Mohon tunggu...
Achmanto Mendatu
Achmanto Mendatu Mohon Tunggu... -

Berkarya untuk www.anakbaca.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa yang akan dimenangkan di MK?

17 Juli 2014   11:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:05 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dipastikan -jika tidak ada keajaiban yang di luar keakalsehatan-, nomor 2 akan diumumkan sebagai pemenang dalam pengumuman KPU pada tanggal 22 Juli mendatang. Hasil hitung-cepat ilmiah yang selalu terbukti akurat di semua belahan bumi sepanjang pemilu dilakukan dengan jujur, sudah mengindikasikannya. Lalu, perhitungan independen yang dilakukan berdasarkan data C1 KPU (yang oleh karena itu valid dan reliabel) menunjukkan dengan jelas bahwa nomor 2 menang (lihat www.kawalpemilu.org). Kisaran angkanya akan berkisar 47,xx% vs 52,xx%. KPU tidak akan berani untuk mengumumkan sebaliknya karena data mentahnya sudah dibuka terang-terangan ke publik, dan publik bisa menghitungnya secara independen.

Akan tetapi, seperti sudah dinyatakan berulang-ulang oleh nomor 1, kekalahan bukanlah pilihan. Jadi, seperti sudah dinyatakan oleh kuasa hukumnya, pihak nomor 1 akan melakukan gugatan ke MK jika kalah. KPU sendiri, anehnya, secara tersirat sudah melemparkan tanggungjawab dengan menyatakan bahwa meskipun keputusan mereka bersifat final, namun masih ada MK yang membuat  keputusan akhirnya. Bahkan MK sendiri sepertinya malah sudah bersiap-siap jauh-jauh hari dengan gugatan tersebut. Kata MK, tanggal 21 Agustus akan menjadi batas akhir pembuatan putusan jika ada gugatan.

Atas dasar apa pihak nomor 1 akan mengajukan gugatan ke MK? Tentu saja mereka akan mendasarkan pada laporan telah terjadinya kecurangan. Caranya? Salah satu caranya adalah dengan meminta pemilu ulang di tempat-tempat tertentu.  Salah satu alasan kecurangan yang akan digunakan adalah banyaknya pemilih yang boleh memilih hanya dengan KTP saja. Maka jangan heran, akan ada banyak penghitungan pleno di mana kubu nomor 1 tidak akan mau menandatangani hasil pemilu dengan alasan tersebut. Akan tetapi, dalam iklim situasi sekarang, pemilu ulang sesungguhnya lebih merugikan nomor 1, karena terbukti di beberapa tempat mereka kehilangan lebih banyak suara ketimbang nomor 2.

Mengingat keputusan MK bahwa pemenang pemilu adalah 50%+1, maka satu-satunya yang bisa digugat adalah jumlah suara (tidak ada kemenangan wilayah dalam sistem pemilu di Indonesia). Nomor 1 akan berusaha menambah 3%+1 suara untuk memenangkan pihaknya. Caranya adalah mengajukan data versinya sendiri sebagai pembanding. Data itu akan menyatakan dengan jelas bahwa nomor 1 menang (yang meski berkali-kali diumumkan di media, namun sampai saat ini tidak pernah menunjukkan data mentahnya). Alhasil, MK mau tidak mau akan membuat studi perbandingan data. Nomor 2 juga akan mengajukan data-data pembanding, yang tentunya memenangkan kubunya (yang juga meski berkali-kali diumumkan di media, namun tidak pernah menunjukkan data mentahnya) dan juga akan mengajukan fakta-fakta terjadinya kecurangan pihak nomor 1. Apalagi, hingga saat ini, indikasi kecurangan pemilu  lebih masif menguntungkan nomor 1 ketimbang nomor 2. Di sinilah peran penting penghitungan independen atas data mentah, sebagaimana yang dilakukan oleh teman-teman di www.kawalpemilu.org dan . Data independen itu bisa dijadikan referensi oleh publik sebagai referensi yang jujur. Jadi, penghitungan independen harus terus dilakukan tanpa henti. Jangan tunggu KPU. Situs http://kawal-suara.appspot.com yang datanya masih di bawah 50% (per 16 Juli), harus terus dituntaskan. Fungsinya kelak akan sangat besar.

Melihat situasinya yang transparan, apapun tekanan politis yang diterima MK (ingat bahwa ketua MK termasuk partai koalisi nomor 1, dan ketua timses nomor 1 adalah mantan ketua MK), tetap sulit bagi MK untuk memenangkan  nomor 1. Sebab, KPU sudah membuka data mentahnya untuk diakses publik. Jika KPU menyembunyikan data-data itu, barulah MK bisa bermain dengan memenangkan nomor 1. Dengan kata lain, MK akan tetap memenangkan nomor 2.

Akan tetapi, pendapat di atas adalah pendapat naif. Pemilu adalah proses politik, yang kali ini agaknya sangat kotor dimainkan. Oleh karena itu, mungkin saja ada skenario-skenario lain yang bakal berlangsung. Yang meskipun di luar nalar, boleh jadi KPU akan memenangkan nomor 1, atau MK akan memenangkan nomor 1. Atau bisa saja, MK akan mengeluarkan fatwa pemilu ulang seluruh Indonesia. Diharapkan, itu akan memberi waktu nomor 1 untuk kembali mengonsolidasikan kekuatannya. Apapun skenario lainnya itu, bisa terjadi 'perlawanan sipil' yang pada akhirnya bisa saja mengarahkan Indonesia kembali ke zaman ketika segala sesuatunya dikontrol militer. Akan hilang Indonesia yang transparan dan semakin demokratis.

Skenario lainnya yang banyak diharapkan adalah nomor 1 mengakui bahwa nomor 2 memenangkan pemilu pada 22 Juli mendatang. Jika demikian yang terjadi, damailah Indonesia. Tapi mengingat karakter nomor 1, maka tampaknya itu muskil terjadi, kecuali jika terjadi keajaiban. Ya, tampaknya untuk damai, sekali lagi Indonesia membutuhkan keajaiban, yang kali ini berupa kebesaran hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun