Mohon tunggu...
Melpa Yanty
Melpa Yanty Mohon Tunggu... lainnya -

young, wild and free

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Revolusi Mental di Mulai Dari Hal yang Sederhana

18 November 2014   05:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:34 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Revolusi mental menjadi jargon dari kampanye dari Jokowi sebagai salah satu kandidat presiden yang diusung dari PDI-P dengan lawannya Prabowo dari Partai Gerindra.

Mengapa presiden memilih revolusi mental, ada apa dengan mental Indonesia, apa yang salah dengan mental Indonesia, mengapa dan mengapa dengan mental kita?

Pertanyaan itulah yang membuatku untuk mengupas lebih lanjut seperti apa sebenarnya mental Indonesia sebagai wujud nyata aksi untuk Indonesia. Secara harfiah revolusi merupakan perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung sangat cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat (http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi) . Sedangkan revolusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yg dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan bersenjata) sedangkan mental itu berhubungan dengan batin maupun watak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa revolusi mental adalah perubahan watak manusia yang berlangsung cepat. Dan untuk lebih tepatnya sebagaimana kutipan dari wawancara salah satu stasiun TV pernah yang mewawancarai Jokowi mengatakan demikian

"Revolusi mental itu artinya membangun manusianya dulu, membangun jiwanya. Pendidikan mulai dari SD persentasenya 70-30 persen pembangunan karakter, sikap, perilaku dan budi pekerti. Menginjak ke tingkatan SMP, 60-40 karakter juga masih ada. SMA/SMK 80-20 persen, karakter. Tanpa pembangunan manusia yang kita dahulukan, sekaya apapun sebuah negara, provinsi, ya, percuma. Kuncinya di pembangunan manusia"

Krisis karakter atau moral menjadi salah satu yang bermasalah di Indonesia. Hal ini pernah saya alami secara langsung ketika saya melihat langsung acara konser pesta rakyat yang diadakan di pelataran Tugu Monumen Nasional yang bertajuk "Salam Tiga Jari" pada tanggal 20 oktober 2014 atas terpilihnya presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang diinisiasi oleh Band Slank dan dimeriahkan oleh artis ibu kota.

Tak kala masa itu saya melihat, jumlah massa yang beribu-ribu memadati Monas yang tak dipungkiri dari luar kota Jakarta juga menghadiri perhelatan tersebut dengan membawa bendera yng bertuliskan "Slank" dan gambar personilnya maupun bendera Merah putih. Massa yang begitu banyak membuat saya hanya duduk sambil menikmati alunan musik yang sekali-kali bernadakan akan kecintaan tanah air maupun lagu umum yang lazim diperdengarkan dari TV. Ada satu pemandangan yang membuat saya terusik ketika saya melihat pemuda/remaja laki-laki dan perempuan yang memanjang tiang hanya untuk melihat konser. Berulang-ulang kali Hostnya yang kala itu Indra Bekti menyatakan Revolusi mental itu dimulai dari diri sendiri seperti membuang sampah tidak sembarang melainkan pada tempatnya. Selain itu mengajak massa untuk menurukan bendera bagi yang didepan dan bisa berpindah ke samping dengan melambai-lambaikan bendera. Hal ini dimaksudkan supaya kami (massa) yang dibelakang boleh melihat aksi dari penyayi (artis) yang beraksi di layar yang disediakan. Namun berulang-ulang kali sampai tiga kali tetap saja tetap dilakukan hal yang sama "peringatan itu diibaratkan masuk telinga kanan dan keluar ke telinga kiri" dan sampah pun (plastik, aqua botol) berserakan dimana-mana. Selain itu juga, perjalanan dari tempat parkir menuju tempat tidak terlepas dari bau pesing akibat buang air kecil yang sembarang. Oh indonesia....

14162342241232619017
14162342241232619017
Foto diambil langsung ditempat oleh penulis (Dokumen Pribadi)

Pemandangan lainnya yang tak kalah membuat saya shock yaitu ketika beberapa kaum remaja yang berupaya untuk memanjat tiang yang tentu saja sangat berdampak bukan pada masalah moral (etika) namun juga keselamatan jiwa seandainya jatuh dari tiang tersebut bukan hanya merugikan diri sendiri namun khalayak ramai yang berada dibawahnya. Berkali-kali juga peringatan secara langsung dari petugas keamanan untuk turun, namun hal itu berlalu juga, selepas security meninggalkan mereka, memanjat lagi dilakukan. Situasi ini membuat saya berpikir berkali-kali "indonesia oh indonesia" harus cara bagaimanakah cara yang dilakukan agar mereka sadar atas perlakuan yang tidak benar ?

Memang terlalu naif kita berbicara hal-hal yang besar seperti masalah KKN yang merajalela di bumi pertiwi yang menjadi lingkaran setan, masalah kemanusiaan serta revolusi pendidikan maupun perpolitikan jika hal yang sederhana saja belum menjadi contoh maupun teladan. Untuk mengalami perubahan tentunya dimulai dari hal-hal yang sederhana untuk membangun manusia yang bermoral

Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi
http://kamusbahasaindonesia.org/revolusi/
http://kamusbahasaindonesia.org/mental/mirip

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun