Halo Sobat Kompasiana!
Berapa banyak dari kita yang pada masa lalu memiliki kegemaran menonton televisi? Saat menikmati program televisi, tak jarang kita menemui iklan-iklan disertai dengan tambahan jingle yang memberikan nuansa semangat dan keceriaan sebagai penghibur dalam iklan tersebut. Semakin sering iklan-iklan itu muncul di layar televisi, membuat kita terus-menerus terhanyut oleh nyanyian yang menjadi ciri khas dari setiap iklan. Melalui serangkaian pesan yang disampaikan dengan bentuk jingle, iklan tersebut mampu meninggalkan jejak yang mengesankan dalam memori kita. Salah satu contoh iklan yang memiliki jingle menarik dan memorable tersebut yaitu iklan obat tradisional Mastin yang muncul di televisi pada tahun 2014.
Kabar gembira untuk kita semua, kulit manggis kini ada ekstraknya.
Penggalan lirik dari iklan Mastin ini menjadi jendela nostalgia yang membawa kita kembali pada masa ketika iklan tersebut menjadi perbincangan kontroversial. Bahkan setelah sekian waktu berlalu, daya tariknya masih tersisa kuat di benak banyak masyarakat Indonesia. Pengaruh iklan ini tak hanya bersifat sementara, melainkan menancap dalam ingatan kita seiring berjalannya waktu. Terdapat beberapa efek yang diterima oleh penonton setelah melihat iklan ini. Apabila dikaitkan dengan teori ELM (Elaboration Likelihood Model), kita dapat melihat bagaimana penonton menerima pesan persuasi yang terdapat pada iklan Mastin.
Teori ELM (Elaboration Likelihood Model) adalah suatu teori komunikasi yang dikembangkan oleh Richard E. Petty dan John T. Cacioppo pada tahun 1986. Teori ini berfokus pada cara orang memproses informasi dan membentuk sikap mereka terhadap suatu pesan. Pada teori ELM terdapat dua jalur proses persuasi, yaitu jalur sentral (central route) dan jalur periferal (peripheral route).
Rute sentral melibatkan elaborasi pesan. Elaborasi pesan adalah sejauh mana seseorang memikirkan secara cermat argumen-argumen relevan isu yang terkandung dalam komunikasi persuasi (Griffin, 2012:206). Sedangkan jalur periferal terjadi ketika orang-orang tidak melakukan pemrosesan informasi secara mendalam. Penggunaan jingle sebagai ciri khas iklan Mastin ini dapat menjadi bagian dari jalur periferal dalam proses persuasi tersebut.
Dalam iklan herbal Mastin yang diproduksi oleh PT Jamu Borobudur, terdapat strategi komunikasi yang menggunakan jingle sebagai ciri khas produk untuk mempengaruhi penonton melalui Teori ELM. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jalur periferal adalah cara manusia memproses informasi tanpa melakukan pertimbangan mendalam. Dalam hal ini, jingle berperan sebagai faktor periferal yang dapat memengaruhi sikap penonton tanpa memerlukan analisis yang mendalam. Jingle dengan melodi yang ceria dan lirik yang mudah diingat dapat memancing respons emosional yang positif, meningkatkan daya tarik produk herbal.
Meskipun jingle beroperasi melalui jalur periferal, Teori ELM memberikan pemahaman bahwa penonton masih dapat beralih ke jalur sentral jika terdorong oleh faktor-faktor tertentu, seperti ketertarikan mendalam terhadap manfaat produk herbal atau testimoni pengguna. Dengan demikian, strategi iklan ini mencoba membangun kesan positif dan daya tarik melalui jalur periferal, sambil memberikan kesempatan bagi penonton untuk melakukan pemrosesan informasi lebih mendalam jika diperlukan.
Dengan memahami peran teori ELM dalam penerapan iklan Mastin, kita dapat mengamati betapa pentingnya jingle sebagai elemen jalur periferal dalam proses persuasi. Jingle, dengan ciri khas yang melibatkan melodi ceria dan lirik yang mudah diingat, menjadi salah satu kunci keberhasilan iklan dalam menciptakan kesan positif. Dalam masyarakat Indonesia, iklan ini berhasil mengukir jejak historis dan emosional yang mendalam. Setiap kali jingle tersebut terdengar, ia membangkitkan kenangan dan asosiasi yang tak terlupakan dalam ingatan. Keberhasilan iklan Mastin bukan hanya dalam menyampaikan pesan produk, tetapi juga dalam membentuk hubungan emosional yang kokoh dengan penontonnya.