Kalau sudah ngobrol istri, berarti ada tiga hal yang menjadi bagian penting dalam eksistensi mereka, dipandang dari sudut pandang pria, yaitu , kasur (peranakan), dapur (masakan) dan sumur (penghasilan). Kenapa susunan kasur dulu? Jawabannya keturunan, mungkin ini sekarang tidak terlalu dipermasalahkan, banyak alternatif, lalu dapur, seringkali mereka kaum hawa, apapun titelnya akan dianggap bukan wanita, kalau tidak bisa memasak, walalupun itu sekedar kopi, lha terus sumur atau penghasilan? Saat ini masih banyak yang pro dan kontra, menganggap suamilah yang paling wajib menafkahi sebuah keluarga, sejatinya ? kita cari tahu sendiri saja.
Kalau masalah kasur, sudah banyak rubric yang dihadirkan hingga tayangan televisi pun memiliki jadwal khusus untuk membahasnya. Kalau dapur? Mungkin sudah banyak juga tayangannya, tapi yang paling menarik, dapur selalu punya cerita dan sejarahnya masing – masing , dan inilah ceritanya
Diawalidi sebuah dapur milik seorang istri RT, dapurnya biasa saja, tidak ada peralatan mewah , paling palinghanya magic jar lalu sisanya keramik merek china, gampang pecah, susah nyapunya. Mejanya dari kayu yang ada di toko mebel pinggiran, kursinya kursi lipat, persis kursi yang dipasang buat mantenan.Isi meja makannya, standart tapi sangat menggiurkan. Mulai oseng tempe dicampur teri ditemani botok temped an ada penyet klotok ( ngiler nggak?). Yang menarik dari tatanan dapur ini adalah jendelanya, yang langsung menghadap sungai, tidak bersih memang, tapi melihat beberapa yang rindang dan hijau bisa (sedikit) menambah nafsu makan. Lalu datanglah istri RT itu dengan sedikit ngos-ngosan membawa gorengan.Lalu berteriaklah dia memanggil anaknya ,”Doni, Juwita….makan siang nak!” tanpa harus menunggu lama, gorengan plus sajiandiatas meja makan itu ludes.Dan sore ini Ibu RT ini harus mendatangi Arisan di rumah Bu Lurah. Berdandanlah Ibu RT ini (masih) dengan bedak viva no.5 (paling murah soalnya).
Dua jam kemudian…
Situasinya sedikit membaik, dan kali ini, lagi lagi masih di sekitaran dapur . Beberapa barang “mahal” terpasang, mulai dispenser automatis. Alat pencet sabun otomatis, sampe kompor tanpa asap pun juga ada. CEritanya setelah rapat, Bu Lurah mengajak Bu RT ngobrol empat mata, seputar perkembangan warga di wilayah Ibu RT kita ini, yang konon, banyak yang bermasalah, dan pembicaraan gayeng tanpa “atribut “Lurah –RT ini berlangsung selama 2 X 45 menit tanpa perpanjangan waktu. Karena tepat di menit ke 90, Pak RT menelponnya..
“Permisi lho Buk Lur..saya pamit dulu..”
“Oh ya ndak apa – apa bu RT..hati hati di jalan, salam buat Keluarga..”
Dua hari kemudian, Bu Lurah mendapatundangan untuk Rapat di Kecamatan. Usai rapat, Bu camat mengajak bu Lurah untuk mampir ke rumahnya sekedarmenikmati rujak manis (yang katanya buatan Bu Camat). Maka terjadilah percakapan yang sedikit tidak jelas karena sibuknya lidah mereka berdesis.Kali ini perbincangan yang “sinambi” makan rujak manisini berakhir lebih lama, hampir dua jam setengah.
“ sshh haa….himana hisnisnya..sshhh haaa….heng….sshh haa…”
“sshhh haaa..shh…hancar hancar aja..shh haa..sshh..bu…”
Dan perbincangan ini terjadi di tengah-tengah dapur Bu camat, Dapur Bu camat ini bisa dibilang antic, lantainya dari semen dicampur dengan keramik. Lalu perabotan antiknya cukup banyak. Mulai penggilingan kopi lama, lalu ada tembikar buatan china, juga ada coffeemaker lawas buatan brazil dan masih banyak lagi, belum lagi kayu kayu jati glondongan yang berukir yang menjadi penopang dapur dengan konsep “semi-open-outdoor” ini. Juga ada lampu ting, mirip lampunya pramuka, agak kepinggir ada lampu petromaks, pakai minyak gas dan butuh kaos lampu. Di sudut tembok dekat pintu masuk juga ada cempluk, dengan sumbunya yang luar biasa panjang dan eksotis. Kalau buat pre wedding, dijamin hasilnya keren, walaupun anda masih amatiran, dan bisa tidur enak dan pules pokoknya kalau sampai larut memasak terlalu lama di dapur ini.
Maka tibalah waktunya mandi sore, bu Lurah pamit secara anggun.
“Buk Cam….sampai jumpa minggu depan ya bu…”
“ oke Buk Lur….ati ati di jalan ya jeng..”
Minggu depannya Bu Lurah dan Bu Camat, mereka barengan menuju Rumah Bu Walikota, mengendarai mobil Bu CAmat ( penghematan). Lagi – lagi setelah Pertemuan, Bu Lurah bu Camat dan Bu Walikota, mereka bertiga menghabiskan waktu di ruang belakang dari kediaman Bu Walikota, ya didapur. Kali ini mereka menikmati makanan atau lebih tepatnya penganan kecil. Namanya opak gambir, dibuat dengan cetakan khusus, memiliki aroma gambir yang sangat “original, khas Blitar tapi susah nyarinya di kota besar seperti Malang ini. Dapur bu Walikota ini Nampak asri, bahkan jauh dari kesan modern. Simple but elegant. Ada kulkas dua pintu, tapi bukan keluaran terbaru, lalu ada meja makan dengan bongkahan kayu besar yang menjadi penyangga kaca bening setebal 2 centimeter.Kursinya pun tidak sama modelnya. Ada yang dari kayu dengan sedikit busa pada alas duduknya. Lalu juga ada kursilipat tapi besinya sedikit lebih berat dan agak sedikit berkarat.Yang paling “terpampang” adalah lukisan bali dengan gambar rumput hijau yang sedikit dibuat minimalis, menambah kesan sejuk.
Dan siang itu, Bu Walikota menelpon Bu RT kita yang ada di awal cerita. Maka empat sekawan ini mendiskusikan banyak hal di dapur “simple but elegant” ini. Gayeng dan sesekali serius.
Dapur atau pawon kalau istilah orang jawa, buat sebagian orang hanya tempat para ibu atau koki atau cowok yang kebablas dalam hal masak - memasak. Tapi buat 4 orang istri ini, dapur adalah tempat mereka berbagi. Berbagi bumbu rahasia masakan, mulai masakan kecil hingga masakan terkini yang dibuat oleh chef cantik ataupun ganteng hingga berbagi rahasia kehidupan yang akhirnya mempertemukan nasib ke 4 istri ini. Dapur atau kitchen bahasa inggrisnya mungkin menjadi tempat yang paling jarang disinggahi, kecuali dapurnya mepet dengan ruang makan.
Padahal dalam budaya jawa, apalagi kalau anda baru punya Bayi, maka secara otomatis, siapapun yang masuk ke Rumah dimana adabayi baru dilahirkan itu, mereka diwajibkan untuk menuju ke dapur, lalu sekedar meletakkan kedua kaki dan tangan mereka diatas kompor atau anglo atau pawon, dengan tujuan agar hawa buruk yang datang dari luar bisa benar benar hilang. Percaya atau tidak ? Saya tetap menjalaninya sebagai proses penghormatan saya terhadap budaya saya.
Menjelang sore, bu Lurah menelpon saya
,” Mas Vincent..halo?”,
“ ya bu, sugeng sonten..wonten nopo bu?”,”
“besok jangan lupa lho, start ngemce jam 9 ya mas, sekedar remind aja.”
“terima kasih bu, jam 8 saya besok sudah di lokasi, “
“oke deh…kalau mau, kesini ke rumah bu Walikota Rujakan ….see you tomorrow ya om”
“wah…ngikut mbayangin aja bu….monggo dilanjut.”
Klik.
Pembicaraan ditutup
Yang menarik, sebelum menutupperbincangan, ke 4 wanita ini juga melakukan aksi bersih bersih dapur. Yah, walaupun mereka memiliki jabatan “catutan” dari suami, mereka tetaplah berjiwa wanita yang butuh untuk menyendiri lalu bereksplorasi dan yang paling esensi adalah menjadi diri sendiri dengan berada di dapur. Di kamar tidur adalah ruang pertama untuk komunikasi sebagai suami istri, dan seringnya suami yang memegang kendali. Tapi di dapur, merekalah yang menjadi Hakim sekaligus penuntut umum, jaksa dan pencacara.Sudah tentu mereka tidak ingin ruang peradilan mereka kotor begitu saja. Sesederhana apapun, dapur akan selalu menjadi yang utama walaupun itu dalah ruangan Kedua dalam rumah mereka.
Sama seperti dapur, mereka ke empat istri itu sama-sama sepakat untuk membentuk sebuah kelompok Arisan kecil bernama API-DUA. Kalau dapur adalah wadah kedua setelah kamar tidur, API-DUA adalah singkatan dari Arisan Para Istri ke DUA. Mereka sejiwa dengan dapur
From Denpasar with mendol, 15 februari 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H