tampaknya jadi masalah besar bagi Pak Darmo.

Masih teringat jelas bagaimana pertama kali ia ditegur keras hanya karena menggendong anaknya, Dimas, sambil menciumnya di depan keluarga besar saat Lebaran.

    "Nak Arif," suara Pak Darmo berat dan dalam. "Kita ini orang Timur. Lelaki tidak seharusnya memperlihatkan kasih sayang berlebihan di depan umum. Ciuman itu bisa melemahkan jiwa anak laki-laki. Kau ingin dia jadi manja dan lembek?"

Arif tercekat. Itu bukan sekadar komentar. Itu pernyataan mutlak dari seorang yang tidak bisa dibantah.

***

Masalah tidak berhenti di situ. Ketika suatu kali, Ibu Arif, Nurmala, memasak gulai ikan patin dengan sedikit kunyit untuk acara keluarga, Pak Darmo langsung keluar dari ruang makan.

    "Kunyit bisa membawa sial untuk pernikahan muda!" serunya, wajah merah padam. "Dan ikan patin itu lemah! Lembek seperti dagingnya, tidak cocok untuk darah pejuang!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun