Berbicara tentang media sosial, siapa yang tidak mengetahui media sosial saat ini? Hampir semua mengetahui apa itu media sosial. Media sosial adalah sebuah media sosial yang dapat diakses dengan menggunakan internet. Jika Pram berkata "Kemanusiaan kadang-kadang menghubungkan seorang dari kutub utara dan seorang dari kutub selatan", maka melalui media sosial kita tidak hanya dapat menghubungkan seseorang dari kutub utara dan selatan saja tetapi dari seluruh belahan dunia, dengan siapapun, dan kapanpun tanpa memandang umur pastinya karena media sosial ini umum adanya.
Banyak manfaatnya jika kita sebagai generasi bangsa menggunakannya dengan positif, tetapi bagaimana halnya jika media sosial yang ada justru menimbulkan masalah, pencemaran nama baik, kriminalitas bahkan yang lebih mirisnya lagi digunakan untuk memposting foto sebelum bunuh diri agar diketahui semua orang. Seperti yang telah dilakukan oleh wanita asal Tiongkok dengan nama instagram jojotsai1012 pada tahun 2014 silam. Tidak hanya sampai disitu saja tetapi saat ini mulai bermunculan postingan yang membuat heboh, masih ingat dengan kasus Awkarin dan Anya Geraldine dengan KPAI yang sempat marak di Youtube? Video yang dianggap tidak layak di publikasikan karena dianggap membawa dampak buruk dan merusak moral mengingat Youtube dapat diakses siapapun.
Mengapa hal-hal tersebut bisa terjadi? Jawabannya adalah individunya sendiri bukan media sosialnya. Media sosial tidak dapat berfikir mana yang baik dan mana yang buruk  tetapi penggunanyalah yang harus berfikir lebih jauh lagi untuk memanfaatkannya dengan baik. Pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 83 juta penduduk, 95% digunakan untuk mengakses media sosial dan 80% diantaranya di dominasi oleh kalangan remaja. Bayangkan saja apa yang dapat terjadi di media sosial saat penggunanya sebanyak itu? Hal yang diluar fikiran pun akan terjadi, banyak postingan yang sama sekali tidak berbobot dan membawa dampak negatif. Bahkan yang lebih mengherankan lagi yang membawa dampak negatif itulah yang menjadi trend dan viral di dunia maya. Banyak orang berbondong-bondong mengikuti jejaknya bahkan melakukan hal yang sama dan memposting nya kembali hingga semua di media sosial itu sama. Tidak hanya dengan kekonyolan tindakan yang menjadi trend tetapi perkelahian saling merusak nama baik orang, menghina, mencaci tidak jarang lagi kita temukan di media sosial. Apakah itu yang disebut dengan generasi bermoral? Dengan mengikuti sesuatu yang tidak bermanfaat sama sekali kemudian ikut menjadi pelaku dan kembali mencari pelaku lainnya? Membesarkan dan menyebarkan sesuatu yang seharusnya dibukakan pikirannya untuk menjadi lebih bermanfaat lagi.
Beranggapan sesuatu yang salah menjadi sesuatu yang benar, yah itu adalah konsep yang mendominasi generasi pada saat ini. Sekolah dengan Pendidikan apa yang diterapkan dalam kehidupan generasi saat ini? Sampai etika dan moral pun hilang dalam karakter generasi bangsa. Pendidikan sekolah hanya mengajarkan bagaimana cara menjawab, menghafal dan tidak jarang sekolah yang membatasi pemikiran pemikiran siswanya yang dianggap tidak menyangkut dengan pelajaran. Pendidikan bukan hanya tentang coretan nilai akhir yang kita terima tetapi tentang seberapa jauh kita dapat memahaminya seberapa jauh kita dapat merealisasikannya di kehidupan nyata. Jika menjadi manusia bermoral saja tidak bisa apa gunanya pendidikanmu yang tinggi saat ini.
Pendidikan tidak menjamin perilaku, terutama di media sosial, media sosial adalah hal umum yang akan dilihat oleh khalayak, sangat disayangkan jika yang di dapatkan adalah hal hal yang tidak bermanfaat dan merusak generasi yang seharusnya mendapat bimbingan yang terarah dengan baik.
Terkait permasalahan diatas beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat yang masih memiliki pemikiran berbeda jalur dengan mayoritas salah satunya adalah upaya dalam pengkajian ulang nilai didik yang ada di bangku pendidikan. Dalam pendidikan pasti tidak terlepas dengan namanya pendidik. Pendidik yang harus megajar dan memperbaiki semua kesalahan yang telah diajarkan oleh orangtua dirumah. Hanya sekian dari banyaknya pendidik yang merealisasikan pendidikan yang sebenarnya. Selebihnya teralu monoton untuk itu. Pramoedya pernah berkata:
 "Seorang guru adalah korban, korban untuk selama-lamanya. Dan kewajibannya terlampau berat, membuka sumber kebajikan yang tersembunyi dalam tubuh anak-anak bangsa"Â
Tugas menjadi pendidik bukan sekedar mendidik dan mencurahkan semua apa yang tertera di buku kepada mereka kaum pelajar, melainkan melatih dan memberikan pandangan terang kepada pelajar agar dapat menjadi seseorang dengan karakter yang baik. Dengan kata lain bisa disebut dengan "Ekklesia", orang-orang yang terpanggil untuk melakukan tugas mulia. Oleh karena itu bukan hanya program pendidikan yang harus dikaji ulang tetapi tenga didik nya juga harus dilakukan pembaharuan. Apapun persoalan di era ini semuanya pastilah kembali pada individu tersebut. Bagaimana individu tersebut menanggapi dan memfilter tingkah laku sekitarnya. Berfikir kritis harus diterapkan disini, berfikir tentang dampak, tujuan dan manfaat ketika ingin membagikan dan melakukan sesuatu.
Generasi bermoral tidak akan ada jika etika pun tidak berada. Generasi bermoral tidak akan muncul jika yang bermunculan masih lah hal yang sama. Masa depan negara ada ditangan para generasi, apa jadinya negara ini jika generasi yang meneruskan generasi seperti itu? Generasi yang bahkan moral saja tidak dimiliki jika negara dipimpin oleh orang orang seperti itu maka kelak bukan hanya generasinya saja yang tidak bermoral tapi negaranya juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H