Mohon tunggu...
Melly Kiong
Melly Kiong Mohon Tunggu... -

Penulis buku Parenting | Praktisi Mindful Parenting | Parenting Speaker

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mindful Parenting

23 Juli 2013   10:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:10 2027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13745466301226896140

Gambar diatas adalah pola dasar mindful parenting, frasa yang akan lebih dipopulerkan dengan padanan bahasa Indonesia “mengasuh berkesadaran”. Terkesan sedikit aneh, namun akan semakin terbiasa bila kita sudah menerapkannya. Parenting adalah mengasuh, orangtua mengasuh anak-anaknya agar tumbuh menjadi pribadi-pribadi unggul. Mindful adalah berkesadaran, eling, sati, atau apa saja yang mengacu pada orang yang selalu menjaga kesadarannya dari pikiran, ucapan, dan perilaku yang kurang pantas.

Selanjutnya mengasuh berkesadaran mengacu pada sikap, perilaku, ucapan dan penampilan orangtua yang selalu memiliki kesadaran/eling dalam mengasuh buah hati mereka.

Konsep Dasar Mengasuh Berkesadaran (mindful parenting)

Pendekatanberkesadaran (mindful)dalam mengasuh anak (parenting) adalah salah satu metoda yang disarankan untuk membangun hubunganyang aman/secure antara orangtua dan anak (Siegel dan Hartzell 2003). Praktik hidup berkesadaran melalui mengasuh anak adalah cara ideal sebagai latihan kita untuk sadar setiap saat, setiap hari.

Konsep Mengasuh Berkesadaran yang kami terapkan ini telah diekstraksi dari studi literatur Timur dan literatur Baratmengenai hidup berkesadaran dan dibangun di atas dasar-dasar yang akuntabel tentang praktek sehari-hari hidup berkesadaran yang dapat diterapkan dalam mengasuh anak (Kabat-Zinn dan Kabat-Zinn 1997).

ModelMengasuh Berkesadaranyang saya gambarkan dalam lingkaran ber-segmen 5 di atas diambil dari konsep dan praktek Psikologi hidup berkesadaran (mindfulness psychology)(Baer et al 2006;. Brown dan Ryan 2003), intervensi berbasis mindfulness (Kabat-Zinn 1994, 2003), dan tulisan-tulisan teoritis dan empiris kontemporer tentang parenting.

Mengasuh Berkesadaran ini mencakup lima dimensi yang relevan dengan hubungan orangtua-anak:

(1) mendengarkan dengan penuh perhatian, berbicara dengan empati,

(2) pehamanan dan penerimaan untuk tidak menghakimi diri sendiri dan anak,

(3) kesadaran emosional diri sendiri dan anak,

(4) pengaturan-diri dalam hubungan pengasuhan/parenting, dan

(5) welas asih untuk dirisendiri dan anak

DimensiMengasuh Berkesadaran

Sekarang mari kita uraikan dimensi tersebut :

1.Mendengarkandengan perhatianpenuh. Berbicara dengan empati.

Perhatian yang benar dan kesadaranuntuk menerimapengalamansaat ini (present moment) merupakanaspeksentral darihidup berkesadaran(eling) (Baer etal2006;. BrowndanRyan2003)dan juga untuk parenting yang efektif.

Dimensi pertama dari Mengasuh Berkesadaran ini memadukan pendengaran dan perhatian yang penuh. Dengan memberikan perhatian penuh terhadap anak, orang tua memberikan sinyal bahwa merekabenar-benarmendengarkananak mereka.Dimensiini menggabungkanteknis mendengarkandengankualitasperhatian terfokusdanpenuh kesadaranmelampauisekedar hanyamendengarkata-kata yangdiucapkan. Padaanak usia dini, orangtuayang sensitif sering digerakkan oleh tangisan balita atau sinyal perilaku ketidaknyamananfisik/emosi. Penuhperhatiandanmengembangkankehadiran orangtua seutuhnya dari perspektifanak menjadi pentingketika orangtuadan anak-anakterlibat dalaminteraksilangsung(Ainsworth etal1978.;MaccobydanMartin1983)dan memberikan fungsipelindunguntuk anak-anakyang membutuhkanperasaan aman dan menjaga merekadari perasaan bahaya(Fonagy danTarget1997,Siegel2001).

Kemudian, orangtua yangMengasuh Berkesadaran akan sensitif terhadap isipercakapansertaterhadap nadasuara,ekspresi wajah, danbahasa tubuh, dan secara efektifmenggunakanisyarat-isyarat ini untuk berhasilmendeteksikebutuhananak merekaatau makna yang disampaikan. Ketikaanakmencapai usia remaja,mendengarkandengan penuh perhatiansangat pentingkarena orangtuatidak bisamemantausecara fisikperilaku mereka dan sebagian besar informasiyang dikumpulkan orangtuaadalahmelalui laporanlisanbukan-pengamatansecara langsung(Smetana etal. 2006). Dengan memahami pikirandan perasaankeremajaan merekalebih akurat, pada gilirannya, dapat mengurangikonflik danperselisihan(HastingsdanGrusec1998)dan membangun keberanian untuk lebih terbuka (Smetana etal. 2006)

Berbicara dengan empati adalah secara penuh kesadaran tidak menggunakan kata-kata mengancam, intimidasi, kekerasan, harass dan selalu mengungkapan buah pikiran dengan kata-kata yang berempati.Berempati berarti menempatkan diri pada posisi anak dan merasakan apa yang mereka rasakan. Dengan demikian, kata-kata yang diungkapkan adalah kata-kata yang dengan penuh kesadaran dapat mewakili pikiran dan perasaan mereka.Berlatih berbicara dengan empati turut memberikan atmosfir penerapan etika dan moral dalam keluarga. Orangtua yang selalu memberikan contoh berbicara dengan empati akan memberikan kesan positif dan menjadi tauladan bagi anak. Penting bagi kedua orangtua untuk dapat melatih berbicara dengan empati dalam keseharian.

2.Pehamanan dan penerimaan untuk tidak menghakimi diri sendiri dan anak

“Tidak menghakimimerupakan salah satu dimensi penting dari Mengasuh Berkesadaranyang melibatkan semua atribut dan harapan yang dilakukan orangtua yang dapat mempengaruhi persepsi negative/miring pada saat interaksi parenting antara orangtua dan anak. Pikiran manusia cukup rumit dan mahir membuat penilaian alam bawah sadar (Bargh dan Chartrand 1999) dan persepsi atas atribut dan kompetensi anak remajanyadi dalam benak orangtua akan mempengaruhi harapan mereka, nilai-nilai dan akhirnya perilaku anak-anak mereka ( Jacob & Eccles 1992; .Jacob et al 2005).


Melalui perilaku mereka sendiri dan pesan verbalnya, orangtua mengkomunikasikan keyakinan mereka tentang atribut dan kompetensi anak mereka. Komunikasi ini dapat bias karena keinginan orangtua agar anak mereka seperti atribut yang mereka inginkan, meskipun bahkan terkadang tidak realistis untuk anaknya(Goodnow 1985). Mengasuh Berkesadaran melakukan tindakan tidak menghakimi terhadap ciri-ciri, atribut, dan perilaku diri sendiri dan anak. Ini bukan berarti pasrah dan melepas tanggungjawab untuk memberlakukan disiplin dan bimbingan bila diperlukan, namun lebih kepada penerimaan apa yang terjadi pada saat ini yang didasarkan pada perhatian dan kesadaran yang jelas dan selanjutnya menimbulkan pengertian yang lebih lengkap.

Jadi, orangtua harus menghindari penghakiman dini terhadap ada hanya berdasarkan persepsi bawah sadar mereka. Hal ini akan membawa akibat dan pengaruh buruk pada anak. Berhentilah menghakimi mereka dan berhentilah juga menggunakan persepsi yang ada pada pengalaman masa lalu orangtua.

Hal ini juga berarti penerimaan gagasan bahwa akan ada pergulatan dalam hubungan orangtua-anak, parenting akan sangat menantang di jaman ini, dan bagi anak, hidup di dunia saat ini tidak mudah. Penerimaan tanpa penghakiman juga berarti bahwa kita mengakui bahwa tantangan yang kita hadapi dan kesalahan yang kita buat semua adalah bagian dari hidup yang sehat. Namun, penerimaan bukan berarti menyetujui perilaku anak jika tidak memenuhi harapan orangtua. Sebaliknya, orangtua sadar menyampaikan penerimaan fundamental atas atribut dan perilaku anak mereka dan juga menyampaikan standar dan harapan yang jelas untuk perilaku anak mereka yang sesuai untuk konteks budaya setempat dan tingkat perkembangan anak.

Bila kita dapat tidak melakukan penghakiman, kita akan dapat menerima gagasan-gagasan, menyesuaikan pola mengasuh anak dan menerapkan standar standar yang kita inginkan bersama-sama dengan anak. Hal terbaik adalah menerapkan standar – standar yang dikomunikasikan dan disepakati bersama. Orangtua sebagai pengasuh akan menjadi role model bagi anak. Ketika role model tidak mengikuti standar yang disepakati, namun menuntut anak menerapkan standar tersebut, hal ini tidak akan pernah berhasil

3.Kesadaran emosional atas diri dan anak

Teori hidup berkesadaran menekankan pada kapasistas individu untuk fokus pada perhatian terhadap keberadaannya saat ini seperti kognisi dan emosi. Dalam model Mengasuh Berkesadaran, kita menekankan pada kapasitas orangtua atas perhatiannya terhadap emosi dalam dirinya dan anaknya. Emosi yang kuat akan men-trigger proses evaluasi otomatis (Bargh and Williams 2007) yang pada gilirannya menuntun pada penetapan perilaku yang spesifik.

Untuk dapat benar-benar mendengarkan dengan penuh perhatian dan melaksakanannya “tanpa penghakiman” dibutuhkan orangtua yang memahami emosinya dan emosi anaknya. Pengalaman negatif dan positif orangtua mempengaruhi perilaku parenting dan bisa dikatakan semua aspek parenting dipengaruhi oleh aktifasi, keterlibatan, peraturan yang afektif dari orangtua(Dix1991).

Perhatian terhadap emosi adalah dasar dari Mengasuh Berkesadaran karena emosi yang kuat memberikan dampak yangkuat untuk memicu proses kognitif otomatis yang pada gilirannya akan melumpuhkan proses parenting itu sendiri.Bila orang tua dapat mengidentifikasi emosinya dan emosi anaknya dengan membawa perhatian yang berkesadaran pada saat interaksi, mereka akan dapat membuat pilihan-pilihan secara sadar tentang bagaimana merespons, ketimbang selalu reaktif.

Mengasuh Berkesadaran juga merefleksikan kemampuan dan keinginan orangtua untuk dapat mengendalikan emosi dengan mengamati bahwa “ini hanya perasaan dan sifat bawaan masa lalu” sehingga dengan demikian dapat memberikan keleluasaan untuk hadir sepenuhnya dihadapan anaknya.Pengendalian emosi, pemahaman atas emosi diri dan anak adalah langkah penting dalam praktik Mengasuh Berkesadaran. Di sini peran kecerdasan emosional sangat diperlukan. Anak akan melihat bagaimana orangtuanya dapat meningkatkan kecerdasan emosionalnya dari waktu ke waktu.

Studi dan riset menunjukkan kematangan emosional orangtua akan berpengaruh sangat kuat kepada kematangan emosional anak di masa mendatang. Kita dapat menyaksikan bagaimana orangtua yang tidak dapat mengendalikan emosi menghasilkan anak-anak yang menjadi problem di masyarakat. Kita bertanya-tanya, mengapa anak-anak dapat menjadi begitu brutal, begitu tidak memiliki tenggang rasa, begitu kering dalam mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan, teman, guru, dan mahluk lain. Ini lahir dari keluarga yang tidak mampu mengembangkan kecerdasan dan kematangan emosional.

4.Pengaturan diri dalam hubungan parenting

Selain elemen-elemen perhatian penuh, perhatian terhadap emosi, Mengasuh Berkesadaran juga memberikan perhatian pada Pengaturan Diri. Para pakar mindfulness (hidup berkesadaran) sudah memberikan peringatan terhadap kekacauan akibat definisi mindfulness, self control dan self regulation. (Brown et al. 2007a). Pandangan kami, bagaimanapun, Mengasuh Berkesadaran memerlukan Pengaturan Diri (self-regulation) dalam konteks hubungan/relationship. Mengasuh Berkesadaran meliputi reaksi yang tidak berlebih-lebihan atas pencapaian normatif yangditunjukkan anak dan selalu mengendalikan diri terhadap value dan goal yang ingin dicapai.

Mengasuh Berkesadaran tidak menunjukkan sikap negative seperti marah, mengamuk, mengomel, perilaku kasar terhadap anak. Mengasuh Berkesadaran tau kapan berhenti sejenak daripada bereaksi sebelum menerapkan Pengendalian Diri yang lebih mahir dan menerapkan praktik-praktik parenting. Cara orangtua bereaksi terhadap emosi anak akan menimbulkan efek emosional dan sosial terhadap anak terutama remaja (Eisenberg et al. 1998)..

Orangtua yang suportif, toleran dan tidak mengumbar emosi negative ketika anaknya sedang menunjukkan emosi negative, maka anak tersebut akan tumbuh dan memiliki kompetensi sosial dan emosional yang lebih matang (Eisenberg et al. 1998; Katz et al. 1999).Mengasuh Berkesadaran juga membangun praktek-praktek parenting seperti mengajarkan anak bagaimana mengekspresikan diri, berbicara tentang perasaannya, melabel keadaan, yang pada gilirannya membangun kemampuan anak dalam pengendalian diri (Gottman et al. 1997).

Intinya, pengaturan dan pengendalian diri adalah proses dimana orangtua tidak menunjukkan fluktuasi yang berlebih-lebihan terhadap suatu perilaku yang ditunjukkan oleh anak. Kita sering merusak anak dengan terlalu menyanjung, terlalu membanggakan, terlalu mengelu-elukan prestasi anak atau di bagian lain terlalu menghakimi, terlalu memandang remeh, terlalu menyepelekan anak. Kedua ekstrim ini harus dihindari, itu lah sebabnya disebut mindful parenting, mindful juga berarti tidak meledak ledak, selalu tenang terkendali. Dengan melakukan ini, kita akan menghindari anak dari sombong, angkuh atau minder, merasa tak mampu. Kedua hal ini seringkali kita menyebutkan dengan istilah yang rumit yakni : superiority complex dan inferiority complex.

Bila kita perhatikan keadaan masyarakat kita, kita akan dapat melihat dengan mudah mana yang terjebak dalam superior complex dan mana yang terjebak dalam inferior complex. Keduanya hanya bisa diatasi dengan pengendalian diri.

5.Welas asih untuk diri dan anak

Selain sikap terbuka dan menerima, Mengasuh Berkesadaranjuga mencakup proyeksi aktif terhadap konsern empatik terhadap anak dan diri sendiri sebagai orangtua. Welas asih (compassion) didefinisikan sebagai emosi yang mewakili keinginan untuk meringankan penderitaan orang atau mahluk lain (Lazarus dan Lazarus 1994). Melalui welas asih untuk anak, orang tua yang Mengasuh Berkesadaran akan merasakan keinginan untuk memenuhi kebutuhan anak yang pantas dan memberikan kenyamanan ketika anak mungkin merasa kesulitan.

Anak-anak dari orang tua yang Mengasuh Berkesadaran, mungkin merasakan pengaruh positif dari dukungan orangtua mereka. Welas asih sebagian terdiri dari rasa kemanusiaan pada umumnya (Neff 2003), yang ketika diterapkan dalam Mengasuh Berkesadaran dapat memungkinkan orangtua untuk mengambil sikap lebih lemah lembut, lebih pemaaf ketika berusaha menerapkan parenting. Welas asih dalam Mengasuh Berkesadaran menghindari diri dari menyalahkan diri ketika tujuan orangtua tidak tercapai, yang kemudian memungkinkan membangun kembali hubungan dalam mengejar tujuan orangtua.

Mengembangkan welas asih dalam keluarga, akan melahirkan anak-anak yang peduli kepada sesama, kepada lingkungan, kepada hewan, kepada segala fenomena yang kurang berkenan di masyarakat. Dengan menerapkan welas asih dalam Mengasuh Berkesadaran, kita secara berkesinambungan mendidik anak-anak yang memiliki hati compassion, dan menjadi asset besar bagi kehidupannya dikemudian hari.

Orangtua tentu dapat mewariskan sosok economic animal bagi anaknya, yang kemudian membuat dunia panas dan menderita sekarang ini karena semua berlomba-lomba untuk menjadi kaya dengan menindas yang lain. Orangtua juga dapat menghadirkan malaikat-malaikat yang dapat membuat dunia damai, membantu orang-orang yang menderita, membuat dunia lebih nyaman dan pantas untuk ditempati. Pilihan ada di tangan orangtua!

(bdm-eMKa Management)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun