Dalam turing bersama 10 orang rekan-rekan Kompasianer ditemani oleh beberapa rekan dari TVS Motor Club Jakarta 23 & 24 Agustus 2016 kemarin,ada kisah yang membuat saya mengalami suatu perubahan pandangan. Bukan pandangan hidup tapi pandangan saya akan motor dengan kopling, atau yang sering disebut Motor Laki!
Dalam keseharian, saya adalah pengguna motor matic, baik honda astrea ataupun scoopy. Terakhir saya menggunakan kopling adalah sekitar 10 tahunan lalu dengan motor GLPro milik kantor yang kondisinya tidak cukup baik, saya sempat punya Tiger walau tidak sering digunakan dan dijual gegara merasa keberatan dengan bodynya, repot naiknya buat menembus kemacetan.Â
Dalam turing ini dengan alasan repot dan lebih mudah jika merokok, saya awalnya memilih motor TVS Dazz matic, yang tinggal ngegas doang langsung jalan. Handling motor ini ketika di perkotaan sangat amat lincah jauh lebih lincah dari scoopy milik saya. Mungkin karena bentuknya lebih singset jadi TVS Dazz ini lebih gampang dikemudikan.
Namun masalah mulai timbul ketika melewati jalanan kosong. Untuk mencapai kecepatan 85km/jam saja motor ini sepertinya sudah mengeluarkan kekuatan mesinnya dengan setengah modar. Saya jadi sering ketinggalan dengan teman lainnya dan ditegur oleh om Mulyadi dari TVS Motor Club yang bertugas sebagai sweeper. Belum lagi ketika melewati jalan degan belokan-belokan tajam ketika menuju penginapan Resort Giri Tirta Kahuripan, Wanayasa, saya kembali tertinggal karena tidak berani menggeber kencang motor matic TVS Dazz ini. Berasa goyang dan nggleser di belokan, serasa tidak cukup aman untuk berbelok tajam walau memang kekuatan mesinnya dahsyat karena kuat menanjak tanpa kehilangan kecepatan.
Ketika di penginapanpun rekan-rekan lain "meledek" saya karena lebih memilih motor matik yang berkesan gak jantan. Awalnya sih saya santai saja karena mental saya yang kuat dan gak mempan di ledek. Tapi lama kelamaan jadi panas juga.
Perjalanan Pulang ke Jakarta akhirnya saya memutuskan untuk bertukar motor dengan rekan yang lain, saya membawa TVS Apache RTR 200 4V, motor laki CC besar seharga 24 juta dari TVS. Dengan narsisme tingkat akut saya menempel om Kevin yang memegang kamera agar terfoto bersama motor keren ini.
Luar biasa sekali kenikmatan motor laki TVS ini, saya yang tadinya dengan motor matic ketika di rombongan selalu berada di urutan terbelakang bisa bermain-main dengan kecepatan hingga sampai urutan kedepan. Bahkan yang tak terlupakan, perasaan kaget ketika jalanan kosong dan menggeber motor ini, saya menemukan saya sudah melalui kecepatan 131 km/jam. Luar biasa untuk saya pribadi, dimana ini merupakan rekor baru bagi saya dalam mengendarai motor.
Ketika memasuki perkotaan, kembali lagi motor ini teruji. Bayangan saya bahwa motor laki sangat tidak nyaman ketika macet sirna. TVS Apache RTR 200 4V ini dapat dikendalikan dengan mudah menembus kemacetan. Handling yang nyaman untuk meliuk-liuk mencari selah diantara mobil-mobil yang menumpuk di jalanan. Motor laki ini terasa ringan sehingga saya tidak berasa berat dan kelelahan dalam mengendarainya di kemacetan kota.
Singkat cerita, TVS Apache RTR 200 4V membuat saya jatuh cinta. Setelah turing yang juga meninjau pabriknya ini dimana saya menjadi sangat percaya akan merek TVS sebagai motor berkualitas handal, saya memutuskan untuk menjadikan motor ini menjadi pilihan utama saya dalam menambah koleksi kendaraan roda dua saya nanti.
TVS Apache RTR 200 4V kamu membuat saya menjadi lelaki sejati!
Salam Otomotif