Mohon tunggu...
Mentari Pagi
Mentari Pagi Mohon Tunggu... -

Kadang cuma diujung pena, kita bisa jadi siapa saja. Seringkali hanya di ujung jari, kita bisa jujur jadi diri sendiri. Numpang sembunyi, senang ketemu anda semua di sini :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Doa Terakhir

18 Agustus 2012   22:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:33 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku pelupa, aku melupakan semuanya, janji, tanggal ulang tahun, dan tanggal-tanggal yang seharusnya kuingat waktu ulangan sejarah semasa SD dulu.

Dan, kemarin aku lupa dimana aku meletakkan kacamataku. Adegan terakhir yang kuingat dari malam itu adalah aku menyerah ketika mataku sudah terlalu lelah menatap deretan huruf di layar netbook ku. Aku tidur, tapi aku lupa kacamata itu kuletakkan dimana. Aku sudah berusaha menggali sisa memori malam tadi, dan potongan adegan yang berseliweran di otakku tidak juga memperlihatkan dimana kacamata itu. Aku sudah mencari kacamata itu ke sekeliling rumah, tidak ketemu. Jadi aku membongkar lemari mencari kacamata lamaku. Sampai sekarang kacamataku belum ketemu, tapi diantara lupaku tentu saja aku masih mengingatmu.

Aku bingung sebenarnya kau itu apa. Begitu ahlinya kamu menyelip di antara sel-sel otakku sampai program pencucian otak beruntun - mulai dari baca buku motivasi, menyibukkan diri, menghadirkan makhluk baru, dan pindah kota tidak juga menghapusmu dari situ. Kamu persis seperti noda bandel yang tidak bisa dihilangkan dengan sepuluh kali kucek, apalagi cuma sekali.

Sudahlah lupakan kacamata itu, ini waktunya doa pagi. Aku masuk ke kamar, melipat tangan, menundukkan kepala, mengucapkan sebaris doa dan diujungnya kuselipkan permohonan agar kau selalu baik-baik saja. Aku membuka mata, dan tiba-tiba aku sadar kenapa aku sulit sekali lupa.

Aku berdoa lima kali sehari. Doa pagi, tiga kali doa makan, dan sekali doa malam. Dan dalam doa-doa itu tak sekalipun aku lupa menyebut namamu. Dan kau ada di situ, tetap ada di situ. Jadi ijinkan aku mengucap doa terakhir untukmu karena aku butuh melanjutkan hidupku.

Maka ini doaku,
Semoga hidup memberimu cukup kebahagiaan,
sehingga kamu bisa tertawa.
Semoga hidup memberimu cukup kesedihan,
sehingga kamu bisa menangis.
Semoga hidup memberimu cukup ujian,
sehingga kamu terus bertumbuh.

Aku turun dari tempat tidurku, kakiku menyentuh sesuatu, kacamataku ketemu di situ di bawah tempat tidurku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun