Negara sudah lama menghancurkan dan membakar buku-buku mereka. Alasannya begini: buku-buku itu berisi ide-ide dan ajaran yang salah, setting waktu yang mengerikan, kisah tentang perbudakan dsb. Buku membuat orang "berpikir", dan orang lain yang tidak suka berpikir secara otomatis akan menolaknya dan menjadi bagian dari MAJORITY.
13. NO Sports & GAME. Game dan olahraga mengarahkan orang untuk berkompetisi/bersaing. Ini jelas melawan asas kesetaraan.
14. Mereka kerja 3 jam/hari (aduh enak sekali ya). Si "I" yang belum puas dengan jawaban Old Man pun bertanya lagi: "Terus sisa 21 jam dipakai untuk apa?". Jawabannya simple sekali yaitu untuk "Istirahat". 21 Jam untuk istirahat, berpikir, ngobrol tentang betapa bahagianya mereka hidup di jaman tersebut.
14. Their GOD is MAJORITY. Tuhan mereka adalah MAJORITY. Kata majority (mayoritas) disinggung berulang kali di cerpen ini. Mayoritas bisa direpresentasikan sebagai pemerintah (negara) yang mengatur rakyat yang mereka namai sebagai MINORITY (minoritas), dan sebagai minoritas, mereka tidak memiliki hak apapun.
Saya selalu punya pemikiran bahwa Dystopia dan Utopia sebenarnya "sama" dalam kemasan yang "berbeda". Cerpen ini tak ubahnya sebuah karya satir yang menyinggung banyak hal, seperti sistem sosialis, prinsip kesetaraan, egalitarianisme, pemerintahan yang culas, dll.
Sekilas kita akan menganggap ini cerpen Utopia seperti judulnya, sempurna, makmur, setara dalam segala hal. Tapi jika kita lihat lebih dalam, tentu saja ini secara jelas bentuk Dystopia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI