Mohon tunggu...
Memei Landak
Memei Landak Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tempat

22 Oktober 2015   03:11 Diperbarui: 22 Oktober 2015   03:11 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku sambangi tempat itu. Masih terasa sama. Masih kucium butiran peluhmu, juga amismu yang masih melekat di pojok ruang itu. Masih ingatkah di situ, pojok itu, kita membangun cerita? Ah,sepertinya kau sudah melupakannya. Bahkan dengan dekapanmu sendiri, kau mungkin sudah lupa.

Malam itu, malam terakhir kau dan aku. Tubuh-tubuh garang itu mendobrak pintu, mereka membawamu. Apa karena itu kau menghukumku ? Mereka tidak membawaku ? Aku tak pernah meminta dilahirkan sebagai anak tentara. Tak pernah! Kau harus tahu, betapa aku ingin menderita bersamamu, malam itu.

Dari kamar D46, aku menuju belakang. Disana kokoh pohon palem berdiri. Kudengar, di situ mereka menyiksamu. Keji. Mungkin amismu itu, kuyakin bukan dari ceceran darah sucimu, tapi liur comberan yang mereka tumpahkan ketubuhmu. Biadab.

Ke selatan sepuluh langkah, di sana menganga kolam comberan. Mereka seperti tak puas hanya menghajarmu. Pagi itu, di kolam itu, aku menemukanmu. Aku tidak menyelamatkanmu. Hanya berusaha menebus sebagian dosaku. Padamu, Liem.
“Ada apa kau dan dia?”
“Bukan apa-apa.”
“Bohong!! Di pojokkan itu?”
“Dia memaksaku.”
“Bohong!! Kau juga mau?”
“Dia mengancamku.”
“Bedebah!! Kalau bukan anak Jendral! Sudah kuseret kau keluar asrama!”

Itu bagian dari malam itu, malam penggelandanganmu. Oh, Liem maafkan kepengecutanku. Kau tahu bagaimana ayahku. Tanpa segan membunuhku jika sampai dia tahu. Pantas kau menghapusku.
Setelah malam itu, setiap malam adalah neraka bagiku, pun bagimu. Mereka terus menyiksamu dan itu menyakitiku. Aku tak tahan.

Dari kolam ke timur, disana berdiri tegak batu-batu makam kuno. Disana kita biasa menghabiskan waktu. Atau sekadar sejenak menyandarkan bahu.

“Ayo, kita lari. Tinggalkan neraka ini,” ajakku suatu malam di batu itu.
“Kalau tahu, ayahku akan membunuhmu,” Jawabmu.
“Aku tak tahan melihatmu seperti ini.”
“Aku tak apa. Masih bisa bertahan.” Kau menunduk.
“Makhluk biadab! Menjijikkan! Tidak menganggap kita manusia. Tidak ada harapan disini. Ayo pergi!” Air mataku pecah.
“Bukan sekarang. Bersabarlah. Tunggu sampai waktunya.” Kau merengkuhku. Amismu menusuk hidung.
“Kapan ?”
“Setelah ujian.” Jawabmu pelan. Persetan dengan ijazah. Ah, tapi mungkin kau benar. Setiap manusia dilabeli berdasar ijazahnya. Tapi, “Kemana?” tanyaku.
“Suatu tempat yang menyatukan kita.”
“Janji ?” Kau hanya tersenyum simpul. Tanpa kata kau daratkan sebuah ciuman ke keningku. Seperti yang dulu-dulu, kau selalu memenangkan hatiku. Kesetiaan, keteguhan dan tanggungjawabmu selalu mampu membiusku. Sungguh tipe lelaki idaman. 

Janji belum sempat kau tunaikan, suatu malam ayahku lebih dulu menangkap tubuh ringkihmu, menyeretmu keluar. Menjadikanmu tontonan ratusan pasang tatapan nyinyir penghuni dan para senior. Senior biadab. Pasti  mereka yang mengadu. Pasti ulah mereka!

Malam itu sosoknya lebih menyerupai algojo ketimbang seorang ayah. Merah amis  mengucur dari kedua hidung dan mulutmu tak sedikitpun membuat iba. Hantaman demi hantaman terus dilayangkannya.

Sementara aku terkulai tak berdaya di belakang asrama. Dengan mengatasnamakan kesenioran mereka beramai-ramai menelanjangi dan mengikatku di pohon palem itu. Tak jauh beda dari malam-malammu.

Setelah malam itu, aku tak pernah tahu bagaimana nasibmu, Liem. Tapi aku lega, kudengar beberapa orang sempat melihatmu kembali ke batu-batu kuno itu. Bukan hanya kau, aku juga merindukan batu-batu itu. Rindu menyandarkan bahu, bersamamu juga amismu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun