Mohon tunggu...
Azizul Mendra
Azizul Mendra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Suka makan dan minum

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Life begins at forty?

22 April 2015   08:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:49 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini barangkali sangat sering kita dengar, bukan? Tapi pernahkah kita bertanya-tanya apakah ungkapan ini sepenuhnya benar? Hehe… Mari kita terlebih dahulu bahas asal muasal ungkapan ini yang mana dimunculkan pertama kali oleh filsuf besar Jerman pada abad 19, Arthur Schopenhauer. Kemudian, dalam perkembangannya, ungkapan ini makin populer di Amerika pada abad 20 setelah Psikolog Amerika Walter Pitkin menulis sebuah buku pengembangan diri dengan judul yang sama. Secara mengejutkan, pada tahun 1932 saat buku ini di rilis dan beriringan dengan momentum pasca perang dunia pertama menjadikan buku ini sebagai buku yang paling laris #1 pada tahun 1933 dan #2 pada tahun 1934 berdasarkan data yang diterbitkan oleh Publishers Weekly.

Ternyata kebiasaan latah atau meniru-niru sesuatu yang sedang populer dalam masyarakat tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga di Amerika, sehingga tidak heran beberapa saat kemudian muncul lagu dan film tentang ungkapan ini. Hari ini, bahkan ungkapan ini telah makin populer di seluruh dunia. Umur empat puluh tahun menjadi benchmark bagi banyak orang agar mendapatkan kehidupan yang baik, mendapatkan kebebasan finansial yang mereka inginkan, memasuki karir yang gemilang, bahagia dengan keluarga, dan kemudian bersiap-siap memasuki kehidupan tahap kedua perjalanan hidup mereka. Demikianlah pandangan para pengikut “aliran” ini.

Bagi mereka, 40 tahun pertama dianggap sebagai kehidupan tahap pertama yang berisi perjuangan yang keras dan masa menempa diri. Selama proses penempaan tersebut sebagian orang mungkin akan melakukan berbagai cara agar mampu “lolos” seleksi pada fase tahap pertama sehingga memasuki empat puluh tahun kedua mereka merasakan sebuah kehidupan yang baru saja mereka mulai kembali.

Pada pandangan yang berbeda, bila kita mencoba menarik sebuah kisah hidup yang fenomenal dari seseorang yang paling berpengaruh di dunia, kita dapat mempertanyakan apakah ada kaitan kisah Muhammad SAW yang mulai mendapatkan wahyu pada umur 40 tahun dengan lahirnya ungkapan ini? Pandangan itu bisa saja karena Muhammad SAW memang menjadi inspirasi oleh sebagian besar penduduk di dunia dan dalam buku yang terbit tahun 1978 dengan judul The 100; a rangking of the most influential persons in history. yang di tulis oleh Michael H. Hart seorang berkebangsawanan Amerika menempatkan Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh #1 di dunia sebagai penyebar agama Islam melampaui Issac Newton seorang fisikawan yang menempat posisi #2, Yesus Nabi Isa #3 sebagai penyebar agama Nasrani, Siddharta Gautama #4 sebagai pendiri agama Budha, atau Einstein sebagai Fisikawan #10. Bagaimana tidak, pengaruh ajaran Muhammad SAW hingga hari ini diikuti oleh penduduk dunia, terutama muslim. Ajaran-ajaran Muhammad SAW seperti yang diajarkannya semasa hidup masih berpengaruh hingga hari ini seperti adzan, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya.

Jadi, bila memang benar merujuk pada sejarah kehidupan Muhammad SAW yang mendapat wahyu pada usia 40 lalu menjadi seseorang yang paling berpengaruh di dunia karena menjadi Nabi dan Rasul pada usia tersebut maka fase “kehidupan” empat puluh tahun kedua memang sebuah momen yang penting untuk dianggap spesial.

Menentukan Jalan Hidup

Sebenarnya, secara faktual perjalanan hidup tidak bisa dibatasi pada umur tertentu. Ia merupakan serangkaian proses mulai sejak lahir hingga menemui kematian. Proses itu dimulai saat roh ditiupkan Allah swt mulai sejak masih janin di dalam rahim ibu kita. Dan proses itu tidak akan pernah berhenti hingga kematian mendatangi. Semua sudah tertulis dalam lauhul mahfuz.

Menentukan jalan hidup adalah kebebasan semua individu. Tidak semua orang memiliki bakat, minat, pengetahuan, dan hobby yang sama sehingga faktor-faktor yang demikian dapat mempengaruhi jalan hidup yang dipilih oleh siapapun. Dan yang terpenting adalah faktor-faktor tersebut membentuk dan mempengaruhi proses sehingga akhirnya menentukan arah dan hasil akhir dari jalan hidup yang telah dipilih oleh seseorang.

Tentu kita pernah mendengar bahwa ada sebuah ungkapan lain yang mengatakan bahwa hari kemarin menentukan kehidupan kita hari ini, pilihan hari ini menentukan hari kita di masa depan, bukan? Ya, benar! Ungkapan tersebutlah sebenarnya yang disebut dengan proses dan berlangsung mulai sejak kita lahir hingga kematian menghampiri. Apapun pilihan yang kita pilih pada waktu tertentu maka hal itu akan berpengaruh terhadap kehidupan kita setelah pilihan tersebut dijalankan.

Pilihan hidup seperti memilih pendidikan apa yang akan kita tempuh atau karir dan profesi apa yang akan kita pilih akan menentukan jalan hidup yang akan kita nikmati pada masa selanjutnya. Apakah menjadi seorang pendidik, pekerja professional di instansi, politisi, atau pebisnis semua itu sepenuhnya kebebasan yang dimiliki oleh setiap individu. Tidak ada profesi manapun yang dapat merasa superior dibanding profesi lainnya. Bila seorang pendidik mengaku telah melahirkan ribuan pengusaha, maka pengusaha bisa saja mengaku melahirkan puluhan ribu pendidik dan membuat ribuan sekolah yang tidak bisa dilahirkan oleh seorang pendidik. Perdebatan bila terus di bahas hanya seperti bertanya manakah yang lebih dulu ayam daripada telur. Jawaban atas pertanyaan ini tidak dapat dijadikan acuan yang pasti. Selalu berada dalam perdebatan.

Saya tidak bisa membahas terlalu banyak bagian profesi mana yang terbaik karena saya tidak pernah menjalani semua profesi tersebut. Tapi, sekian tahun terakhir saya sangat tertarik dalam bisnis dan sedapat mungkin selalu menambah ilmu dibidang ini meskipun secara praktik berbisnis kecil-kecilan sudah dimulai sejak sekolah dasar. Pengalaman singkat yang saya tulis dan bagi pada tulisan ini tentu berasal dari pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki meskipun sebenarnya tidak mewakili semua pengalaman yang saya alami selama 30 tahun, baik suka dan duka.

Pada tulisan ini lebih banyak dukanya. Hehe… Tapi, bukan berarti hal itu adalah kehidupan yang berat karena bila pembaca memiliki passion pada bidang tertentu, maka sudah tentu pembaca dapat menikmati pengalaman duka dengan senang hati meskipun sekali-sekali mengeluh bahwa kehidupan yang dialami begitu berat namun itu masih manusiawi. Hehe… Karena, semua manusia diciptakan memiliki sifat demikian namun bagi yang sedang menjalani passion mereka, maka sistem alam bawah sadar akan mengubah kembali atau mereset pikiran untuk kembali ke sistem asal (default) agar tidak mengeluh sepanjang waktu.

Saya lebih suka dianggap sebagai peminat bisnis, bukan pebisnis. Memilih jalan hidup sebagai pebisnis sebenarnya Anda telah mempersulit hidup Anda sendiri. Keluar dari pola hidup mainstream masyarakat kita. Bagaimana tidak, buktinya tidak lebih dari 3 % penduduk Indonesia dikatakan sebagai pebisnis. Orang-orang yang memilih hidup dengan cara yang berbeda dengan 97 % orang lainnya ini sebenarnya memiliki “nyawa” yang banyak karena bisnis tidak dapat hidup dalam sekali percobaan. Hidup dan mati berkali-kali dapat dialami oleh seorang pebisnis. Bila kondisi baik, maka kita sebut dengan kehidupan, maka kondisi sulit kita sebut dengan kematian, maka itulah yang saya maksud sebagai orang yang memiliki “nyawa” yang banyak.

Pebisnis selalu dihadapkan pada bahaya yang dapat datang kapan saja. Mereka selalu hidup di antara bandul risiko (kerugian) dan profit. Bila saat ini dalam keadaan profit, maka di waktu lain dapat berada pada kondisi sebaliknya. Dan pada masa perintisan, risiko yang sangat besar selalu berpeluang lebih sering dibanding profit sehingga tidak heran mengapa pebisnis tidak memiliki tabungan pada masa-masa itu. Setiap uang yang dimiliki selalu dipertaruhkan untuk mendapatkan profit yang lebih banyak. Bila beruntung, maka ia bisa mendapatkannya. Bila tidak, maka kembali lagi ke titik nol atau minus (hutang). Sesuatu pilihan hidup yang sangat berisiko, bukan?

Kondisi yang berisiko tersebutlah yang membuat seorang pebisnis merasa lebih hidup. Adrenalinnya selalu “menyala” pada posisi “on.” Bagaimanapun pintarnya menguasai teori dalam bisnis, namun kesalahan dapat saja terjadi. Kesalahan tersebut bisa dipicu dari internal dan eksternal. Kehandalan dalam bisnis tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tapi memang benar bahwa pebisnis dengan pendidikan yang baik bisa saja memiliki pengetahuan yang cukup. Namun seringkali itu tidak pula terbukti secara umum. Mungkin itu sebabnya tidak banyak professor dalam bisnis yang memilih bisnis sebagai jalan hidup mereka dan lebih memilih sebagai pendidik. Karena sebagai pebisnis tempat praktikum mereka di lapangan, sedangkan sebagai pendidik tempat praktikum mereka terbatas pada kelas dan kalaupun mereka beraktivitas di lapangan bersama-sama dengan pebisnis maka itu hanyalah aktivitas terbatas pada kasus-kasus dan masa-masa tertentu.

Padahal, dalam pengembangan bisnis yang sebenarnya tidak dapat dipelajari pada waktu-waktu tertentu saja. Bisnis adalah proses pembelajaran dan praktik seumur hidup dimana antara teori dan praktik seringkali tidak sejalan. Salah memilih teori dalam memecahkan kasus, maka salah pula hasil akhir. Sudah benar teori yang digunakan, maka human error dapat menjadi faktor penghancur sebuah bisnis. Atau bisa saja fenomena praktik melahirkan sebuah teori baru. Semua itu sangat mungkin terjadi.

Bagi saya tidak ada paksaan untuk menerima pendapat di atas saat memilih jalan hidup yang Anda pilih sebagai sesuatu yang mutlak. Jadi, Anda boleh saja tidak sepakat dengan penjelasan di atas. Namun, saya mengalami itu. Bisa jadi tidak hanya saya sendiri yang mengalaminya. Bagaimana besarnya risiko, itu adalah urusan lain.

Dalam bisnis, setiap waktu yang dihabiskan, setiap tindakan yang dipilih, setiap risiko yang diambil, setiap pengalaman yang dijalani, setiap kesungguhan yang dilaksanakan, setiap investasi yang Anda keluarkan maupun pemilik modal, ibarat kuah (gulai) tumpah ke nasi (kuah/ kari yang dituangkan ke dalam makanan). Tidak ada yang mubazir. Bila Anda terus mencoba, semoga Anda mencapai tujuan yang Anda harapkan.

Kapan waktunya, itu adalah rahasia Tuhan yang sengaja tidak disebutkan agar kita tidak menjadi seorang yang pemalas dan hanya menunggu takdir. Tapi, sudah janji Tuhan yang mengatakan bahwa siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkannya, man jadda wa jadda. Hidup dimulai saat keputusan berani diambil, kapanpun!

sumber gambar : kad-esh.org

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun