“Ayah..ayah..saat terima rapor kenaikan kelas nanti kita mau kasih hadiah apa buat wali kelasku”, Tanya Kunti
“Hmmm..!! Hadiah !, emang wajib kamu ngasih hadiah ke wali kelas, lagian kamu khan masih kelas satu SD “, jawab Gondo
“Ahh.. ayah pelit..! teman-teman Kunti juga pada ngasih koq !...timpal kunti seraya berlari masuk kamar sembari membanting pintu..
Gondo yang terkejut mendengar perkataan dan tinggkah laku anaknya, mulai sedikit memutar otaknya agar dapat mencari cara untuk memnenangkan perasaan bathin anak kesayangannya Kunti. Sebenarnya dari lubuk hati yang terdalam Gondo adalah tidak menyetujui adanya budaya memberikan hadiah kepada wali kelas setiap kenaikan kelas. Karena sejatinya Gondo adalah tipe seorang ayah yang selalu berpegang teguh kepada prinsip bahwa “ budi tetap lah.menjadi budi dan sangatlah berat jika berhutang budi..”.
Lama berpikir kemudian Gondo mendapat sebuah ide, Gondo pun berjalan ke arah kamar anaknya dan mengetuk pintu kamar.
“Kunti..! bukain donk pintunya..ayah mau bicara “, kata Gondo pelan
“ Kunti nggak mau bicara ama ayah, sampai ayah mau membelikan hadiah untuk wali kelas kunti !! ,” jawab Kunti ketus dari dalam kamar.
“ OK !, hal itu yang ingin ayah bicarakan sama kamu, Gimans kalau kita bicara berdua di ruang keluarga, ayah tunggu disana segera yach sayang “, kata Gondo sambil berjalan menuju ke ruang keluarga.
Tak berselang lama Kunti pun keluar dari kamanya dan segera menemui ayahnya dan duduk persis di sampingnya
“Emangnya ayah mau belikan kado apa ?,” Tanya Kuntui penasaran.
“Gimana kalo Kunti membuatkan sebuah puisi yang di tulis di atas selembar karton, dikasih gambar yang bagus, di warnai dan di bawahnya di tempelin foto Kunti. Setelah itu semua selesai, nanti pada saat terima raport Kunti bacain dech di depan kelas. Gimana Menurut kamu ide ayah ini ?”, kata Gondo sambil memberikan pelukan sayang kepada Kunti.
“hmmm…sepertinya itu ide yang brilian…yuk laksanakan..!”, jawab kunti semangat.
- ========@#$@$====
Itulah sedikit ilustrasi sederhana untuk mengawali opini ini, yang mungkin pernah terjadi di alam nyata. Di mana saat akan kenaikan kelas, para orang tua seperti sudah terpanggil untuk melaksanakan ritual kasih-kasih kado kepada wali kelas anaknya.
Pertanyaannya: Salahkah murid memberi hadiah kepada Guru saat kenaikan kelas ?.
Bicara salah benar tentunya bisa berbeda-beda jawabanya tergantung dari persepsi masing-masing orang. Tapi Menurut saya, ritual kasih-kasih hadiah untuk wali kelas pada momentum kenaikan kelas adalah sesat dan menyesatkan.
Saya mempunyai beberapa alasan :
- “no free lunch man ! ” Hari gene, emang ada yang gratis. Pasti ada niat di balik itu, minimal ada sedikit harapan bahwa suatu saat nanti guru tersebut lebih memperhatikan anaknya. Apalagi bentuk hadiahnya itu berupa barang yang bukan dari hasil karya si anak alias di beli. Lebih-lebih jika barang tersebutmahalmakajelas berasal dariorang tuabukan hasil karya anak didiknya. Bahkan menurut pendapat saya, hal itudapat digolongkan sebagaisuap untukperlakuan istimewabagianak mereka.
Nah!! hadiahsemacam inilah, tidakhanya harusdilarang tetapiSang orang tua tersebut juga harusmenerima peringatantertulis dari pihak sekolah mengenaiperilaku yang tidak pantasdanperilaku sepertiharus diselidikioleh polisi kalau perlu KPK, (hihihi..lebay amat yach!!!) untukmelihat apakahmereka mencoba untukterlalu mempengaruhigurudansekolah dan membuat suatu kebijakan. Dan bagi si guru tentunya akan berada pada posisi serba salah, karena bingung bagaimana cara membalas budi tersebut...Akhirnya yang terjadi adalah pada saat akhir nanti (baca UN), maka si guru akan berusaha bagaimana caranya untuk meberikan sesuatu yang bisa menolong si anak agar lulus dari sekolah tersebut.(wa’llahualam bissawab..!)
- Bayangkan jika setiap tahun Wali Kelas A terus menerima hadiah dari 30 muridnya. Dan kebetulah hadihnya sama yaitu sepatu misalnya. Mungkin setelah 6 tahun menjadi guru, dia akan beralih profesi menjadi pedagang sepatu bro..!! (hihihi..)
- Khusus untuk SD. Menurut saya tindakan seperti di atas itu tidak mendidik sama sekali. Karena jika hal tersebut di biasakan, maka akan tertanam di dalam benak sang anak bahwa kata “terima kasih” yang tulus bisa di gantikan dengan sebuah hadiah yang lebih bernilai. Belum lagi akan menimbulkan kecemburuan social baik itu antar murid maupun antar wali kelas itu sendiri. Dan sebaliknya bagi orangtua murid, hal serupa bisa terjadi. Yang pada akhirnya persaingan tidak sehat antara orangtua murid dalam memberikan hadiah kepada guru, dapat menciptakan kecemburuan social dan ajang pamer status social antara orangtua murid tersebut. Bahkan anatar guru pun bisa terjadi kecemburuan sosial. Padahal sejatinya masa SD itu adalah masa-masa pembentukan karakter, dimana di saat inilah baik guru, orang tua murid dan pihak sekolah mulai mengajarkan dalam kesehariannya suatu bentuk ketulusan dan keihlasan dalam bekerja.
Kenapa tidak mulai di budayakan saja cara berterima kasih yang lebih keatif dan lebih mengasah daya cipta si anak tersebut. Dapat berbentuk suatu karya seni,seperti puisi, lagu, atau apapun bentuknya yang tidak menciptakan suatu emosi yang menyesasatkan secara pribadi bagi guru tersebut karena menerima hadiah itu. Sehingga pada muaranya nanti, si anak bisa lebih memahami bahwa suatu penghargaan itu bukanlah berbentuk sebuah materi semata yang bisa di beli Mal-mal. Sebaliknya bagi Sang Guru, akan lebih mengasah dan memperdalam lagi bagaimana bisa belajar tentang suatu ketulusan dan keikhlasan dalam bekerja.
Kesimpulannya, janganlah kita sebagai orang tua merendahkan profesi guru itu sendiri dengan cara mengabadikan ritual pemberian kado pada saat kenaikan kelas dalam bentuk materi kepada Guru. Karena sejatinya profesi guru adalah profesi mulia.Tidak akan hilanglah kemulian seorang Guru, hanya karena murid-murid atau bahkan orang tua muridnya tidak pernah memberi hadiah berupa materi kepada gurunya.
Guru sejati adalah guru yang bekerja tulus dan ikhlas, karena baginya ucapan terima kasih yang tulus saja sudah menghilangkan penat yang di deritanya sehabis mengajar anak-anak kita. Bahkan beliau-beliau itu akan sangat bangga sekali jika nanti suatu saat beliau-beliau bisa mendengar atau menyaksikan para murid-muridnya bisa tumbuh menjadi anak-anak bangsa yang berguna bagi sesamanya.
Ingatlah bahwa Muhammad dan Isa putra Maryam serta Nabi-Nabi sebelumnya, tidak pernah berharap di beri apapun dari murid-muridnya karena telah mengajarkan ajaran agama tauhid kepada mereka. Justru yang di harapkannya adalah tersebar dan teraplikasikannya ajaran tersebut keseluruh penjuru dunia sampai akhir jaman.
Dan terakhir pesan saya: jangan sesekali kita mengotorkan niat mulia para Guru yang dengan tulus ikhlas berbagi ilmu, dengan cara-cara yang bisa melunturkan niat tulus dan ikhlas tersebut.
Salam Hormat dan Sayang Bagi Para Guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H