Cabai Rawit masak di pokok
Warga +62 adalah warga dunia yang terkenal akan besarnya konsumsi cabainya, sehingga masalah cabai bisa menjadi masalah nasional dan presiden saja sampai harus turun tangan untuk mengatasinya. Karena kebanyakan resep masakan lezat selalu ada cabainya, paling tidak juga untuk membuat sambal cabai sebagai pelengkap hidangan makan. Tetapi ironisnya, hampir setiap musim kemarau panjang, persoalan kelangkaan cabai akan terjadi. Di mana-mana tidak ada cabai, kalaupun ada sudah pastilah harganya akan melambung.
Namun tidak semua orang akan kesulitan seperti itu. Ada saja manusia Indonesia yang cerdik pandai dalam melihat peluang dan memanfaatkan situasi seperti itu untuk keuntungan dirinya. Seperti yang dilakukan seorang pemuda cerdik yang tinggal di kaki sebuah bukit di Kalimantan Barat, berjarak sekitar 22 km dari kota besar di daerahnya. Di awal tahun 1997, dia sudah melihat tanda-tanda akan datangnya kemarau panjang itu. Dia juga ingat bahwa pada setiap musim kemarau panjang biasanya akan terjadi kelangkaan cabai rawit di pasaran. Meskipun ada, harganya sudah pasti mahal.
Diawal tahun dia sudah menyiapkan dan membersihkan lahannya, serta sudah membuat pupuk kompos dari rumput dan kotoran hewan ternak. Dia memilihi cabai rawit, karena jenis inilah yang paling banyak dikonsumsi masyarakat di Kalimantan Barat. Setiap hari dia rajin mengurusnya, menyiraminya, menyiangi tanamannya, dan sebulan sekali memberinya pupuk organik.
Apa yang diprediksi pemuda ini memang menjadi kenyataan. Beberapa bulan kemudian kemarau panjang pun terjadilah. Setelah beberapa bulan terhitung dari awal kemarau, maka cabaipun menjadi langka di pasar. Kalaupun ada sedikit-sedikit, maka harganya sudah sangat mahal. Sekitar empat bulan setelah ditanam, cabai rawit pemuda inipun sudah bisa di panen. Dengan senang hati dia memanennya dan mendapatkan hasil ratusan kilogram cabai masak yang segar.
Besoknya dia membawa cabainya ke pasar di ibukota kabupaten yang jaraknya hanya sekitar 22 km saja dari tempat tinggalnya. Dia langsung berjualan di pusat pasar sayur di kota. Tidak perlu waktu terlalu lama, jualan cabai rawitnya ludes dalam waktu beberapa jam saja, sehingga dia masih punya waktu untuk jalan-jalan di pasar.
Si pemuda cerdik ini sudah lama memimpikan memiliki sebuah sepeda motor. Maka dia pergi menuju ke arah sebuah show room sepeda motor merek terkenal yang cukup besar di kota itu. Di liriknya sebuah motor bebek 125 cc yang sudah lama dimpikannya. Ditanyanya harganya, hanya sekitar 4 jutaan. Sementara uang dikantongnya hampir enam jutaan. Maka tanpa pikir panjang, dibelinya motor itu secara cash, dan masih ada juga sisa uangnya untuk belanja yang lain. Dengan adanya motor, maka dia tidak perlu lagi numpang mobil orang jika mau menjual cabai ke kota ataupun untuk keperluan lainnya.
Segala sesuatunya tidak ada yang mustahil jika mau berusaha, rajin, ulet, pantang menyerah, dan mengerjakan segala sesuatu dengan senang dan sungguh-sungguh. Dalam setiap kesulitan, pasti ada kesempatan. Kita harus pandai-pandai mencari dan melihat peluang itu dan cerdik memanfaatkannya. Termasuk dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, haruslah  pandai memanfaatkannya menjadi peluang.  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H