[caption id="attachment_299965" align="alignnone" width="620" caption="parkir di jalan"][/caption] Ahok akan menggaji Preman atau Tukang Parkir Liar, berita ini saya dengar melalui berita di stasiun TV swasta beberapa saat lalu. Tidak tanggung-tanggung gajinya sebesar 4,5 juta rupiah. Ahok sepertinya menyadari akan kebocoran pemasukan di BP Perparkiran sangat amat teramat besar. Banyak sekali pola parkir yang diterapkan di DKI yang jelas-jelas tidak menguntungkan untuk BP Perparkiran tapi sangat menguntungkan untuk Pihak Swasta yang mengelola perparkiran dan oknum-oknum dari BP Perparkiran sendiri. Contoh yang nyata, pengelolaan Parkir di Mal oleh pihak swasta, dimana BP perparkiran hanya menerima sekian persen dari hasil yang sangat melimpah ruah itu. Belum lagi tarif parkir yang ditetapkan kadang diatas tarif parkir yang ditetapkan dan yang pasti merugikan rakyat sebagai pengguna lahan parkir. Andaikata Parkiran di Mal dikuasai oleh BP Perparkiran, berapa banyak uang yang seharusnya masuk untuk negara? Itu satu hal, belum lagi lahan-lahan perparkiran liar yang tidak terkelola dengan baik dan menjadi ladang parkir yang dikelola preman. Katanya sih, para preman tersebut tetap menyetor ke oknum dari BP Perparkiran, benar atau tidak, entahlah. Sebetulnya ada satu cara yang bisa menjamin pemasukan BP Perparkiran tidak bocor, dimana cara ini mungkin bisa mengatasi kebocoran dana, walaupun dibutuhkan kerja keras dari BP Perparkiran. Caranya adalah, menyertakan sejumlah biaya parkir tahunan pada seluruh pajak kendaraan yang ada. Contohnya tambahan sebesar Rp.500.000,- untuk roda 4 dan Rp.300.000,- misalnya untuk kendaraan roda dua untuk setahun demi biaya parkir dengan catatan, pemungutan Biaya Parkir di Lapangan ditiadakan. Pengguna kendaraan tidak lagi perlu membayar biaya parkir apapun di jalan. Dengan sejumlah itu memang akan menambah biaya perpanjangan STNK, Namun akan lebih menguntungkan bagi pengguna kendaraan, karena tidak dibebankan dengan keluarnya recehan untuk parkir setiap hari. Coba kita lakukan hitung-hitungan kasar untuk parkir kendaraan selama 5 jam sehari saja dengan prediksi 1 jam = Rp.2000,- , biaya parkir sudah mencapai Rp.10.000,- perhari, dikali 365 hari maka akan mencapai Rp.3.655.000,- pertahun. Jadi jumlah penambahan Rp.500.000,- pada pajak pertahun akan lebih menguntungkan pemilik kendaraan. Kecuali jika pemilik kendaraan tidak menggunakan kendaraannya, hanya untuk dipajang dirumah. Hal itu tidak dihitung karena itu adalah resiko dari pemilik kendaraan sendiri, kenapa beli kendaraan tapi tidak dipakai? Dengan cara pembayaran langsung ke Kas Negara, maka tidak akan ada lagi kebocoran pemasukan. Namun, BP Perparkiran harus bekerja keras dan menggaji tukang parkir yang bertugas mengamankan parkiran. Suatu hal yang akan benar benar menuntut kinerja BP Perparkiran. Untuk BP Perparkiran sendiri, dengan prediksi kendaraan yang ada di jakarta saja, sekitar 10 juta kendaraan roda 4, maka pemasukan setahun adalah Rp.5.000.000.000.000 Rupiah dan langsung masuk ke kas negara. Bandingkan dengan pemasukan BP Perparkiran selama ini yang “hanya” tidak lebih dari Rp 10 milyar setahun (entah kemana semua itu duit yang kita bayarkan untuk parkir). Itu belum dihitung dengan pemasukan dari kendaraan roda dua yang jumlahnya lebih banyak lagi. Kemungkinan adanya penolakan atas usulan ini pasti ada, misalnya dari kalangan preman yang penghasilan lapangannya terpangkas. Untuk itu BP Perparkiran harus bisa merangkul mereka, seperti misalnya menjadikan mereka sebagai karyawan resmi yang digaji. Jika misalnya BP Perparkiran merekrut 5.000 orang untuk tukang parkir resmi di DKI sebagai karyawan mereka yang dibayar bulanan dengan UMR misalnya Rp.1.000.000,- (Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 143/2007 tentang UMP / Upah Minimum Provinsi Tahun 2008, ditetapkan UMR DKI Jakarta sebesar Rp. 972.604,80), dana yang dibutuhkan hanya: Rp.5.000.000.000,- perbulan atau Rp.65.000.000.000,- pertahun plus THR. Masih Surplus jauh dari pemasukan yang dikumpulkan dari iuran parkir tahunan. Apalagi jika dana Triliunan yang dihasilkan bisa di bungakan ke bank, profitnya akan lebih besar lagi. Sisa dana masih bisa untuk pembuatan jalur parkir, perawatan rambu ataupun asuransi bagi kerusakan kendaraan yang di parkir, suatu hal yang selama ini tidak diperdulikan pengelola parkir. Walaupun ini masih hitung-hitungan kasar, tapi dari situ bisa dilihat, cara pembayaran parkir secara langsung adalah cara mencegah kebocoran dana dan juga menghindarkan pengguna kendaraan bermotor dari biaya parkir yang akan mencekik leher jika tarif parkir dinaikkan. Untuk hitungan secara benarnya, dibutuhkan lagi tim yang menghitung secara profesional berapa kebutuhan anggaran yang diperlukan, apakah jumlah 5000 orang tukang parkir sudah cukup dan sebagainya dan sebagainya. Jika memang cara ini dilakukan, akan dapat dipastikan akan ada yang menentang keras, seperti misalnya orang-orang dari BP Perparkiran sendiri yang akan kehilangan komisi pemberian izin dari Pengusaha Parkir Swasta. (kalau ada orang-orang seperti ini misalnya) Kita lihat saja nanti.. akankah tindakan ahok menggaji preman eh tukang parkir liar didukung oleh DPRD. Salam Jakarta Widianto H Didiet
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H