Di era modern ini, kasus-kasus tragis yang melibatkan keluarga semakin sering muncul di berbagai media. Sebagai contoh, berita mengenai seorang ibu yang dibunuh oleh anak kandungnya di Sampit , seorang bocah yang dibunuh dan dimasukkan dalam karung oleh ibu tirinya di Sumatera Utara , serta seorang anak yang membunuh ayahnya dan melukai adiknya di Cirebontirtodotid. Kejadian-kejadian ini menunjukkan adanya masalah serius dalam struktur dan hubungan keluarga yang seharusnya menjadi tempat berlindung dan tumbuhnya kasih sayang. Namun, mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya terletak pada sistem yang mendominasi kehidupan kita: kapitalisme sekuler.
Sekulerisme dan Kapitalisme: Musuh dalam Selimut Keluarga
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berfokus pada kepemilikan pribadi dan pencapaian materi sebagai tujuan utama. Sekulerisme, di sisi lain, memisahkan agama dari kehidupan publik, termasuk dalam urusan negara dan masyarakat. Ketika kedua sistem ini berpadu, dampaknya terhadap keluarga menjadi sangat merusak.
Dalam sistem kapitalisme, nilai sebuah hubungan sering kali diukur dari seberapa besar materi yang bisa dihasilkan. Hal ini membuat hubungan antar anggota keluarga menjadi dingin dan cenderung transaksional. Orang tua sibuk bekerja untuk mengejar materi, sementara anak-anak dibiarkan tumbuh dengan minim perhatian dan kasih sayang. Akibatnya, ikatan emosional yang seharusnya menjadi fondasi keluarga hancur, digantikan oleh kepentingan pribadi dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan materi.
Tidak hanya itu, sekulerisme juga berperan dalam menghancurkan nilai-nilai moral dalam keluarga. Dalam pandangan sekuler, agama dianggap sebagai urusan pribadi yang tidak boleh mengatur kehidupan publik. Akibatnya, nilai-nilai agama yang seharusnya menjadi pegangan dalam membangun keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang menjadi terabaikan. Anak-anak tumbuh tanpa bimbingan moral yang kuat, sehingga mudah terjerumus dalam perilaku menyimpang.
Negara Sebagai Penyebab Kerusakan Keluarga
Penerapan sistem kapitalisme sekuler oleh negara juga turut berperan dalam merusak hubungan keluarga. Sistem pendidikan yang ada saat ini, misalnya, lebih menekankan pada pencapaian akademis dan prestasi materi daripada pembentukan karakter dan moral. Anak-anak diajarkan untuk mengejar kesuksesan materi, bukan untuk menjadi manusia yang berbudi pekerti dan menghormati orang tua serta keluarganya.
Sistem ekonomi yang diterapkan juga sangat tidak mendukung kesejahteraan keluarga. Harga-harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, ditambah dengan upah yang rendah, membuat banyak orang tua harus bekerja ekstra keras hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibatnya, waktu yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga justru habis untuk bekerja, sementara anak-anak kehilangan perhatian dan kasih sayang dari orang tua mereka.
Lebih jauh lagi, sistem politik yang ada juga tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi keluarga. Program-program kesejahteraan yang ada sering kali tidak efektif dan tidak menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Padahal, negara seharusnya berperan sebagai pelindung dan pengayom, bukan justru menjadi penyebab keretakan dalam keluarga.
Islam Kaffah: Solusi untuk Keluarga yang Kokoh
Berbeda dengan kapitalisme sekuler, Islam menawarkan sistem yang dapat menjaga dan memperkuat ikatan keluarga. Dalam Islam, keluarga dianggap sebagai salah satu pilar penting dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, Islam memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana keluarga harus dibangun dan dijaga.