Executive Producer Egy Massadiah (paling kiri) dan Sukmawati Soekarnoputri (kedua dari kanan) bersama para pemain (foto: @nining_ningsih) SETELAH menembus kemacetan luar biasa yang mendera sebagian besar jalan utama di Jakarta Kamis sore (28 November 2013) kemarin, saya akhirnya sampai juga ke lokasi pemutaran perdana film “Ketika Bung di Ende” di Studio XXI Djakarta Theatre, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Jam saya menunjuk pukul 19.47 WIB. Untuk sampai ke sana dari rumah saya di Depok, saya menghabiskan waktu 3 jam 47 menit. Fiuh! Saya melangkah ke Djakarta Theatre, masuk ke toilet untuk pipis, cuci muka, dan merapikan pakaian, lalu bergabung dengan belasan tamu yang sudah datang lebih dulu. Saya mengira saya sudah terlambat, karena rekan yang mengundang bilang acara dimulai pukul 18.00 WIB. Di pintu masuk, semua yang datang diberi sebuah buku berjudul “Bung Karno Ata Ende”, yang ditulis Roso Daras dan Egy Massadiah. Nama yang saya sebut terakhir, belakangan saya tahu ternyata produser film ini.
Film “Ketika Bung di Ende” ini adalah produksi bersama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (melalui Direktur Jenderal Kebudayaan) dan PT Cahaya Kristal Media Utama (Cakrisma) sebagai pelaksana produksi. Ditulis dan disutradarai oleh Viva Westi. Malam itu, beberapa aktor dan aktris yang bermain dalam film ini tampak hadir, seperti Baim Wong (sebagai Bung Karno), Paramitha Rusady (sebagai Inggit Ganarsih), dan aktor pemeran pembantu seperti Tio Pakusadewo dan Ninik L. Karim.
Film ini berkisah tentang pengasingan Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada masa kolonial Belanda (1934-1938). Pembuatan film ini disebut-sebut merupakan bagian dari grand design Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mewujudkan pendirian Museum Presiden. Museum itu didirikan di lingkungan Istana Bogor dan ditargetkan akan rampung pada April 2014. “Ini adalah film sejarah. Sejarah orang besar Indonesia. Karena itu, saya enggak mau sembarangan. Apalagi penulisan skenarionya saja melibatkan para sejarawan serta para ahli sejarah Sukarno,” ungkap Viva Westi dalam buku “Bung Karna Ata Ende”. Pengambilan gambar dilakukan di Ende sejak 28 September – 22 Oktober 2013.[] Artikel ini juga bisa Anda baca di www.melviyendra.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H