Mohon tunggu...
Meltry SilvaniDesta
Meltry SilvaniDesta Mohon Tunggu... Psikolog - Asisten Psikolog

Sebagai asisten psikolog, saya memiliki latar belakang pendidikan dalam psikologi dan telah melalui pelatihan untuk membantu psikolog dalam melakukan tugas-tugas administratif, pengumpulan data, dan analisis data. Saya memiliki keterampilan interpersonal yang baik dan mampu memberikan dukungan kepada pasien secara empati dan sensitif. Saya juga memiliki kemampuan untuk bekerja dalam tim, mengikuti prosedur, dan menjaga kerahasiaan pasien. Saya selalu berusaha untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan saya dalam bidang psikologi agar dapat memberikan bantuan yang terbaik bagi pasien dan tim psikolog yang saya bantu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Fenomena Ketakutan Membangun Komitmen dalam Hubungan Romantis (Gamaphobia)

24 November 2023   09:53 Diperbarui: 24 November 2023   11:12 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengenal fenomena ketakutan membangun komitmen dalam hubungan romantis (Gamaphobia)
 Penulis : A. Kasandra Putranto, Meltry Silvani Desta, Bilqis Sekar Ayu Maharani, Fahrani Elvina Nindita

Menurut laporan statistik Indonesia, terjadi penurunan angka pernikahan di Indonesia sebesar 2,1% dibandingkan dengan tahun 2021, sementara angka pernikahan pada tahun 2022 merupakan angka terendah dalam 10 tahun terakhir. Adapun penurunan angka pernikahan di Indonesia ini sudah terjadi sejak tahun 2012 (Databoks, 2023). Data ini menunjukan bahwa menurunnya jumlah pasangan yang menikah di Indonesia bukanlah fenomena baru, melainkan sudah menjadi tren selama satu dekade terakhir. Dan ternyata fenomena ini tidak hanya tampil di Indonesia, namun juga terjadi secara global, sering dengan kemunduran usia pernikahan. Di Amerika Serikat, tercatat di tahun 1960, umumnya wanita maupun pria menikah di usia 20-an. Namun di tahun 2011, laki-laki umumnya belum menikah hingga usia 29 tahun dan wanita hingga usia 27 tahun (Pew Research Center, 2011).

Adanya tren penurunan angka pernikahan menunjukkan adanya berbagai potensi kemungkinan penyebabnya dari keputusan untuk tidak menikah. Salah satu topik bahasan yang sering kali muncul adalah ketakutan untuk membangun komitmen dalam hubungan romantic atau sering disebut Gamaphobia. Gamaphobia adalah ketakutan berlebih untuk berkomitmen dengan pasangan atau ketakutan untuk menikah yang biasanya diakibatkan karena trauma bersama orang lain, dengan ciri-ciri fisik dan psikis seperti serangan panik saat memikirkan mengenai komitmen serius atau menikah (IHC Telemed, 2021). Namun Gamophobia tidak dikategorikan sebagai sebuah diagnosa tersendiri dalam DSM-5 yang digunakan oleh dokter jiwa dan psikolog untuk menentukan diagnosa pasien, umumnya dikategorikan sebagai 'phobia spesifik' atau 'tipe kecemasan lain' tergantung dengan gejala yang dialami (Cherry, 2023).

Berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan sosial  ditengarai berpengaruh atas terjadinya fenomena ini. Yang pertama adalah globalisasi yang berpengaruh terhadap  pola  pikir dan gaya hidup anak  usia  muda. Dengan perempuan memiliki kesempatan yang sama besar dalam dunia pekerjaan yang memungkinkan kesempatan semakin pencapaian selain menikah yang dapat berkontribusi dalam menurunnya posisi menikah sebagai prioritas. Ke dua, persepsi terhadap  kesuksesan yang dinilai secara ekonomi dan pendidikan dapat membuat sebagian masyarakat muda lebih mementingkan hal-hal tersebut dalam kehidupan dan mengesampingkan hubungan. Faktor sosial yang mungkin berpengaruh adalah meningkatnya jumlah perceraian dalam masyarakat yang berpotensi membuat pasangan muda lebih berhati-hati untuk membuat keputusan menikah.  

Beragam alasan dapat memicu rasa takut seseorang untuk menikah, mulai dari keinginan untuk hidup bebas, fokus dengan karir atau ketakutan akan kehilangan identitas, kontrol, gagal, hingga dikhianati. Riwayat masa lalu yang tumbuh dengan hubungan orang tua yang tidak harmonis, dapat membentuk persepsi buruk mengenai pernikahan hingga timbul rasa takut akan memiliki hubungan yang sama dengan orang tua. Selanjutnya ketakutan akan kebahagiaan yang biasanya dirasakan oleh individu dengan trauma berat atau rasa bersalah yang besar dalam hidup dapat membuat mereka merasa tidak berhak untuk bahagia (Mahfuzhatillah, 2018; Curtis & Susman,1994)

Walaupun keputusan untuk tidak menikah dapat merupakan suatu pilihan hidup seseorang, tidak jarang ketakutan berlebih akan pernikahan atau komitmen menjadi suatu hal yang mengganggu keseharian individu tersebut. Terlebih, jika hal ini disebabkan karena adanya trauma masa lalu. Masalah ini dapat ditangani lebih lanjut melalui konsultasi dan terapi dengan tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater. Melakukan psychological check-up secara berkala  membantu untuk mengidentifikasi lebih dini tanda masalah psikologis umum seperti depresi atau kecemasan. Masalah seperti ini sangat bisa diatasi, terutama dengan identifikasi dini, sebelum situasi menjadi lebih parah yang berpotensi memicu trauma yang lebih besar dan kemungkinan gangguan, baik padabdiri sendiri dan orang sekitar. Jangan malu atau malu untuk berbicara dengan tenaga ahli atau orang terdekat mengenai kondisi kesehatan mental. Psikolog atau Psikiater akan hadir untuk membantu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun