Pada hari yang telah dinanti-nantikan oleh puluhan ribu umat Katolik di Indonesia, Gereja Katolik di Tanah Air menyambut kehadiran yang mulia, Bapa Paus, yang datang untuk memimpin Misa Agung di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.
Misa ini bukan hanya menjadi momen istimewa bagi mereka yang hadir secara langsung, tetapi juga disiarkan secara live ke seluruh pelosok negeri, memungkinkan lebih banyak umat untuk turut merasakan kehadiran sang gembala dari Vatikan.
Namun, beberapa jam sebelum Misa dimulai, cuaca tidak bersahabat. Awan tebal menggantung di atas langit Jakarta, dan tiba-tiba hujan lebat mengguyur ibu kota. Ribuan umat yang sudah hadir di GBK pun segera mengenakan mantel hujan dan membuka payung mereka, mencoba melindungi diri dari derasnya air hujan yang turun. Tetesan air hujan membasahi setiap sudut stadion, membuat suasana semakin syahdu namun juga menantang bagi semua yang hadir.
Di tengah situasi tersebut, seorang pastor yang turut hadir di sana mengambil inisiatif. Dengan penuh keyakinan dan iman yang kuat, ia mengajak umat yang hadir untuk berdoa 10 kali Salam Maria kepada Bunda Maria, ibu penuh kasih yang selalu menjadi perantara bagi umat manusia kepada Allah Tri Tunggal.
Pastor itu mengajak seluruh umat untuk berdoa bersama, memohon agar hujan segera berhenti sehingga perayaan Misa dapat berjalan dengan lancar. "Ya Bunda Maria," serunya, "sampaikanlah permohonan kami kepada Allah, agar hujan ini berhenti dan kami bisa merayakan Misa dengan damai dan khidmat."
Sungguh ajaib, entah itu sebuah kebetulan atau mukjizat, tak lama setelah doa itu dilantunkan, hujan yang tadinya deras mulai mereda. Langit yang semula kelabu mulai menunjukkan secercah cahaya, dan dalam beberapa menit, hujan benar-benar berhenti.
Seluruh peserta Misa bersorak gembira, mengangkat tangan ke langit sambil mengucap syukur. "Puji Tuhan!" terdengar seruan di mana-mana. Keajaiban itu seakan menjadi pertanda bahwa Tuhan mendengarkan doa mereka.
Selama beberapa jam berikutnya, cuaca tetap cerah, memberi kesempatan bagi Bapa Paus untuk memimpin Misa dengan tenang dan khidmat, di tengah lautan umat yang penuh sukacita.
Misa itu berjalan lancar dan meriah, membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi semua yang hadir, baik di GBK maupun mereka yang menyaksikan dari rumah. Umat Katolik di seluruh Indonesia merasa terhubung dalam iman, menyatu dalam doa bersama Bapa Paus.
Namun, di balik kemeriahan acara tersebut, ada sedikit kekecewaan yang muncul di kalangan tertentu. Beberapa orang, baik yang hadir maupun yang mengikuti secara live, merasa terusik oleh satu hal yang tidak terduga: selama Misa berlangsung, kumandang azan ditampilkan dalam bentuk running text di layar televisi.
Reaksi atas keputusan ini beragam. Sebagian orang mengungkapkan ketidaksetujuan mereka dengan bijak, namun ada pula yang melontarkan kata-kata kasar dan penuh sumpah serapah dan sungguh tidak manusiawi.