[caption caption="Airlangga Hartarto. Sumber: Kompas.com"][/caption]Kemunculan kembali Airlangga Hartarto (AH) pada pertarungan merebut posisi Golkar 01 menerbitkan angin segar bagi Munas mendatang. Sudah semestinya muncul figur calon pemimpin yang handal sekaligus bersih secara profil hukum dan politiknya. Hal ini merupakan momen yang mesti diambil oleh Golkar demi memiliki Ketum yang mencukupi syarat secara mutlak, terutama jauh dari beban hukum.
Apa yang berbeda dari Munas kali ini adalah tensi ketegangan internal dan tensi ketegangan politik dengan pihak luar. Dalam kondisi internal, kader beserta sejumlah tokoh penting dan senior menghendaki figur calon pemimpin muda sebagai regenerasi yang dapat memediasi keretakan internal partai sekaligus seseorang yang dapat menangkal hal tersebut di kemudian hari.
Dalam tatanan eksternal, Golkar butuh seorang figur yang dapat menjaga posisi partai di mata publik. Publik sangat tahu bahwa banyak tokoh penting Golkar pernah terlibat beberapa kasus besar di Indonesia. Beberapa calon Ketum lain justru memperlihatkan kemungkinan potensi gangguan di tengah masa jabatan. Dengan kata lain, Golkar sesungguhnya butuh seseorang yang di kemudian hari tidak beresiko tersandera oleh kepentingan lain, terutama sekali kasus hukum.
Dari sekian banyak nama yang muncul, AH adalah satu yang paling berpotensi menjadi solusi dari kemungkinan di atas. Keputusan AH memantapkan diri maju kali ini adalah langkah penyelamatan dari panas-dinginnya tubuh partai beringin. Partai sedang sakit, oleh karena itu butuh pemimpin yang sehat.
Kapasitas dan kapabilitas AH bisa mulai dilihat dari latar belakangnya yang cukup paripurna, dari lingkungan keluarga hingga lingkungan nasional. Sebagai putra dari Ir. Hartarto yang merupakan Menteri Perindustrian di Era Presiden Soeharto, ia jelas telah melihat konstelasi kebangsaan dari jarak terdekat. Apalagi ia tentu telah sangat lama fasih dengan kronik kepartaian di Indonesia.
Jiwa kepemimpinannya telah terasah dan tergambar sejak muda. Semasa SMA ia pernah menjabat Ketua Osis di SMA Kanisius. Semasa kuliah ia pernah menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa dari Fakultas Teknik.
Kapasitas intelektualitasnya juga jelas terlihat melalui jenjang pendidikannya. Selain merupakan sarjana dari Universitas Gadjah Mada, ia juga pernah menimba ilmu di Amerika dan Australia. 2 diantaranya menghasilkan gelar master, yaitu Master of Business Administration (MBA) dari Monash University dan Master of Management Technology (MMT) dari Melbourne Business School University.
Selain itu, terutama sekali AH adalah figur dengan profil bersih tidak tercela. Sepanjang kariernya ia sama sekali tidak pernah tersangkut masalah hukum. Padahal AH telah beberapa kali menjabat posisi penting dalam kepengurusan pusat Golkar sejak menjadi Wakil bendahara pada tahun 2004.
Di samping jabatan penting dalam partai, AH juga pernah menempati jabatan publik sebagai Ketua Komisi VI ketika menjadi anggota DPR periode 2009-2014. Hingga saat ini dalam periode kedua masa jabatannya sebagai anggota dewan, AH telah berpengalaman di DPR pada berbagai Komisi yaitu Komisi VI, VII, X, dan XI.
Karakter AH pun diperlengkap dengan 7 inti pemikiran Mahatma Gandhi yang terus diterapkannya. 7 dosa sosial yang harus dihindari, yaitu kaya tanpa bekerja, kesenangan tanpa kesadaran, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moral, ilmu tanpa kemanusiaan, penghargaan tanpa pengorbanan, dan politik tanpa prinsip.
Dari latar belakangnya serta niat untuk menyelamatkan partai Golkar dari kehancuran, AH adalah tokoh paling mencukupi syarat untuk saat ini. Di bawah kepemimpinan AH nantinya partai beringin akan dapat rindang kembali.