Minggu, 5 Januari lalu, petani-petani keramba di Sungai Segah mendadak bingung ketika mendapati banyak ikan di keramba mereka mengapung dan tak bernyawa. Lebih kaget lagi ketika melihat air Sungai Segah berubah menjadi kehijauan. Terakhir kali pemandangan seperti ini terjadi pada 2016 silam. Saat itu memang Sungai Segah sedang tercemar.
Dugaan sementara yang sempat diungkapkan oleh Bupati Berau, H. Muharram saat menyidak langsung ke lokasi adalah akibat pencemaran dari aktivitas perusahaan sawit.Â
Diketahui, di bantaran Sungai Segah memang terdapat kebun sawit. Pupuk dari tanaman sawitlah yang diduga menjadi penyebabnya, juga cara pemberian pupuk yang kurang tepat, yakni dengan cara dihambur, bukan ditanam di bawah tanah.
Pupuk yang dihambur di atas permukaan tanah rawan terbawa agen seperti angin atau air. Hal tersebut yang kemudian terjadi. Ketika intensitas hujan semakin padat pada awal tahun lalu, air hujan turut menyapu pupuk yang tidak terserap tersebut.Â
Air beserta pupuk tersebut kemudian mengalir melalui puritan yang ada di kebun sawit menuju ke Sungai Segah.
Beberapa minggu berselang setelah itu, Dinas Lingkungan Hidup  Kabupaten Berau menuturkan bahwa pencemaran yang terjadi adalah karena fenomena eutrofikasi, yakni emisi dari nutrisi industri yang kemudian mencemari perairan.Â
Selain dari nutrisi industri (pupuk), bisa juga berasal dari detergen, limbah manusia dan peternakan. Limbah yang mengandung unsur harafosfor dan nitrogen ini akan merangsang pertumbuhan fitoplankton atau alga dan meningkatkan produktivitas perairan.Â
Produktivitas perairan pada tahap yang lebih lanjut bisa memicu pertumbuhan alga yang merugikan kehidupan organisme lain yang ada di perairan. Itulah mengapa banyak ikan karamba menjadi tercemar dan mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H