Mohon tunggu...
Meli Riyana
Meli Riyana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Magister Psikologi Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya

like beach, sunset, shopping :) kunjungi instagram dan tiktok untuk info lebih lanjut

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mencari Kebebasan Ditengah Belenggu : Perspektif Psikologi Kasus Loly, Putri Nikita Mirzani

12 Januari 2025   17:23 Diperbarui: 14 Januari 2025   08:53 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto loly dan nikita mirzani

Laura meyzani, yang akrab disapa Loly, anak dari Nikita Mirzani menjadi pusat perhatian setelah melarikan diri dari rumah aman pada dini hari, Jumat, 9 Januari 2025. Kasus ini mencerminkan isu kompleks dalam dinamuka keluarga selebritas dan tantangan sosial yang dialami remaja. Peristiwa ini membuka diskusi yang relevan dalam ranah psikologi sosial dan perkembangan remaja.

Dalam sebuah wawancara, Loly menyatakan bahwa ia merasa tertekan di rumah aman karena ditempatkan bersama individu dengan latar belakang berbeda, termasuk pekerja seks, pengidap HIV, dan orang dengan gangguan mental. Situasi ini, menurutnya, menciptakan rasa tidak nyaman yang mendorong keputusan untuk kabur. Ungkapan ini menyoroti pengaruh persepsi sosial dan stigma dalam membentuk pengalaman psikologis.

Kasus Loly yang melarikan diri dari rumah aman mencerminkan tantangan psiko sosial yang dihadapi remaja dalam fase perkembangan identitas meraka. Loly sedang  berada di fase remaja  yang mana pada fase ini mulainya pembentukan identitas, di mana individu mencari pengakuan dan kebebasan. Disisi lain loly adalah anak yang tumbuh dalam keluarga dengan figur orangtua yang kuat dan independen, seperti halnya Nikita Mirzani, sering kali memiliki kecenderungan untuk mencari kebebasan dan otonomi dalam hidup mereka. Loly, yang mungkin merasakan bahwa dia dibesarkan dengan prinsip kebebasan dan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri, bisa merasa sangat terbatas di rumah aman. Lingkungan yang penuh dengan aturan dan pengawasan ketat bisa menjadi kontras yang tajam dengan cara hidup yang ia inginkan.

Kaburnya Loly dari rumah aman bisa jadi merupakan bentuk pencarian atas kebebasan pribadi dan rasa kontrol atas hidupnya.Situasi ini menciptakan disonansi kognitif, sebuah ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang ia pegang dan lingkungan yang ia hadapi, yang memicu ketidaknyamanan emosional. Menurut teori Festinger (1957) Ketika merasa terjebak dalam situasi yang sangat berbeda dari nilai-nilai yang ia percayai, ia mungkin merasa bahwa satu-satunya cara untuk memperoleh kembali kebebasan itu adalah dengan melarikan diri. Erik Erikson (1968) dalam tahap identity vs. role confusion menekankan pentingnya lingkungan yang mendukung eksplorasi diri. Ketika kebebasan ditekan atau kebutuhan emosional diabaikan. remaja seperti Loly sedang mencari identitas diri dan kebebasan pribadi. Ketika lingkungan tidak mendukung eksplorasi identitas tersebut, perasaan bingung dan tertekan muncul, yang dapat mendorong mereka untuk mengambil keputusan ekstrem sebagai cara untuk memperoleh kembali rasa kontrol atas hidup mereka. 

selain itu, komunikasi dalam keluarga juga sangat penting Pola komunikasi yang didominasi kontrol tanpa adanya dialog terbuka dapat memperburuk ketegangan psikologis remaja. Loly, yang mungkin merasa tidak bisa berbicara terbuka dengan ibunya mengenai perasaannya, akhirnya merasa terjebak dalam konflik batin antara mengikuti nilai-nilai yang diajarkan oleh Nikita Mirzani dan lingkungan rumah aman yang penuh aturan. Bronfenbrenner (1979) menekankan pentingnya mikro-sistem keluarga dalam perkembangan anak, yang artinya hubungan yang sehat antara orang tua dan anak sangat berpengaruh pada kesejahteraan emosional remaja.

Penting juga bagi Nikita untuk mendengarkan perasaan Loly tanpa menghakimi atau memaksakan pandangan hidupnya sendiri. Dukungannya dalam mencari solusi yang sehat dan berkelanjutan—baik itu berkomunikasi dengan pihak rumah aman atau mencari dukungan dari teman-teman—akan membantu Loly merasa dihargai dan diterima, tanpa harus merasa tertekan untuk mengorbankan identitas dirinya.  Jika Nikita mendukung rumah aman tanpa memahami perasaan Loly atau tidak menyediakan ruang untuk komunikasi yang terbuka, hal ini dapat memperburuk perasaan tertekan dan meningkatkan kemungkinan Loly melakukan tindakan ekstrem. Oleh karena itu, pendekatan berbasis empati yang mengutamakan dukungan emosional dari orang tua dan komunikasi yang sehat antara Loly dan Nikita sangat penting untuk memperbaiki hubungan mereka dan mencegah perilaku serupa di masa depan. 

Nikita Mirzani bisa menjadi sumber dukungan yang besar bagi Loly dalam menghadapi kesulitan ini, terutama jika ia mendukung anaknya untuk tetap setia pada nilai-nilai yang telah diajarkan, seperti kebebasan pribadi dan kemandirian. Namun, jika Nikita mendukung keberadaan rumah aman tersebut sebagai bentuk perlindungan atau rehabilitasi, Loly mungkin merasa terjebak dalam konflik batin antara mengikuti nasihat ibunya dan mencari kebebasan pribadi. Jika Nikita tidak terlalu terlibat dalam memahami perasaan Loly tentang rumah aman atau tidak memberikan dukungan emosional yang cukup, hubungan mereka bisa mengalami ketegangan. Dalam situasi ini, Loly mungkin merasa bahwa ia tidak bisa berbicara terbuka dengan ibunya mengenai masalah yang dihadapinya, yang justru memperburuk perasaan tertekan dan  menyebabkan tindakan ekstrem seperti kabur dan berkata kasar tentang ibunya. Dalam hubungan keluarga, kurangnya komunikasi terbuka berkontribusi pada tekanan psikologis. Berdasarkan teori hubungan sosial Bronfenbrenner (1979), mikro-sistem keluarga adalah lingkungan paling berpengaruh bagi perkembangan anak. Pola komunikasi yang didominasi kontrol tanpa dialog sehat memicu ketegangan dan pemberontakan, sebagaimana dijelaskan oleh Devito (1997).

Selain itu, rumah aman sebagai bagian dari sistem perlindungan anak seharusnya tidak hanya menyediakan perlindungan fisik, tetapi juga menciptakan lingkungan yang inklusif dan bebas dari stigma. Ketika Loly merasa terstigma karena berada di lingkungan yang berbeda latar belakang, perasaan tidak aman ini semakin memperburuk kondisi psikologisnya. Sistem perlindungan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan psikososial remaja dapat menciptakan rasa aman yang lebih baik, memungkinkan remaja untuk berkembang secara sehat. Dalam kasus Loly, pendekatan yang lebih empatik dan inklusif dapat membantu menciptakan solusi yang lebih baik untuk mendukung kesejahteraan mental anak-anak yang menghadapi situasi kompleks seperti ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun