Belum lagi ketika kita terperdaya untuk selalu dan selalu menggunakannya. Sebab selama setahun bermain internet, listrik yang digunakan seperti mengendarai mobil bolak-balik Banyuwangi ke Tegal (kurang lebih 1.400 km). Contoh lainnya, ketika mengikuti 3-5 jam video konferensi melalui Zoom setiap hari selama 3 bulan, jumlah emisi karbon yang diproduksi sebesar 32,14 kg Co2.
Bahkan ketika menuliskan artikel ini di laptop, saya telah menghabiskan listrik sebesar 352 kWh selama satu jam. Belum lagi, jika menemui writer's block dan mengalami revisi berkali-kali. Bisa dibayangkan, ini masih satu alat elektronik saja. Bagaimana jika menggunakan beberapa elektronik sekaligus, berapa banyak emisi karbon yang terbentuk?
Tanpa Aturan Tertulis, 'Cukup Sadari dari Diri Sendiri'Â
Nol-bersih emisi (net-zero emissions) menjadi isu hangat semenjak Presiden Amerika, Joe Biden memperbincangkannya pada Climate Leader's Summit, April 2021 lalu. Net-Zero Emissions merupakan sebuah komitmen negara-negara di dunia untuk mencapai target nol-bersih emisi di tahun 2050.
Walaupun menggunakan kata 'zero', sesungguhnya suatu hal mustahil jika ingin memusnahkan karbon di bumi. Sebab, selama kita menghembuskan nafas saja, sudah menghasilkan karbon dioksida (Co2). Oleh karena itu, yang bisa dilakukan manusia adalah mengurangi emisi karbon.
Apabila perusahaan besar diminta untuk meminimalisir limbah karbon atau beralih menggunakan bahan bakar ramah lingkungan. Di tingkat individu, cukup lakukan hal-hal sederhana. Jadilah pribadi yang mawas diri dan peduli terhadap alam, salah satunya kurangi penggunaan teknologi.
'Mengurangi' pemakaian teknologi memang terdengar klise dan naif. Sebab ibarat dua sisi mata uang, perkembangan teknologi tentunya membawa manfaat positif dan juga dampak negatif. Semakin kita menjauhi teknologi, maka semakin mendekatkan diri pada ketertinggalan zaman. Namun, ketika kita terlampau bergantung kepada teknologi, nantinya akan membawa pada candu yang ternyata berimbas kepada 'kesehatan' bumi.
Namun, dalam upaya mendukung net-zero emissions, saya tetap mengisyaratkan kepada diri-sendiri dan sesama untuk bijak memanfaatkan teknologi. Setidaknya langkah nyata yang bisa ditempuh sebagai berikut.
#1 Reparasi Sebelum Beli
Kebanyakan dari kita selalu ingin menjadi yang terdepan dan terbaik, termasuk pula dalam penggunaan teknologi. Kita merasa bangga ketika memiliki barang elektronik model anyar. Alhasil, barang elektronik yang biasanya memiliki durasi pemakaian bertahun-tahun, hanya mampu bertahan sebentar (rata-rata satu sampai dua tahun). Selain menguntungkan pihak produsen, apa yang kita lakukan ini malah berakibat buruk pada jejak karbon.
Alih-alih takut ketinggalan zaman, lebih baik gunakanlah ponsel lama yang masih hidup dan layak pakai. Ketika menghadapi kendala terkait penurunan kualitas barang elektronik, sebaiknya lakukan reparasi. Selain menyelamatkan bumi dari jutaan ton limbah elektronik, perbaikan komponen dapat membuat kita menjadi lebih hemat.
#2 Kenali Produsen Barang Elektronik Ramah Lingkungan
Sebelum memutuskan membeli barang elektronik baru, pastikan untuk melihat keterlibatan suatu perusahaan terhadap dunia lingkungan. Lihatlah apakah produsen barang elektronik memiliki transparansi dalam proses pembuatannya? Menjelaskan secara detail supplier tentang bahan baku yang mereka gunakan. Menengok apakah mereka menerapkan aspek ramah lingkungan dalam desain barang elektronik yang dihasilkan? Lihatlah website resmi produsen barang elektronik, apakah mereka membuat produk dari bahan baku daur ulang? Apakah mereka memberikan layanan reparasi bagi konsumen? Bagaimana mereka mengelola limbah barang elektronik?