Mohon tunggu...
Mely Ferawati
Mely Ferawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

liked do research and writing

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Dimensi Digital dalam Perang Siber Israel dan Hamas yang Mengorbankan Warga Sipil

1 Desember 2024   22:11 Diperbarui: 1 Desember 2024   22:11 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://images.theconversation.com/files/591540/original/file-20240501-16-b99scd.jpg?ixlib=rb-4.1.0&q=45&auto=format&w=1000&fit=clip

Gambar di atas menunjukkan salah satu contoh serangan siber, yaitu peretasan papan iklan elektronik di berbagai negara, termasuk di Spanyol, yang digunakan untuk menampilkan pesan pro-Palestina. Peretasan ini menggambarkan bagaimana dimensi digital kini menjadi sarana baru untuk menyebarkan pengaruh dan propaganda, sekaligus menunjukkan peran kelompok peretas dalam konflik internasional.

Konflik antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober 2023 telah menghadirkan dinamika baru dengan adanya serangan di ranah digital. Konflik ini memperluas ruang lingkup peperangan dari medan fisik ke dunia maya. Serangan mematikan yang dilancarkan Hamas pada hari itu diyakini telah dipersiapkan dengan dukungan operasi siber yang ekstensif, yang menunjukkan betapa pentingnya aspek digital dalam perencanaan taktik modern.

Melalui unit peretasnya, yang dikenal sebagai Gaza Cybergang, Hamas telah melakukan spionase terhadap instalasi militer Israel. Upaya pengumpulan informasi sensitif ini memberikan intelijen penting. Intelijen tersebut berperan langsung dalam efektivitas serangan fisik.

Menggunakan teknik siber canggih seperti phishing dan penyusupan digital, kelompok tersebut berhasil meretas sistem milik Israel untuk memperoleh data strategis terkait penempatan dan kelemahan target-target militer. Informasi ini terbukti instrumental dalam melancarkan serangan. Hal ini mengindikasikan peningkatan keterkaitan antara operasi siber dan operasi lapangan dalam konflik modern.

Saat serangan 7 Oktober berlangsung, kelompok peretas pro-Palestina lainnya, AnonGhost, meluncurkan aplikasi seluler yang memiliki nama serupa dengan aplikasi peringatan yang sudah dikenal oleh warga Israel. Dalam konteks peperangan psikologis, aplikasi palsu ini menyebarkan peringatan yang menyatakan adanya ancaman dari Hamas. Peringatan tersebut bahkan mencakup informasi palsu seperti ancaman serangan nuklir.

Di balik layar, aplikasi tersebut tidak hanya menyebarkan informasi menyesatkan yang memicu kepanikan, tetapi juga mengumpulkan data pengguna yang meliputi kontak, pesan teks, hingga log panggilan. Kehadiran aplikasi ini menimbulkan ketakutan, meningkatkan rasa ketidakamanan, dan menyebarkan kebingungan di kalangan warga sipil Israel. Akibatnya, warga sipil Israel mengalami dampak psikologis yang berat akibat peringatan-peringatan palsu ini.

Penipuan semacam ini memperlihatkan taktik siber baru yang tidak hanya menyerang fisik, tetapi juga berusaha mengacaukan mental dan moral pihak lawan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Perang siber yang dilancarkan oleh Hamas dan sekutu-sekutunya ini tidak hanya menyasar kekuatan militer Israel. Serangan tersebut juga menargetkan infrastruktur kritis yang berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari warga sipil.

Serangan  Distributed Denial of Service (DDoS) dan serangan malware diarahkan kepada situs-situs media, bank, dan lembaga pemerintah Israel. Serangan ini menyebabkan gangguan operasional yang luas dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap layanan digital. Selain itu, serangan tersebut bahkan menghambat akses ke informasi yang akurat.

Upaya mempengaruhi opini publik Israel, Hamas dan kelompoknya mengadakan kampanye propaganda yang luas melalui media digital. Kelompok ini berhasil meretas papan digital di tempat-tempat umum dan menyebarkan pesan pro-Palestina. Mereka juga mempublikasikan berita palsu yang bertujuan menanamkan keraguan dan ketidakpercayaan di antara warga Israel.

Tindakan ini menunjukkan bahwa dimensi siber tidak hanya digunakan untuk pengumpulan intelijen atau sabotase, tetapi juga sebagai alat untuk membentuk opini publik dan mengatur narasi. Di sisi lain, Israel, yang dikenal memiliki kapabilitas siber global, menghadapi tantangan besar. Tantangan tersebut terkait dengan upaya menangani serangan siber dari Hamas.

Efektivitas arsenal siber Israel terbatas oleh fakta bahwa Hamas dan kelompok pendukungnya tidak terlalu bergantung pada internet dalam operasi mereka. Sebagai respons atas hambatan ini, Israel mengambil langkah drastis dengan melakukan pemadaman internet di Gaza. Langkah ini diambil untuk mengurangi kemampuan Hamas dalam melancarkan serangan siber dan mengontrol narasi digital.

Langkah ini bertujuan untuk mengurangi kapasitas komunikasi dan koordinasi Hamas, tetapi juga menuai kritik keras dari komunitas internasional karena dampaknya yang luas pada layanan publik dan upaya kemanusiaan di Gaza. Banyak negara dan organisasi hak asasi manusia mengungkapkan kekhawatiran bahwa pemadaman internet tersebut menghambat akses terhadap layanan medis. Pemadaman itu juga memperparah krisis kemanusiaan serta menghalangi warga Gaza untuk mendapatkan informasi penting selama konflik berlangsung.

Konflik siber ini semakin menunjukkan sifatnya yang lintas-batas, dengan adanya keterlibatan dari negara-negara dan kelompok peretas lain yang mendukung Hamas dalam peperangan siber. Beberapa negara seperti Iran, Sudan, Pakistan, dan Rusia disebut-sebut terlibat dalam memberikan dukungan siber. Dukungan tersebut diberikan baik melalui bantuan teknis maupun penyediaan peralatan.

Bantuan ini diberikan melalui peretas-peretas atau kelompok yang berafiliasi dengan negara-negara tersebut, yang turut melancarkan serangan terhadap Israel. Terlibatnya aktor-aktor internasional ini memperlihatkan bagaimana konflik antara Israel dan Hamas bukan lagi sekadar konflik regional. Konflik ini telah menjadi ancaman bagi keamanan global.

Konflik ini memperlihatkan betapa kompleksnya keamanan siber di tengah hubungan internasional, di mana serangan siber lintas-batas dapat memicu instabilitas dan memperburuk ketegangan di berbagai negara. Secara keseluruhan, konflik Israel-Hamas menggarisbawahi evolusi medan peperangan modern. Konflik ini melibatkan dimensi digital sebagai arena baru untuk melakukan serangan dan penyebaran pengaruh.

Dengan berbagai teknik siber yang diterapkan, mulai dari serangan spionase hingga kampanye disinformasi, warga sipil di kedua belah pihak menjadi target utama yang merasakan dampak langsung. Kehidupan sehari-hari warga Israel dan Gaza terganggu, tidak hanya oleh ancaman fisik. Tetapi juga oleh kekacauan digital yang menimbulkan ketakutan dan keresahan psikologis.

Keterlibatan negara lain dalam mendukung Hamas secara siber, konflik ini juga menandai meningkatnya keterkaitan antara keamanan siber nasional dengan keamanan internasional. Peperangan siber antara Israel dan Hamas bukan hanya masalah bagi kedua pihak. Konflik ini juga menjadi tantangan global yang memerlukan perhatian mendalam terhadap regulasi, etika, serta strategi pertahanan siber di tengah dinamika geopolitik yang terus berkembang.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun