Tik Tok merupakan salah satu platfrom inklusif, berkembang sebagai ranah peyalur ekspresi para user yang dikemas dengan video pendek. Tik Tok seringkali menghadirkan banyak isu sejak applikasi tersebut diluncurkan, seperti pada konten pansos, saling menghina, bullying, sehingga menjadi penyebab pemboikotan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menagtisipasi arus negatif yang masuk. Â
Pertimbangan pemboikotan aplikasi Tik Tok yang terjadi di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan Jepang, cenderung memiliki alasan yang relatif sama, yaitu persoalan keamanan negara. Sedangkan di Indonesia, Tik Tok sempat diblokir selama seminggu pada bulan Juli 2018 lalu, dengan alasan bahwa Tik Tok masih mengikuti UU dan aturan yang berlaku. Tetapi, pada kenyataanya sekarang masih saja  banyak konten negatif yang dimuat oleh para user, sehingga menjadi latar belakang penurunan dekadensi moral bangsa.
Salah satu konten negatif yang paling sering menjadi perbincangan adalah konten yang dibuat sebagai ajang panjat sosial, mungkin konten ini dinilai lebih efektif untuk mencapai ketenaran, sedangkan latar belakang timbulnya eksistensi tersebut berawal dari rasa ingin menutupi kekurangan, perpektif karena bisa diterima oleh kalangan viewrs, untuk menuntut kesetaraan level, butuh pengakuan dan ingin diperhatikan. Berbagai fenomena ini tidak dapat dilepaskan dari rasa kebahagiaan, yang pada dasarnya hakikat dari definisi kebahagiaan itu ditentukan oleh masing-masing individu, karena penentuan makna dari kebahagiaan dibangun berdasarkan pola pikiran.Â
Namun yang terjadi dikalangan pengguna Tik Tok, definisi kebahagiaan dikaitkan dengan ketenaran yang didapat dari sejumlah konten negatif, dari sinilah pola pikir untuk menafsirkan kebahagiaan tersebut menjadi salah, kesalahan berfikir itu terbentuk  dari kecenderungan memandang diri sendiri sebangai  pusat perhatian Idols of the cave, yang mengeklaim bahkan membela kebenaran pribadi, sehingga pendapat tersebut menghambat proses berfikir jernih dan menutup diri dari pentingnya nilai bermoral dalam bermedia
Sedangkan pada moralitas yang sebenarnya harus diindahkan dalam bermedia, menjadi semakin rancu karena berefek pada viewrs dari semua kalangan umum termasuk anak kecil, efek dan dampak tersebut dipermudah dengan adanya proses pembuatan akun yang cenderung mundah, sehingga lebih membuka akses bagi masuknya konten negatif yang semakin banyak ditiru dengan alih-alih meminjam istilah viral untuk mengikuti perkembangan zaman.Â
Sementara pada kondisi bermoral menjadi dilupakan. Hadirnya media sosial memang menjadikan sisi atau pribadi lain dalam diri kita yang mempengaruhi perubahan sikap dan pola perilaku, yang pada dasarnya tidak terlihat didalam dunia nyata. Namun definisi kebahagiaan yang terpancar justru terdapat dalam sisi tersebut sehingga jika ditelusuri lebih dalam prinsip kebahagiaan yang berlaku hanyalah sementara dan bersifat fana.
Sejalan dengan peryataan yang dikemukakan oleh Plato tentang definisi lain dari kebahagian digambarkan dengan tokoh fiksi Gorgias, dimana Gorgias mampu mempengaruhi orang lain dengan argumennya meskipun dalam berargumen tersebut Gorgias tidak memiliki pengtahuan yang mendalam tentang landasan argumennya, tetapi dia mampu mendapatkan apapun yang dia inginkan termasuk untuk menutupi sisi kepuasannya.Â
Sehingga kebahagiaan itu hidup ketika ada hasrat dari keinginan yang terpuaskan. Kemudian Plato menyimpulkan bahwa kebahagian yang tumbuh dari perspektif Gorgias, hanyalah kebahagiaan yang semu dan tidak memperoleh makna, sehingga untuk memperoleh kebahagiaan yang sesungguhnya manusia harus mengolah akal pikiran dan empati dari perasaan.
Hal ini tampak mirip jika ditarik dari pembicaran kebahagiaan dalam ruang dekadensi moral Tik Tok. Kebahagian yang di klaim oleh pengguna konten pansos adalah bertitik pada ujung ketenaran, kemudian untuk menghidupkan kebahagian agar tetap berjalan terus, ia berupaya mengusung konten negatif  lainnya agar terus mendapatkan perhatian viewrs, hingga pada akhirnya jika rasa kepuasan itu terjadi tanpa ada pengendalian diri yang tegas dari dirinya sendiri, kebahagiaan itu akan berujung semu, tanpa makna, dan menjadi sia-sia karena tidak melibatkan rasionalitas
Sehingga, konten negatif platfrom Tik Tok yang mampu di akses oleh semua kalangan umur menuai dampak yang serius bagi dekadensi moral bangsa, terlebih lagi persoalan bagi penggunanya yang selalu bersaing dalam memburu kebahagiaan dengan cara yang efektif tetapi mengabaikan norma, akal dan moral menjadikan salah satu penyebab yang semakin memperkeruh permasalahan.Â
Seharusnya dalam hal ini pemerintah mengambil tindakan yang tegas, jika pemboikotan Tik Tok pada tahun lalu yang kembali dibuka karena platfrom Tik Tok yang sudah menerapakan dan mengikuti prosedur aturan yang berlaku, seharusnya pertimbangan pemboikotan diperhitungkan lagi  dari sejumlah konten negatif yang telah dimuat oleh para pengguna dan dampak negatif bagi moral bangsa. Penentu kebijakan yang tegas dalam membersihkan konten negatif Tik Tok juga hars benar-benar diaplikasikan dengan membuat sejumlah kebijakan yang ketat dan tegas bagi para pengguna dalam menakses applikasi, misalnya lebih memperketat proses pendaftaran user dengan memverivikasi KTP, dan melakukan pengawasan pada kelayakan video yang telah di unggah.