Mohon tunggu...
Mena Oktariyana
Mena Oktariyana Mohon Tunggu... Penulis - a reader

nevermore

Selanjutnya

Tutup

Film

Belajar Berdamai dengan Masa Lalu Melalui Film "Biola Tak Berdawai"

30 Januari 2020   22:50 Diperbarui: 30 Januari 2020   23:01 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image from alchetron.com/Biola-Tak-Berdawai

Dulu saya pernah menonton film berjudul Biola Tak Berdawai, tapi saya itu punya kebiasaan buruk untuk menonton film setengah-setengah. Apalagi jika saya memaksakan diri untuk menonton dalam kondisi lelah dan mengantuk. Itulah yang terjadi dulu, saat saya tidak pernah tuntas untuk menonton Biola Tak Berdawai, sebuah film karya Sekar Ayu Asmara. Entah kenapa, saya merasa punya hutang masa lalu untuk menontonnya lagi sampai tamat. Jadilah kemarin saya melunasi hutang saya itu.

Film ini sangat puitis, hening, dan menyakitkan. Puitis karena didukung oleh dialog-dialog yang indah, apalagi ketika Mbak Dewi mulai bicara soal teka-teki kehidupan. Segala hal bagi Mbak Dewi yang suka meramal ini, hidup dan sebagainya adalah sebuah teka-teki atau misteri yang sulit untuk dipecahkan.

Renjani si tokoh utama, adalah seorang perempuan yang mengabdikan hidupnya untuk merawat anak-anak tunadaksa di rumahnya. Dia adalah tokoh yang membangunkan rasa empati saya. Melalui dirinya lah, saya belajar untuk lebih mencintai sesama. Untuk berempati terhadap kekurangan anak-anak yang terlahir kurang sempurna. Dia menolong anak-anak yang tidak diinginkan oleh dunia itu, demi untuk membayar lunas dosa besar di masa lalunya. Masa lalu kelam karena telah menggugurkan bayi hasil pemerkosaan, yang masih terus menghantuinya.

Dewa, adalah sesosok anak kecil yang mengalami kelainan otak, fisiknya pun sangat kurus. Renjani mencintai dan menganggapnya seperti anak sendiri. Dewa lah yang membuat Renjani rela menyentuh benda dari masa lalunya, sepasang sepatu balet yang sudah lama dia simpan dalam sebuah kotak. Hal itu dia lakukan, karena Dewa merespon terhadap musik dan dia merasa senang ketika Renjani menari balet di depannya.

Bhisma, lelaki yang datang bagai angin segar untuk Renjani. Dia melihat Dewa layaknya anak kecil normal, tidak menghakimi dan merasa jijik. Hal inilah yang membuat Renjani diam-diam menyukai Bhisma, begitupun sebaliknya. Namun saat Bhisma berani mengungkapkan isi hatinya, Renjani menolak mentah-mentah. Dia masih belum tuntas memaafkan masa lalunya.

Sampai mendekati akhir cerita, cinta Bhisma harus rela ditinggal mati Renjani. Cintanya bahkan tak kunjung berbalas. Melalui Bhisma, saya juga belajar untuk menerima kenyataan, sepahit apapun itu. Cintanya harus pergi, tanpa memberinya kesempatan untuk mengucap salam perpisahan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun