Muhammad Afif Islamy
Syari'ah dan Hukum / Jinayah
Setelah kurang lebih 3 bulan Indonesia mengalami bencana non alam yaitu virus corona (Covid-19), dan kini Indonesia mulai berbenah untuk menyambut fase new normal di tengah pandemi yang menginfeksi jutaan orang di dunia. New normal secara garis besar memiliki makna memasuki tatanan kehidupan baru secara aplikatif mengikuti protokoler kesehatan yang dibuat oleh pemerintah ketika melakukan aktivitas diluar rumah, hal ini harus segera dilaksanakan, karena untuk memulihkan situasi Indonesia yang lumpuh terutama dalam bidang perekonomian diterjang wabah Covid-19. Melihat kondisi yang seperti ini masyarakat mulai resah dan bingung karena tidak ada solusi yang jelas dari pemerinah. Maka pemerintah mengatakan bahwa masyarakat boleh melakukan kegiatan yang produktif di luar rumah akan tetapi harus mengikuti protokoler kesehatan secara disiplin agar aman dari wabah penyakit Covid-19. Apabila masyarakat mau mengikuti anjuran dari pemerintah maka Indonesia bisa memasuki "new normal" atau tatanan hidup baru walaupun pandemi masih ada sampai saat ini.
Selama covid-19 ini berlangsung, telah terbit surat edaran Nomor 4 Tahun 2020 Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 telah disinggung Rapid Test yang berguna untuk mengetahui kemungkinan terjangkitnya virus corna di tubuh manusia. Surat ini menjelaskan Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Keluar Atau Masuk Wilayah Batas Negara dalam rangka percepatan penanganan Covid 19. Rapid tes kini menjadi syarat wajib bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan dengan menggunakan transportasi umum dan ini juga termasuk menjadi salah satu langkah ketika memasuki New Normal. Namun, dalam pelaksanaannya banyak kejanggalan sehingga masyarakat bingung salah satunya penyebabnya adalah harga untuk melakukan rapid tes ini ternyata terlalu tinggi bahkan bervariasi. Berdasarkan kejadian ini, ada beberapa oknum memanfaatkan situasi ini untuk mencari keuntungan pada dasarnya perbuatan itu dilarang. Seperti halnya kasus yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Tengah dan kota Sibolga, Sumatera Utara. Senin, 22 Juni 2020, dua tersangka yang berinisial MAP dan EWT telah melalukan pemalsuan surat keterangan Rapid Test. Keduanya telah diamankan dan sedang menjalani pemeriksaan di Mapolres Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. EWT merupakan salah satu staf di rumah sakit umum (RSU) Pandan. Sedangkan MAP adalah perawat di klinik sekaligus seorang PNS di Tapteng. MAP mengakui atas perbuatannya dan mengatakan bahwa surat rapid test palsu dan sengaja dikeluarkan untuk penumpang kapal yang bertujuan ke pulau Nias. Pada Senin, 29 Juni 2020 EWT mengaku "Sudah ada ratusan lembar Rapid Test yang sudah dikeluarkan". Dan EWT telah membuat surat keterangan palsu dilakukan selepas pulang dinas dari RSUD Pandan. Keduanya melancarkan aksi ini di Klinik Yakin Sehat, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengahtempat MAP bekerja. EWT mengaku ketika melakukan penerbitan surat keterangan palsu apabila ada pesanan dari agen yang mengurus penumpang tujuan Sibolga- Pulau Nias. Kini sudah banyak surat palsu yang terjual".
Menurut Kasat Reskrim Kapolres Tapteng AKP Sisworo mengatakan bahwa pemalsuan surat keterangan palsu terciduk ketika saat itu seorang warga datang ke Klinik Yakin Sehat Sibuluan untuk menanyakan perihal kepengurusan Surat keterangan Rapid Test."Karena di klinik itu tidak bisa mengeluarkan surat keterangan Rapid Test, tersangka yang bekerja di Laboratorium RSUD Pandan memanfaatkan situasi itu" . Sejak itu pula niat tersangka timbul untuk mengeluarkan surat keterangan palsu dengan kop surat milik RSUD Pandan. Tersangka juga memalsukan tandatangan salah satu dokter yang bertugas di bagian Laboratorium. Dalam kasus ini EWT meminta bantuan kepada MAP yang bertugas sebagai perawat di Klinik Yakin Sehat, untuk mengambil sampel darah calon penumpang kapal di rumah salah satu warga. Sementara untuk melakukan aksinya, tersangka juga membeli alat rapid test secara online seharga Rp160.000. "Setelah darah diambil, kemudian diserahkan ke EWT, kemudian surat keterangan rapid test diserahkan kepada pemesan".
Melihat dari kasus ini, penulis sangat memprihatinkan bahwa betapa bobroknya etika anak bangsa yang hanya menginginkan materi untuk pribadinya tetapi bisa berdampak buruk bagi orang banyak. Covid-19 sebenarnya bukan hanya mengajarkan kita untuk selalu menjaga kesehatan diri agar terhindar dari virus, tetapi mengajarkan kita nilai-nilai kebaikan yang seharusnya kita aplikasikan didalam kehidupan sehari-hari terutama dalam melaksanakan pekerjaan. Dari segi hukum, pelaku bisa dikenakan pasal Pasal 263 ayat (1) KUHP, Pasal 268 ayat (1) KUHP, Pasal 55 KUHP, Pasal 378 KUHP Tentang Penipuan, pemalsuan surat dsb bahkan bisa di juncto kan dengan pasal-pasal lainnya. Indonesia adalah negara hukum yang terdapat nilai-nilai serta norma-norma yang harus di taati setiap warga negaranya.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai cara untuk setidaknya memimalisir virus covid-19 ini dengan cara melakukan rapid test kepada masyarakat untuk melakukan aktivitas keluar daerah dan menetapkan harga seperti yang tertuang dalam surat edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Ravid Test Antibodi yaitu Rp 150.000. Sehingga dalam hal ini sangat diperlukan pengawasan pemerintah dalam tarif pemeriksaan Rapid test serta menelusuri kejahatan-kejahatan yang dilakukan para oknum dan di proses secara hukum. Perbuatan mengeluarkan surat rapid test palsu ini sangat  berbahaya dikarenakan tidak bisa memastikan bahwa seseorang itu benar-benar tidak terjangkit virus Covid-19. Dikarenakan surat rapid test itu digunakan sebagai bukti bahwa seorang tersebut telah sah memenuhi syarat untuk melakukan kegiatan diluar kota. Maka dari kejadian ini, penulis menyarankan kepada pemerintah khususnya para aparat penegak hukum agar bersikap tegas dan serius terkait dengan kasus-kasus kejahtan ditengah pandemi covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H