Ada istilah yang mengatakan "tidak peduli bagaimana kamu memulai sesuatu, yang terpenting adalah bagaimana mengakhirinya". Apa pendapat anda? apapun itu, saya rasa semua orang berhak memiliki cara menjalani apa yang diyakininya. Termasuk proses kehidupan. oopss... bukan bermaksud untuk menggurui, tapi saya hanya ingin berbagi tentang hal sepele yang saya alami.
Hampir genap 4 bulan saya resign dari pekerjaan pertama setelah lulus kuliah (bukan edisi curhat). Alasannya lebih karena idealisme (biasa anak muda). Kalau ditanya saya yakin apa enggak dengan keputusan yang mau diambil waktu itu, ya... enggak tau. Buat saya yang tumbuh di lingkungan dengan berbagai tekanan, kedewasaan adalah sebuah proses. Proses dalam memilih dan konsekuen sama pilihan yang diambil. Pekerjaan pertama saya adalah di dunia advertising (periklanan), di bidang yang sangat memungkinkan saya untuk ditugaskan ke luar kota, pulau, bahkan negara walau belum sempet merasakan sih. Singkat cerita selama hampir 1 tahun kerja banyak nilai-nilai yang saya dapatkan dan kalau diingat-ingat lagi selama sekolah bertahun-tahun kok kita enggak diajari ya. Kebanyakan yang saya aplikasikan di dunia kerja justru saya dapatkan dari pergaulan sehari-hari. Entah dari komunitas, media, teman, and many more. Bukan berarti tidak berterima kasih dengan para pendidik, namun hal ini sangat mengganggu pikiran saya. Bukan salah sekolah, tenaga pendidik, ataupun orang tua. Kalau boleh saya mewakili generasi muda, ketika kita bertanya
"apa yang harus kita lakukan?"
"kemanakah kita harus pergi?"
Pasti pertanyaan itu akan kembali lagi kepada diri masing-masing anak muda. Generasi muda diharapkan berguna bagi keluarga, tanah air, dunia... wow! Kedengarannya harapan yang hebat. Tapi kalau saya renungkan lagi, jika saya sebagai generasi muda hanya taunya bekerja, menghasilkan uang, mengejar karir, saya belum tentu menemukan kegunaan saya buat negara ini, selain tidak menambah jumlah penggangguran. Sekali lagi, hal ini sepele. Namun hal besar selalu dimulai dari yang kecil, bahkan mungkin tidak diperhatikan.
Sedikit ceita, saya bukanlah seorang designer, creative crew. art director atau apapun itu sebutan profesi bagi orang-orang yang bergerak di industri kreatif. Saya hanyalah seorang anak muda yang berkecimpung di dunia komunikasi namun memiliki obsesi pada industri kreatif dan media. Saya tidak memiliki skill menggambar, bermusik, ataupun mendesain sesuatu seperti kebanyakan tenaga kerja kreatif yang saya temui. Namun tanpa disadari ketertarikan itu membawa saya untuk mempelajarinya. Saat menulis artikel ini, saya sedang menunggu proses pekerjaan baru, namun saya menemukan diri saya sedang mempelajari bagaimana mengedit video, mendesain flyer acara, menulis naskah. Walaupun semua itu hanya proyek iseng dengan teman, tapi ternyata saya belajar lagi sesuatu yang baru dan skill saya bertambah. Kalau saya flashback lagi ternyata kadang banyak waktu yang kita lalui tidak cukup dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan yang sebenarnya kita miliki. Hingga sampai di garis akhir kita tetap tidak menemukan siapa diri kita sesungguhnya.
Proses adalah masa yang harus dilalui seseorang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Dan proses ternyata hanya akan terjadi jika anda dan saya memutuskan untuk masuk ke dalamnya. Kita sebagai barisan generasi muda dianugerahi dengan semangat, ide, ketulusan, energi yang sangat kaya untuk  menghasilkan sesuatu yang positif. Namun jika kita tidak menyadari kemampuan-kemampuan yang ada di diri kita masing-masing, apalah gunanya semua modal itu. Menjadi seorang muda sesungguhnya adalah tanggung jawab. Jika kita lalui begitu saja, saya pribadi takut kita hanya akan mengulang sejarah tapi tidak belajar dari sejarah. Hanya menjadi elders yang menuntut anak muda untuk jadi "orang berguna". Pertanyaannya gunanya apa? Jangan sampai anda dan saya memulai pertandingan kehidupan dengan menggebu-gebu tapi di tengah-tengah kita menyerah bahkan melupakan pertandingan yang sesungguhnya. Akhirnya kita hanya sibuk, sibuk, dan sibuk. Tanpa menyadari siapa dan apa tujuan kita sebenarnya ada di dunia ini. Mengutip apa yang dikatakan Robert. T Kyosaki dalam bukunya Rich Dad Poor Dad, beliau mengatakan "orang yang paling malas adalah orang yang selalu mengatakan dirinya terlalu sibuk untuk belajar".
[caption id="attachment_336820" align="alignleft" width="300" caption="Setiap orang berhak mencapai apa yang ia impikan. Mulailah dari apa yang anda miliki"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H