Mohon tunggu...
Karenhapukh
Karenhapukh Mohon Tunggu... Insinyur - cerdikiawan

Lulusan pertanian, senang jurnalistik, dan traveling. Analis Ketahanan Pangan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mencolek Pemangku Kebijakan

5 Desember 2012   13:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:08 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedelai Lahan Pasang Surut Lampung Timur (Source: http://hansdw08.student.ipb.ac.id/)

Kebijakan di negeri ini dipangku dengan baik oleh pemangku kebijakan. Isu kerentanan pangan di tahun 2014 melahirkan kebijakan-kebijakan yang akan dipangku oleh pemangku kebijakan. Dari ketiga bahan pangan yang akan dijaga ketersediaanya untuk menyuap mulut-mulut menga-nga warga baik republik ini, kedelai merupakan bahan pangan yang alot sekali pengembangannya dibandingkan padi dan jagung. [caption id="" align="aligncenter" width="574" caption="Kedelai Lahan Pasang Surut Lampung Timur                                                                                               (Source: http://hansdw08.student.ipb.ac.id/)"][/caption] Terus terang saja, pemangku kebijakan terus saja memangku kebijakan impor kedelai. Ketersediaan kedelai dalam negeri dijamin dari impor, gampang kan? Gitu aja kok repot! Engga kok, republik ini juga sedang menanam kedelai. Yang namanya swasembada kedelai itu tidak dijamin oleh impor tapi dijamin ketersediaanya dalam negeri sendiri. Cerdas! Berapa lahan yang sudah digarap? Hmm, rencananya akan dibuka 200 ha untuk tahun 2013. Bagus! Mari kita kalkulasi. Bila 1 hektar dapat menghasilkan 2.5 ton. Sederhananya dari 200 ha dihasilkan 500 ton kedelai. Bagus! Bila hasil ini dilindungi oleh pemangku kebijakan dengan menyerapnya, berapa biaya yang akan dikucurkan untuk membelinya? Bila diasumsikan harga 1 kg kedelai adalah Rp 7000 maka diperlukan Rp 7000/kg x 500,000 kg = Rp 3,500,000,000 (Tiga setengah miliar rupiah). Ada yang berani mengeluarkan biaya sebesar tersebut untuk menyerap hasil petani? Ah. Ini terlalu muluk-muluk. Yang namanya impor tetap lebih menguntungkan, ya kan bapak-bapak pemangku kebijakan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun