Mohon tunggu...
Melvin Firman
Melvin Firman Mohon Tunggu... wiraswasta -

" hanya orang biasa yang suka iseng nulis-nulis apa yang teringat, terlihat dan terasakan tanpa basa basi dan apa adanya."

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Urus Saja Moralmu Sendiri, Hukum Harus Ditegakkan

30 Januari 2015   15:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:06 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang berkata bahwa negara harus di jalankan di atas rambu-rambu konstitusi, namun pada saat yang lain orang-orang juga berkata bahwa moralitas harus lebih di utamakan dalam proses penegakkan hukum. Mereka berkata hukum adalah panglima dan di lain sisi mereka juga berkata moralitaslah yang harus di perhatikan pada saat akan di lakukan suatu proses penegakkan hukum.

Pertanyaannya: Mana yang harus di utamakan moralitaskah atau hukum kah ?

Untuk hal ini, saya jadi teringat kata seorang pakar ketatanegaraan di acara ILC tadi malam. Beliau mengatakan perdebatan antara moralitas dan hukum itu sudah terjadi sejak jaman cina kuno.Dan akhirnya berujung kepada suatu pemahaman bahwa hukumlah yang lebih utamakan diatas moralitas. Dan bangsa ini juga di dirikan atas konstitusi juga, itu artinya tegakkan hukum hukum setegak-tegaknya dengan tidak menafikan prinsip-prinsip “culture value” yang berlaku.

Pada acara yang sama bahkan ada juga seorang pakar yang memberi contoh tentang bagaimana hukumnya orang yang sholat hanya menggunakan celana pendek yang menutupi lututnya. Sah kah sholat nya? Menurut hukum fiqih, sholatnya sah, namun menurut moralitas, itu tidak sopan alias tidak beradab.

Pertanyaannya: Siapakah yang menilai hal demikian itu bermoral tau tidak bermoral ?

Tentu yang jawabannya adalah “public” atau persepsi publik, namun apakah yang di sembah (baca: Allah), mempersoalkan hal tersebut dan memberi putusan hukum kepada hal tersebut. Ternyata jawabannya tidak, bukan. Bukankah orang yang sholat dengan celana panjang, baju takwa dan sorban tentu tidak lebih besar pahalanya di banding dengan orang yang sholat hanya dengan celana pendek selutut.

Lantas kenapa juga orang-orang selalu mempersoalkan moralitas pada saat akan menegakkan hukum? Karena sejatinya moraitas itu di tegakkan berdasarkan persepsi nilai yang berlaku di suatu daerah. Tentu di antara daerah yang satu dengan daerah yang lain akan berbeda dalam menggunakan perspsi mereka tentang suatu hal yang berkaitan dengan moralitas.

Contohnya: orang Surabaya biasa jika bertutur kata suka menambahkan kata “diancok” yang secara harfiah nyata-nyata merupakan sebuah kata yang tdak pantas untuk di ucapkan, begitupun halnya dengan kata “anjing, anjir” di daerah Bandung. Pertanyaannya apakah mereka-mereka itu tidak bermoralkah? Apakah mereka-mereka yang keliatan seperti orang suci, terpelajar dan bertutur kata baik dan sopan itu sudah pasti bermoral baik ?

Menurut saya itu relative. Alangkah lebih baik jika kita tunduk kepada konstitusi yang berlakusaja, bukan kepada persepsi yang dibuat di atas dasar moralitas. Biarkan saja urusan moral menjadi urusan individu-individu. Yang terpenting adalah adalah bagaimana hukum yang di buat dengan nalar yang baik dan sehat itu akan di tegakkan setegak tegaknya. Urusan moralitas akan dengan sendirinya mencari jalan sendiri untuk mengeksekusi orang-orang para pemuja moral itu sendiri. Selama morallitas tidak menjadi hal-hal yang dapat mengganggu ketenteraman orang banyak yang berujung kepada suatu tindakan melawan hukum, maka biarkanlah hal itu menjadi urusan individu per individu saja. Jangan bicara moral dalam menegakkan hukum, jika pada kenyataannya yang bicara itu juga belum tentu bermoral baik.

Memang terdengar ringan dan klise, namun sangat berat di jalankan. Tetapi bukan berarti tidak bisa, inilah saatnya untuk benar-benar menegakkan hukum setegak-tegaknya di negeri ini. Jangan ada intervensi oleh orang-orang yang tidak bersentuhan langsung dengan hukum yang akan di tegakkan itu sendiri. Jangan ada lagi upaya-upaya untuk menggiring persepsi masyarakat ke arah yang pada akibatnya akan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum itu sendiri. Saatnya untuk memperkuat institusi-institusi hukum dan mulai belajar kembali percaya dan taat kepada hukum.

Khusus bagi penegak hukum,. Inilah saatnya untuk meluruskan niat kembali dan jadilah penegak hukum yang sejati. Janganlah menjadi penegak hukum “abal-abal” alias penegak hukum yang berjiwa politisi. Jangan juga menjadi penegak hukum yang oportunis, pragmatis, autis, iblis, foolish, “sok moralis padahal narsis. Karena jika itu semua terjadi, maka jangan salahkan kami sebagai rakyat harus menggunakan HUKUM RIMBA untuk menegakkan hukum itu sendiri di negeri ini. Ingat kedaulatan itu ada di di tangan rakyat dan rakyat juga memiliki hukum sendiri, jika para penegak hukum sudah tidak lagi bisa menegakkan hukum setegak-tegaknya.

Sedikit pesan bagi para LSM-LSM dan pengamat-pengamat amatiran atau pakar sekalian yang katanya bekerja untuk kepentingan rakyat banyak dan katanya idealis. Please dech, jangan sok pintar padahal dungu, sok suci padahal banci, sok idealis padahal oportunis, sok intelektual padahal pembual. Bekerjalah secara professional dan jangan lagi berlindung di balik media untuk memutar balikan opini masyarakat. Masyarakat umum sejatinya tidak butuh itu, yang mereka butuhkan hanyalah ketenangan, ketenteraman dan kesejahteraan bukan ketenaran dan hiburan yang tidak menghibur. Mereka tidak peduli seberapa pintarkah anda, atau seberapa kotorkah anda. Yang mereka pentingkan seberapa ikhlaskah anda dalam menggunakan potensi anda dan tentunya seberapa besar pengaruhnya yang anda lakukan itu terhadap kehidupan mereka sehari-hari secara nyata. Bukan mimpi, bukan janji, bukan ilusi, tetapi kenyataan.

Masyarakat juga tau, bahwa anda-anda itu juga butuh uang, butuh ketenaran, jabatan publik dll. Tetapi please dech, jangan lagi memanfaatan ketidak tahuan kami untuk melampiaskan nafsu birahi anda terhadap hal-hal yang berbau keduniawian itu sendiri. Bekerja cerdas, jujur dan lkhlaslah, sebab antara anda dan kami juga memiliki tugas masing-masing di dunia ini dalam mencapai hakikat dan tujuan hidup itu sendiri di mata Tuhan.

Sebab kami sekarang juga lagi berusaha untuk memungut kembali pecahan-pecahan rasa kepercayaan kami terhadap penyelenggara Negara ini yang sebelumnya telah hancur berkeping-keping. Jangan lagi menambah buruk keadaan, hingga pada akhirnya akan membuat kami tidak lagi menjadi suatu kesatuan yang berdiam di bawah payung “Negara Kesatuan Republik Indonesia”

“Sambil baca kalau bisa sambil disimak lagu iwan fals : Manisia Setengah dewa “

https://www.youtube.com/watch?v=AI5t8TNqZ-Q

Wassalam !!!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun