Mohon tunggu...
Fajry Akbar
Fajry Akbar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Natural born scientist

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menjawab Fenomena Kenaikan Harga di Bulan Ramadan (2)

17 Juli 2014   06:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:06 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini postingan seri lanjutan dari seri sebelumnya (http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/07/16/kenaikan-harga-dan-makna-ramadhan-yang-terkhianati-674144.html), kalau bosen anggap aja kayak baca komik gan

Pada tulisan saya yang lalu, saya beropini bahwa sisi demand-lah yang menjadi biang keladi dari fenomena kenaikan harga barang periode ramdan/lebaran. Dimana perilaku kunsumsi dan budaya masyarkat indonesia menjadi akar permasalahannya. Lalu bagaimana mengatasinya? Merubah perilaku dan budaya ? Salah satunya, iya. Tapi Peran BI bukan disana. Biarkanlah pak haji, kiyai, dan ustad yang berperan.

Lalu dimanakah peran BI? Terlebih dahulu saya akan menjelaskan pasar pangan dan komoditas. Kenapa? karena menurut data BI penyumbang terbesar inflasi periode ramadan/lebaran adalah dari bahan kebutuhan pangan. Selain itu, oshi saya, Melody JKT48, seorang sarjana teknik pertanian. Mudah-mudahan dengan tulisan ini ada ikatan emosional lebih dengan oshi saya.

Untuk dapat menganalisa dinamika harga pangan maka pertama-tama kita harus mengetahui karakteristik pasar pangan seperti pasar beras.

Karakteristik ini tercermin dari sisi permintaan dan penawaran barang pangan. Apa karakterisitknya ?

III. Pasar untuk Barang Pangan

a.Sisi Permintaan

Dari sisi permintaan. Barang pangan seperti beras adalah merupakan kebutuhan/kewajiban untuk dikonsumsi masyarakat indonesia. Kurangnya masyarakat kita mendiversifikasi makanan pokok membuat hampir tak ada subtitusi bagi sebagian besar masyarakat kita. masih ingat jargon “belum makan sebelum makan nasi?”. Nah apa dampaknya? Elastisitas permintaan akan menjadi sangat inelastis. Artinya harga beras yang sangat mahal sekalipun pasti ada yang berani beli. Ingat, belum makan sebelum makan nasi. Begitupula saat harganya turun,  kalau harga turun anda tidak makan nasi dari tiga menjadi lima kali sehari bukan ?

Nah apa dampaknya terhadap dinamika harga? perubahan kuantitas yang kecil akan menyebabkan perubahan harga yang besar atau harga sangat peka perubahan kuantitas. Makanya anda lebih sering mendengar berita kenaikan harga beras dibanding berita kenaikan harga buku ? betul ?

Itu baru beras belum lagi kebutuhan pangan lainnya seperti bawang dan cabai. Hal ini menjadi penting karena budaya indonesia yang memiliki kewajiban untuk menggunakan rempah-rempah dalam masakannya membuat harga-nya menjadi inelastis.

Sehingga dari karakteristik sisi permintaan barang pangan, kita dapat simpulkan bahwa harga barang pangan sangat sensitif sekali terhadap “shock” dari supply atau pasokan bahan pangan tersebut. Artinya, Misalkan kekeringan menyebabkan pasokan bahan pangan berkurang. Hal tersebut pastinya akan mendorong jauh kenaikan harga.

b.Sisi penawaran

Bagaimana sisi penawaran bahan pangan ? Pertama kita harus melihat bagaimana bahan kebutuhan pangan ini diproduksi. Memproduksi bahan pangan bukan hal mudah, kenapa ? karena membutuhkan waktu yang lama.

Seperti beras, petani membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk memanen beras dari menebar benih. Selain itu juga produksi bahan pangan akan sangat bergantung sekali terhadap alam. Anda bayangkan jikalau hujan tak turun-turun berbulan-bulan apa dampaknya terhadap tanaman tani ? belum lagi hama yang bisa tiba-tiba datang. artinya, memproduksi beras  memiliki resiko yang tinggi. Hal ini tentu saja berbeda dengan produksi baju yang relatif tidak memakan waktu banyak dan tidak bergantung akan cuaca.

Selain itu, bahan pangan tidak akan bertahan lama. Cabai contohnya, hanya dalam beberapa hari cabai bisa busuk. Coba bandingkan dengan baju, sampai tahun depan-pun baju itu masih dapat dijual. Sehingga tak mungkin bagi bahan pangan untuk distok atau pasok secara lama.

Dengan demikian sisi penawaran barang penawaran akan lebih kaku atau inelastis. Meskipun harga naik tapi tak mungkin bagi prosuden untuk memenuhinya sesegera mungkin sehingga harga naik jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, sisi penawaran barang pangan akan sangat sensitif sekali terhadap “shock” permintaan seperti bulan ramadan/lebaran ini.

Kesimpulannya adalah,

Dari kedua karakteristik sisi permintaan dan penawaran pasar kebutuhan pangan maka kita dapat mengerti bagaimana dinamika harga pangan di indonesia. Sisi penawaran dan permintaan yang inelastis membuat harga barang pangan sangat sensitif sekali terhadap perubahan penawaran dan permintaan.

Oleh karena itulah tak heran bagimana kita dapat lihat harga kebutuhan pangan akan sangat sering sekali fluktuatif. Di awal ramadan ini saja harga cabai sudah jatuh dari harga bulan biasanya padahal perioden ramdan/lebaran tahun  2011 harga cabai mencekik leher konsumen. Dan kalau kita lihat data lima besar penyumbang inflasi periode ramdan/lebaran hanya beras yang masuk tiga tahun berturut-turut.

Dari karakteristik pasar pangan inilah kita mengerti mengapa Bahan pangan menjadi penyumbang utama dan masalah utama inflasi di indonesia.

IV. Ex-ante dan Ex-Post

Patut kita sadari bahwa Keseimbangan harga pada agregat "supply" and "demand" merupakan konstruksi teoritis yang ex-ante sehingga tidak ada jaminan bahwa agregat "supply" akan selalu sama dengan agregat "demand". Misalkan pada hari raya, permintaan barang dan jasa akan meningkat lalu apakah peningkatan itu akan diikuti oleh peningkatan produksi (penawaran) barang dan jasa? jikalau peningkatan ini tidak diakomodasikan dengan peningkatan produksi (penawaran) barang dan jasa maka yang terjadi adalaah peningkatan ageragat harga atau inflasi.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa saat terjadi kenaikan permintaan, agar terjadi stabilitas harga, maka kenaikan penawaran harus ikut naik sebelum terjadi kenaikan harga.

V. Peran Bank Indonesia.

Dalam konsep ex-ante sebelum harga naik maka peningkatan permintaan seharusnya sudah terlebih dahulu diantisipasi oleh peningkatan penawaran. Itulah rumus sederhana harga stabil meskipun hal tersebut terlalu simpel untuk menggambarkan kondisi pasar sesungguhnya.

Tapi dari konsep tersebut tersirat bahwa bahaya inflasi tercipta bukan pada periode ramadan/lebaran (inflasi tinggi) tapi jauh sebelum itu. Kenapa? karena penyumbang inflasi terbesar adalan pangan yang membutuhkan waktu lama untuk memproduksinya

Hal ini bisa disamakan dengan “volatility paradadox” Adrian Brunnermeier (2011) yang menyebutkan bahwa “systemic risk” terlahir bukan pada periode dimana volatilitas tinggi tapi sebaliknya.

Oleh karena itu antisipasi akan inflasi bukan pada periode ramadan/lebaran tapi jauh hari sebelumnya. Oleh karena itu, menurut  saya kebijakan “firefighting” seperti operasi pasar tidak akan efektif menanggulangi inflasi. BI harus merubah pola pikirnya dari kebijakan “firefighting” menjadi kebijakan jangka panjang yang efektif.

Nah bagaimana antisipasinya ?

-Mendorong Teknologi Pangan

Berdasarkan karakteristik yang telah saya sebutkan salah satunya adalah sektor pertanian sangat bergantung kepada cuaca.  Bagaimana solusinya ?

Banyak kelompok yang mendorong peningkatan kredit usaha tani sebagai solusi. Bagi saya ini jelas ngawur, pemberian kredit usaha tani bagaikan menampung air didalam bejana yang bocor. Intinya adalah sia-sia dan malah membuat bank lebih beresiko.

Menurut saya sektor yang harus dikembangkan adalah sektor teknologi pertanian (pangan) bukan kredit usaha tani. Bank harus memeberikan keleluasaan dan mendorongan bagi usaha pengembangan teknologi pertanian (pangan). BI pun dapat berkerja sama bank swasta untuk memprioritaskan penggunaan CSR-nya untuk pengembangan teknologi pertanian.

Dengan teknologi pertanian ini diharapkan sektor pertanian lebih tahan terhadap kondisi cuaca. Teknologi bisa saja membuat bibit tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi kering. Teknologi juga bisa memmberi pertahanan bagi tanaman pangan dari serangan hama.

Jikalau orang Israel dapat memanfaatkan teknologi pangan untuk membuat tambak ikan di padang pasir kenapa orang indonesia tidak bisa memanfaatkan teknologi pangan untuk pertanian yang kurang bergantung akan cuaca ??

-Statistika pangan yang ter-update dan Teknologi Informasi

Bank Indonesia tak seharusnya fokus pada harga dipasar saja tetapi lebih dari itu fokus sebenarnya adalah pada berapa jumlah, umur tanaman dan bagaimana kondisi tanaman pangan. Karena dari sanalah ancaman inflasi dimasa depan.

Selain itu, informasi harga saja tidak dapat memberi ruang antisipasi karena dalam konsep ex-ante harga akan bergerak terlebih dahulu kalau permintaan tak diantisipasi oleh penawaran.

Berapakah jumlah tanaman pangan, berapa luas tanaman pangan dan bagaimana kondisinya merupakan pertanyaan yang penting. Dengan karakterisik pasar yang inelastis, jumlah kuantitas yang meleset sedikit saja dari target maka membuat harga bergerak jauh. Oleh karena itu statistika pangan menjadi sangat penting. Begitupula dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam penggunaan statistika tersebut.

Harga yang jatuh membuat insentif petani untuk menanam turun. Ini merupakan ancamana inflasi masa depan. Salah satu penyebab seringnya harga jatuh adalah pasokan yang  berlebih. Oleh karena itu berapa jumlah tanaman yang akan ditanam, umur tanaman dan kondisi tanaman menjadi penting. Sehingga dapat digunakan untuk mengantisipasi saat panen tidak terjadi pasokan yang berlebih maupun kurang.

Oleh karena itu petani perlu mengetahui berapa jumlah tanaman pangan yang ditanam dan akan ditanam dan juga berapa umurnya. Ingat konsep ex-ante dan ex-post, dimana ekspektasi menjadi penting. Dengan adanya informasi jumlah tanaman maupun luas  tanaman pangan menjadi sangat berguna sekali agar ekspektasi petani mencapai harapannya. Sehingga tak lagi ada pasokan berlimpah saat panen yang merugikan petani maupun pasokan yang berkurang yang merugikan konsumen.

Penggunaan statistika pertanian nantinya didukung dengan teknologi informasi sebagai pengirim data ini dari petani ke petani mapun dari petani ke lembaga terkait begitu pula sebaliknya. Sehingga tak ada lagi jurang  pemisah geografis ataupun informasi yang telat. Teknologi informasi sekarang tidak mahal, jadi hal ini sangat memungkinkan sekali untuk dijalankan.

Teknisnya, Para petani bisa dimodali dengan ponsel pintar murah. Dimana pada ponsel tersebut ter-update data statistika pertanian, berapa luas pertanian A, Berapa jumlahnya, berapa umur tanamannya. Degan begitu, petani dapat mengatisipasi pasokan berlimpah pada saat panen. Pada ponsel pintar tersebut juga digunakan sebagai sarana mediasi antara petani dengan petani tentang siapa dan berapa jumlah yang akan menanam tanaman A ?

Dan yang terpenting, dengan ponsel tersebut, Otoritas dan lembaga terkait seperti Bank Indonesia dapat memonitor para petani dan memperkirakan berapa jumlah yang akan dipanen kemudian hari. Dengan begitu BI dapat mengestimasi berapa Inflasi ke depan dan mengantisipasinnya.

Lembaga lain seperti departemen perdagangan dapat melakukan antisipasi seperti mengimpor pangan sebelum panen. Hal itu dilakukan dengan estimasi data statistika pertanian, berapa impor yang dibutuhkan? Kenapa sebelum panen ? karena setelah panen harga telah bergerak.

Selain itu, sistem ini juga nantinya akan mengatasi masalah surplus dibeberapa daerah akan tetapi defisit di daerah lain.

Selama ini pemecahan maslaah inflasi masih ber-paradigma “firefigting”. Dimana ada daerah yang mengalami surplus lalu surplus itu ditransfer ke daerah yang mengalami defisit. Hal tersebut akan sangat bergantung sekali terhadap transportasi bahan pangan. Apalagi melihat buruknya insfrastruktur transportasi kita membuat metode ini juga tidak sesuai. Tak heran banyak bahan pangan yang busuk atau tak  layak konsumsi pada saat sapai daerah tujuan.

Nah, dengan penggunaan statistika pertanian yang ter-update ini setiap daerah dapat mengantisipasi berapa pangan yang sebenarnya butuhkan, berapa kekuranganya atau berapa kelebihannya? dengan begitu setiap daerah dapat mengatasi kebutuhan pangannya sendiri dan tak bergantung kepada daerah lain. Kecuali daerah tersebut tidak memungkinkan ditanamnya tanaman tani tersebut atau terkena cuaca buruk.

Maaf kalau banyak kekurangnya karena saya menulis masih dalam kondisi Gesssrekkk atau typo karena saya terlalu sering mantengin TL @achanjkt48

Sekian dulu, sebenarnya masih banyak tapi kapan-kapan yahhhh….Oyasumelodyyyyy JKT48

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun