Mohon tunggu...
Melyanti Aliyah
Melyanti Aliyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi D3

Sudah berapa lembar buku yang kamu baca hari ini?

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Storytelling yang Seru Bareng Beginu

18 Desember 2022   18:13 Diperbarui: 3 Januari 2023   22:16 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekitar pertengahan Oktober 2022, Kompas Gramedia menyelenggarakan program Social Impact “Jurnalisme Berkebangsaan” Batch 3. Sebuah kesempatan bagus yang tidak boleh kita lewatkan karena bisa mengikuti 2 kursus di Kognisi secara gratis. Salah satu kursus yang berkesan untuk saya ialah “Membuat Storytelling Sesuai Kaidah Jurnalistik untuk Konten Kreator” oleh Wisnu Nugroho yang akrab disapa Beginu atau Inu.  

Storytelling. Begitu membaca kata itu, saya langsung terpikat. Terlebih lagi, pematerinya adalah Pemimpin Redaksi Kompas. Mempelajari storytelling langsung dari ahlinya hanya dengan bermodalkan kuota internet, siapa yang tidak mau?

Materinya dibagi menjadi beberapa sub bab yang berisikan video pendek, materi dalam format PDF, dan sejumlah kuis dengan tipe pilihan ganda atau isian. Jika dijumlahkan, terdapat 47 sub materi yang diklasifikasikan ke dalam 5 pokok bahasan. Hal ini cukup membantu ketika saya sedang rehat sejenak dari tugas-tugas kuliah, tetapi ingin mempelajari storytelling sedikit demi sedikit.

Dalam kursus tersebut, saya mempelajari dasar-dasar storytelling, bagaimana bersikap sebagai storyteller, langkah-langkah menulis sebuah cerita, cara menceritakan sebuah cerita, serta mengetahui seperti apa storytelling di era digital.

Di dalam dasar-dasar storytelling, terdapat definisi, urgensi, dan pemanfaatan storytelling di berbagai jenis pekerjaan. Dijelaskan pula bagaimana menerangkan proses komunikasi yang baik menurut model komunikasi Lasswell, yaitu dengan cara menjawab pertanyaan mengenai “who-says what-in which channel-to whom-with what effect”. Kemampuan yang baik dalam bercerita secara tidak langsung akan menjelaskan diri kita sekaligus membuat audiens dapat menerima cerita itu tanpa penolakan. Selain bercerita, kita juga bisa menceritakannya melalui tulisan jurnalistik dengan cara melibatkan audiens ke dalam cerita tersebut. Misalnya, seperti saat ini.

Selanjutnya, dalam membuat storytelling, pencerita harus bersikap patuh pada nilai dan etika jurnalisme. Pencerita bertanggung jawab kepada audiens untuk menyampaikan pesan yang relevan sesuai sasaran generasi. Supaya relevan, kita perlu mengetahui karakteristik audiens di tiap-tiap platform digital berdasarkan geografi, demografi, psikografi, psikologi, dan kontekstual. Tak kalah penting dari itu, informasi yang kita sampaikan juga harus berasal dari laporan yang objektif, terverifikasi, dan independen supaya tidak menyesatkan dan mengecewakan publik. Riset yang akurat ini akan membuat kita menjadi penulis yang bisa “own your writing”.

Pada bagian ketiga, diterangkan apa saja yang perlu kita lakukan agar bisa menghasilkan sebuah cerita. Dimulai dari mengobservasi 5W+1H suatu peristiwa berdasarkan sudut pandang storyteller yang dianalogikan sebagai “Aku”. Sama seperti cerita pada umumnya, kita perlu menciptakan karakter dan persona, stake, plot, serta setting. Adanya elemen-elemen itu akan membantu kita dalam menuliskan sebuah cerita yang terdiri atas narasi yang kronologis, deskripsi orang-tempat-benda secara detail, dialog antartokoh, maupun kutipan.

Jika kita ingin membawakan cerita yang menarik di depan audiens, yang harus diperhatikan adalah setting yang baik, melibatkan audiens dalam plot, serta terdapat konflik yang membuat audiens penasaran akan resolusi yang penuh pemahaman. Adapun teknik penting yang harus kita terapkan saat bercerita, yakni kronologis, artikulasi jelas, intonasi tepat, gestur sesuai, dan mimik wajah ekspresif. Kita juga perlu menguasai materi supaya dapat menyampaikannya dengan baik dan tidak membuat audiens kecewa.

Terakhir, storytelling yang ingin kita bagikan di media sosial harus sesuai dengan jenis medianya. Terdapat 6 jenis media sosial, di antaranya: social news site yang penggunanya bisa mengirim apa saja dan bisa saling berinteraksi, social networking yang populer digunakan untuk berjejaring, social sharing yang memiliki fitur berbagi konten, blog yang isinya beragam informasi hingga karya sastra, microblogging yang lebih terbatas daripada blog, serta forum yang digunakan untuk mendiskusikan apa saja. Media sosial yang sering digunakan untuk storytelling, antara lain: Facebook, Instagram, Youtube, Tiktok, dan Twitter.

Di sela-sela materi, Wisnu Nugroho juga menceritakan beberapa pengalamannya selama menjadi jurnalis. Salah satu cerita yang masih saya ingat adalah mengenai perbedaan antara perkataan dan perbuatan para pejabat negara kita. Wisnu Nugroho menemukan fakta menarik bahwasannya para pejabat tidak mematuhi peraturan yang dibuat Presiden SBY pada saat itu untuk mencintai produk dalam negeri, tetapi malah berusaha menutupi tindakannya yang masih sering menggunakan produk impor.

Sepanjang mendengar penjelasan materi, sesekali pandangan saya teralihkan pada tulisan yang tercetak di kaus hitam yang dikenakan beliau. Kira-kira, begini tulisannya: “Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik”. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun