Mohon tunggu...
Melody Kinanti
Melody Kinanti Mohon Tunggu... -

Perencana muda. Mahasiswa fast track Magister Pembangunan Wilayah dan Kota UNDIP

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menulis Sebuah Resolusi, Penting atau Tidak?

1 Januari 2014   16:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:16 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="271" caption="sumber: shutterstock.com"][/caption]

Menulis sebuah resolusi tentu saja akan menjadi trending topic atau kegiatan yang mungkin akan banyak dilakukan di penghujung maupun awal sebuah tahun. Saya katakan mungkin karena tidak semua orang melakukan hal tersebut. Sebagian orang akan bangun pagi dan langsung mengambil secarik kertas dan bolpen, kemudian mulai menulis target yang tentunya harus sudah tercapai di penghujung tahun nanti. Sebagian lagi lainnya akan berpikir menulis resolusi adalah hal yang buang-buang waktu karena terkesan seperti membatasi diri sementara kita tidak tahu menahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Saya tidak akan berkomentar mana yang benar dan mana yang salah karena semua pendapat menurut saya benar dan negara ini katanya adalah negara yang demokratis, sehingga semua bebas mengatakan pendapatnya, kan? Kali ini saya hanya ingin mengemukakan pendapat saya mengapa harus menulis resolusi dan mengapa tidak.

Mengapa kita harus menulis resolusi

Resolusi seperti minuman berenergi, giving you more energy when you tired

Saya adalah tipe orang yang kalo kerja harus dicambuk dulu baru bergerak. Mungkin ini adalah salah satu contoh buruk, namun resolusi yang saya buat secara tidak sengaja pada awal tahun 2013 memberi energi bonus kepada saya setiap kali saya melihatnya. Beberapa list resolusi yang saya buat diantaranya adalah tentang pendidikan. “Harus lulus bulan Juli”, tulisan ini saya tempel persis di depan tembok dimana sering saya bekerja, atau mungkin bisa dibilang mengerjakan skripsi pada saat itu. Ketika saya mata saya sudah mulai berat pada jam-jam ngantuk dan perasaan ah-besok-pagi-dilanjut-lagi-aja sudah mulai muncul di benak saya, list yang berada nomor satu alias prioritas utama pada tahun 2013 itu mulai menimbulkan efek samping.

“Engga boleh tidur dulu sebelum selesai revisi, kalo tidur besok gabisa asistensi, lulusnya makin molor, kalo list nomor satu gagal, yang lain gagal semua”

Yah, setidaknya cara ini berhasil untuk diri saya sendiri...

Tulis secara berurutan, and it’s giving you double power

Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, ketika keiinginan saya untuk lulus bulan Juli tidak tercapai, keiinginan saya nomor dua, tiga, empat dan seterusnya kemungkinan besar tidak akan tercapai pula. Saat itu keinginan saya nomor dua adalah kerja part time. Ketika target saya untuk lulus bulan Juli tidak terlaksana, maka keiinginan kerja part time saya kemungkinan akan gagal karena belum lulus kuliah. Yah, meskipun pada kenyataannya kerja part time tidak terealisasi, namun setidaknya saya mendapat sisi positifnya, mendapatkan energi yang banyak ketika hendak menyelesaikan target untuk lulus bulan Juli.

Membantu kita semakin dekat dengan passion yang sebenarnya

Pada pertengahan tahun 2013, saya menambahkan beberapa wish list atau resolusi saya kembali, kali ini yang berhubungan dengan hobi. Saya senang membaca sesuatu yang menarik dan berkhayal. Kemudian saya berfikir, kenapa tidak menulis sebuah cerita atau cerpen? Ya, resolusi 2013 untuk menulis sebuah cerpen sudah terpenuhi sekarang, namun efek samping yang saya dapatkan setelahnya jauh lebih menyenangkan. “Cerpen harus masuk ke majalah” dan “Mulai menulis sebuah novel” adalah salah satu resolusi 2014 yang pertama kali terbersit di benak saya. Keinginan saya di tahun sebelumnya menghantarkan saya pada keinginan-keinginan lain saya yang lebih besar dan lebih hebat. Apakah menulis memang benar adalah passion saya? Mari kita lihat nanti di penghujung tahun 2014

Keep it real and rational

Ketika saya melihat lagi resolusi saya tahun 2013, saya sempat tertawa dengan salah satu keinginan saya untuk memiliki berat menjadi 50 kilo. Untuk mencapai impian tersebut paling tidak saya harus mengurangi berat badan hingga 5 kilo lebih yang sebenarnya tidak penting-penting amat karena badan saya masih termasuk dalam kategori normal berisi. Saya sendiri tidak mengerti mengapa saya menulis ini kedalam resolusi saya tahun lalu, mungkin saat itu saya sedang merasa bersalah karena terlalu banyak makan kue kering hasil parsel natal dan tahun baru. Apapun resolusi anda tahun ini, buatlah se-real dan serasional mungkin. Saya sendiri mengganti “berat 50 kilo” yang nampak tidak rasional menjadi “lari pagi minimal 3 kali seminggu”.

Mengapa kita tidak harus menulis resolusi

Kita sampai pada bagian kedua dari seluruh tulisan ini yaitu “mengapa kita tidak harus menulis resolusi?” Saya cukup berpikir lama untuk menulis bagian ini karena tidak mendapati alasan mengapa tidak harus menulis resolusi sebagai awal untuk memulai tahun. Namun, kali ini saya mencoba untuk menuangkan beberapa pemikiran saya

Adanya perasaan kecewa karena gagal

Saat saya menceritakan 5 poin dari 10 resolusi di tahun 2013 saya terpenuhi seorang saudara saya hanya tertawa. Dia bercerita bahwa ia juga memiliki kebiasaan yang sama beberapa tahun yang lalu namun poin-poinnya selalu banyak yang tidak berhasil. Perasaan kecewa karena beberapa keiinginan kita tidak terpenuhi adalah wajar.

“Failure is life learning process and just a evolution of trial and error experiments”

Setiap gagal kita dapat selalu mencoba lagi, tidak harus tahun depan, kita dapat segera membuat wish list untuk bulan-bulan berikutnya. Ingat segi positifnya, dengan resolusi kita memiliki energi yang berlebih dalam mengerjakan target-target kita karena kita punya tujuannya.

Cenderung membuat batasan

Beberapa orang mungkin mengatakan resolusi cenderung membuat batasan-batasan yang mengekang diri kita sendiri lebih baik just go with the flow. Pendapat tadi menurut saya benar, namun setidaknya kita harus tau flow-nya akan bermuara kemana. Mungkin tidak dengan membuat resolusi dalam poin-poin panjang dan detail, namun setidaknya kita memiliki target untuk tahun ini. Tahun ini saya harus bagaimana dan harus apa, paling tidak itu harus tertanam di otak kita pada awal tahun.

"If you’re not willing to change in the beginning of 2014, you’ll not changing at all in the rest of 2014"

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Jadi, apa resolusi 2014-mu?

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun