Mohon tunggu...
bakulan opini
bakulan opini Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi

Melek literasi itu lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenaikan PPN 12 Persen dan Kapitalisme: Beban Tambahan bagi Rakyat

1 Januari 2025   09:59 Diperbarui: 1 Januari 2025   10:01 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025. Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai kalangan yang menilai bahwa sistem kapitalisme dan kebijakan pajak yang diterapkan gagal mensejahterakan rakyat. Pajak merupakan instrumen vital dalam sistem kapitalisme, berfungsi sebagai sumber utama pendapatan negara. Namun, ketika negara terlalu mengandalkan pajak, beban finansial justru ditimpakan kepada rakyat. Kenaikan PPN menjadi 12% per Januari 2025 menambah deretan panjang kebijakan yang membebani masyarakat luas. Sebuah petisi daring yang menolak kenaikan PPN ini berhasil mengumpulkan lebih dari 197 ribu tanda tangan, mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap kebijakan tersebut (CNN Indonesia, 28/12/2024).

Dalam sistem kapitalisme, negara sering berperan sebagai fasilitator bagi kepentingan pemilik modal, sementara kesejahteraan rakyat terabaikan. Pajak yang seharusnya menjadi alat redistribusi kekayaan malah menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah. Berbagai kalangan mulai dari buruh hingga akademisi ikut menyuarakan penolakan terhadap kebijakan ini, yang dinilai semakin menambah ketimpangan sosial. Pemerintah beralasan kenaikan PPN akan meningkatkan pendapatan negara dan memperbaiki ekonomi, namun kenyataannya, kebijakan ini justru memperburuk keadaan masyarakat.

Islam menawarkan perspektif berbeda dalam pengelolaan keuangan negara. Pajak dalam Islam bukan sumber pendapatan utama, melainkan alternatif terakhir yang diterapkan dalam kondisi tertentu dan hanya menyasar kalangan mampu. Negara dalam sistem Islam memiliki tanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat tanpa membebani mereka dengan berbagai pungutan. Kenaikan PPN ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme belum mampu memberikan kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Sudah saatnya mempertimbangkan sistem alternatif yang lebih adil dan berpihak pada rakyat, seperti yang ditawarkan oleh Islam. (Tirto.id, 21/12/2024).

Dengan semakin meningkatnya penolakan terhadap kebijakan ini, pemerintah seharusnya mendengarkan aspirasi rakyat dan mempertimbangkan solusi yang lebih adil dan berkelanjutan. Dalam sistem kapitalisme, kebijakan seperti kenaikan PPN akan terus muncul, namun jika kita beralih pada sistem yang lebih mensejahterakan, kesejahteraan rakyat dapat lebih terjamin tanpa mengorbankan mereka dengan beban pajak yang terus meningkat. (Reuters, 14/11/2024).

Solusi yang lebih adil bisa ditemukan dalam penerapan sistem Islam kaffah, yang tidak hanya mengandalkan pajak sebagai sumber pendapatan negara. Dalam sistem ini, pengelolaan harta negara dilakukan dengan adil, dengan memastikan bahwa setiap individu mendapatkan haknya tanpa perlu dibebani oleh pungutan yang memberatkan. Negara bertanggung jawab untuk menyediakan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur tanpa harus bergantung pada beban pajak yang menindas. Lebih dari itu, sistem ekonomi Islam mendorong solidaritas sosial, di mana penguasa bertindak sebagai pengurus yang amanah dalam mengelola kekayaan negara untuk kesejahteraan rakyat. Jika diterapkan dengan benar, sistem ini akan menghasilkan ekonomi yang stabil dan masyarakat yang sejahtera, tanpa adanya ketimpangan sosial yang semakin lebar.[]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun