Dalam konteks pembangunan bangsa dan negara, peran pemerintah dalam menjaga stabilitas dan kesejahteraan rakyat menjadi hal yang mutlak. Namun, ada kalanya pemerintah dianggap gagal memahami atau bahkan mengabaikan realitas yang dialami oleh masyarakat, terutama mereka yang berada di lapisan paling bawah dalam struktur sosial dan ekonomi.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dirasa tidak adil telah lama menjadi topik diskusi di berbagai forum, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Salah satu isu utama yang sering kali muncul adalah ketidakpedulian pemerintah terhadap penderitaan rakyat kecil, yang seolah semakin terpinggirkan di tengah perkembangan zaman.
Salah satu potret nyata dari penderitaan ini adalah hilangnya mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakat di pedesaan dan daerah terpencil. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak warga yang menggantungkan hidup dari kegiatan berladang ditangkap karena dianggap melanggar hukum lingkungan, khususnya terkait dengan pembakaran hutan.
Praktik ladang berpindah yang telah menjadi tradisi turun-temurun di banyak daerah, kini dianggap sebagai ancaman terhadap kelestarian hutan. Memang, kebakaran hutan merupakan masalah serius, terutama jika kita mempertimbangkan dampaknya terhadap perubahan iklim dan kerusakan ekosistem.
Namun, yang menjadi masalah adalah pendekatan represif yang diambil pemerintah dalam menangani kasus ini. Banyak warga ditangkap dan bahkan mengalami penyiksaan oleh aparat penegak hukum, padahal bagi mereka, berladang adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup.
Fenomena ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk melihat permasalahan dari perspektif masyarakat kecil. Dalam kasus ini, tindakan represif bukanlah solusi yang adil dan berkelanjutan.
Sebaliknya, pemerintah seharusnya mencari solusi yang lebih komprehensif, seperti memberikan pelatihan tentang teknik pertanian yang lebih ramah lingkungan, menyediakan alternatif pekerjaan, atau bahkan memberikan akses yang lebih mudah ke lahan-lahan yang aman untuk digarap. Sayangnya, pendekatan semacam ini sering kali diabaikan, dan yang muncul adalah tindakan-tindakan yang justru menambah penderitaan masyarakat.
Selain berladang, sektor pertambangan emas rakyat juga menjadi sasaran tindakan represif dari pemerintah. Di berbagai daerah, banyak penambang emas skala kecil yang ditangkap, dan mesin-mesin mereka dibakar oleh aparat penegak hukum. Ironisnya, banyak dari mesin-mesin tersebut masih dalam proses kredit dengan bank.
Hal ini tidak hanya merugikan para penambang dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi ekonomi. Mereka kehilangan alat produksi mereka, yang pada gilirannya menghancurkan mata pencaharian mereka dan menjerat mereka dalam utang yang semakin sulit untuk dilunasi.