Demam berdarah adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang disebabkan oleh salah satu dari empat virus dengue yang berkerabat dekat, yaitu DenV-1, DenV-2, DenV-3, dan DenV-4. Demam berdarah ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue. Nyamuk betina terinfeksi ketika menggigit seseorang dengan virus dengue dalam darahnya baik di dalam maupun di luar ruangan pada siang hari. Infeksi paling sering didapat di lingkungan perkotaan. Dalam beberapa dekade terakhir, perluasan desa, kota, dan kota di daerah yang biasa terjadi dan peningkatan mobilitas orang telah meningkatkan jumlah epidemi dan virus yang bersirkulasi.
Indonesia merupakan negara dengan 257,5 juta penduduk dan 17.500 pulau yang tersebar di garis khatulistiwa. Iklim tropis dan kelembaban yang relatif tinggi membuat Indonesia menjadi lingkungan yang menguntungkan untuk penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor. Tren peningkatan infeksi dengue selama beberapa dekade terakhir menempatkan Indonesia sebagai salah satu daerah endemis demam berdarah. Indonesia dilaporkan sebagai negara dengan kasus demam berdarah terbesar kedua di antara 30 negara endemik.
Demam berdarah muncul sebagai beban kesehatan masyarakat dan menjadi semakin penting, dengan jangka penyembuhan semakin lama dan semakin banyak siklus epidemi termasuk kasus demam berdarah dengan tanda bahaya dan demam berdarah parah. Di Indonesia, meskipun beberapa program dan upaya pengendalian telah dilakukan, baik insiden maupun angka kematian kasus masih tinggi dan belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Masih ada beberapa tantangan yang perlu ditangani, seperti sistem surveilans, ketersediaan laboratorium yang memadai, pengetahuan masyarakat, kesadaran, dan keterlibatan terhadap DBD, banyak kasus baru yang dilaporkan dari kota atau kabupaten baru, mobilitas pembawa penyakit DBD yang tinggi, kepadatan masyarakat di pusat kota/kabupaten, akses ke puskesmas, dan ketersediaan obat dan vaksin.Â
Surveilans penyakit virus tular vektor ini sebagian besar masih pasif dan berdasarkan laporan rumah sakit yang merupakan perkiraan kasus nyata masih kurang dilaporkan. Dilaporkan juga bahwa banyak puskesmas dan klinik tidak memiliki dukungan laboratorium yang memadai. Beberapa penelitian menemukan sekitar sepertiga populasi orang dewasa memiliki pengetahuan yang cukup tentang demam berdarah dan penyebarannya yang cepat ke orang lain. Namun, hanya sekitar 17% dari mereka yang sadar dan mengetahui dengan jelas cara pencegahannya. Selain itu, tingginya angka kejadian demam berdarah juga dapat disebabkan oleh meningkatnya tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, habitat nyamuk, cara penularan yang lebih efektif, perjalanan penyakit demam berdarah yang lebih sering, gejala demam berdarah yang lebih singkat, akses pengobatan demam berdarah. Kondisi rumah seperti tata kelola dan tata letak barang di rumah juga dapat mempengaruhi tingginya angka kejadian demam berdarah.
Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas, geografis dan keanekaragaman hayati yang bervariasi, kepadatan penduduk, dan karakteristik penduduk yang beragam. Meningkatnya jumlah penduduk dan penyebaran penyakit DBD yang luas di Indonesia disebabkan oleh tingginya mobilitas penduduk, perkembangan kawasan perkotaan, perubahan iklim, peningkatan kepadatan penduduk, dan perubahan persebaran penduduk. Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, dan arah udara sehingga mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Tantangan terakhir dan terpenting adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat untuk ikut secara konsisten menjaga lingkungan dari penyakit DBD masih sulit. Berbagai terobosan yang dilakukan pemerintah seperti 3 M plus dengan menguras, menutup, mengubur, jumantik (relawan atau mahasiswa yang secara berkala memantau jentik Aedes di tempat penampungan air di rumah) dan sebagainya sudah lama beredar. Namun orang yang mudah lupa dan bosan menjadi masalah. Misalnya setelah beberapa waktu tidak ada kejadian luar biasa, masyarakat menganggap aman dan sembrono, akibatnya ketika kasus meledak, masyarakat hanya bisa terdiam.
Sudah lama diyakini bahwa pencegahan dan pengurangan penularan virus dengue sangat bergantung pada pengendalian vektor (Aedes sp.) atau pemutusan kontak manusia-vektor. Kegiatan pengendalian penularan harus menargetkan Aedes aegypti (vektor utama) di habitat stadia dewasa maupun yang belum dewasa. Tingginya angka kematian akibat demam berdarah menuntut masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan berjangkitnya penyakit ini di lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk bersama-sama menciptakan lingkungan sehat bebas jentik untuk menekan angka kejadian penyakit DBD. Program pencegahan dan pengendalian perlu dilakukan dengan komitmen khusus dari para pemangku kepentingan dari tingkat atas hingga bawah. Saat ini Kementerian Kesehatan telah mencanangkan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui cara 3 M plus dan diharapkan masyarakat dapat secara aktif berpartisipasi untuk mewujudkan Indonesia sehat tanpa DBD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H